Berita Palangka Raya

Perkara Polisi di Kalteng Tembak Warga Sipil, Reza Indragiri Teringat Kasus Ferdy Sambo

Psikologi Forensik, Reza Indragiri dihadirkan ahli dalam kasus polisi tembak warga sipil di Katingan saat di persidangan ingat kasus Ferdy Sambo

Penulis: Ahmad Supriandi | Editor: Sri Mariati
Tribunkalteng.com/Ahmad Supriandi
WAWANCARA - Ahli psikologi forensik saat ditemui awak media di PN Palangka Raya, Kamis (24/4/2025). 

TRIBUNKALTENG.COM, PALANGKA RAYA - Psikologi Forensik, Reza Indragiri dihadirkan sebagai ahli dalam kasus polisi di Kalimantan Tengah (Kalteng) menembak warga. 

Kasus ini mengingatkan Reza Indragiri dengan kasus pembunuhan berencana Brigadir Josua yang melibatkan Mantan Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo

"Di ruang sidang tadi seketika saya teringat pada situasi antara Ferdy Sambo dengan Richard Eliezer, yaitu ketika seseorang melakukan penembakan, dan disebut lah penembakan itu berdasarkan perintah, atau tekanan dari pihak lain yang tidak terelakkan," kata Reza usai menghadiri sidang kasus penembakan oleh polisi di PN Palangka Raya, Kamis (24/4/2025). 

Reza menjelaskan, pihak yang diberikan perintah dan memberikan perintah tidak melulu harus terikat dalam hubungan formal. 

Akan tetapi ada faktor yang tidak formal yang secara psikologis bisa berpengaruh terhadap orang lain, untuk melakukan perbuatan buruk atau jahat. 

"Sepanjang ada relasi kuasa yang timpang maka pihak yang menerima perintah akan melaksanakan," ucap Reza. 

Kemudian, Reza melanjutkan, terkait keberadaan senjata api, bahkan tanpa digunakan akan berdampak pada psikologis. 

"Apalagi senjata itu digunakan, sehingga berakibat maut, dan digunakan oleh pihak yang punya otoritas, maka efek tekanannya akan berlipat ganda," jelasnya. 

Menyaksikan kejadian penembakan, memiliki dampak yang berbeda bagi setiap orang. Selain itu, juga bergantung pada kejadian yang disaksikan. 

"Tidak ada orang yang ingin menyaksikan pembunuhan, jika kejadiannya adalah penembakan yang menyebabkan kematian orang lain, apalagi digunakan senjata api. Apabila menyaksikan kejadian itu, dari sudut pandang psikologi forensik secara reflek otak akan fokus pada harus kabur," ungkapnya. 

Melihat kejadian penembakan itu, bisa jadi sangat berdampak secara psikologi. Reza memberi contoh pada kasus pembunuhan Brigadi Josua. 

Dalam kasus itu, kata Reza, Eliezer yang telah menjauh dari Ferdy Sambo yang memerintahkannya untuk membunuh Brigadir Josua, namun Eliezer tetap dalam pengaruh Ferdy Sambo

Meski begitu, dalam kasus penembakan oleh polisi di Kalteng ini, Reza menyerahkan kepada kuasa hukum untuk mengaitkannya. 

Untuk diketahui, kasus penembakan ini terjadi pada November 2024, lalu. Saat itu, Anton Kurniawan, mantan personel Polresta Palangka Raya, menembak kepala Budiman Arisandi, warga Banjarmasin, Kalsel. Mayat korban kemudian dibuang dan mobil pickupnya dibawa lalu dijual. 

Penembakan itu dilakukan di dalam mobil Anton yang tengah dikemudikan Muhammad Haryono. Melihat seluruh perbuatan Anton, membuat Haryono menjadi saksi mahkota dalam kasus tersebut, meskipun ia juga menjadi terdakwa saat ini. 

Baca juga: Sidang Lanjutan Polisi di Kalteng Tembak Warga, Hadirkan Saksi Ahli Reza Indragiri

Baca juga: Sidang Polisi Tembak Sopir Ekspedisi di Kalteng, Istri Korban Minta Terdakwa Anton Hukuman Mati

Sementara itu, kuasa hukum Haryono, Parlin B Hutabarat menegaskan, saat kejadian tersebut kliennya tidak mampu untuk menolak, membantah ataupun melawan. 

"Saat kejadian, hanya ada tiga orang di dalam mob, yang salah satunya memegang senjata api dan klien kami mengetahui dia anggota Polri, jelas secara teori yang disamapaikan ahli tadi klien kami tidak mampu menolak," kata Parlin.

Sumber: Tribun Kalteng
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved