Sidang Perdana Polisi Tembak Warga
Kasus Polisi Tembak Warga Disidang, Pengamat Hukum: Perlindungan Saksi Mahkota Harus Prioritas
Menurut Asfia, kasus penembakan warga sipil ini harus ditangani dengan prinsip keadilan dan transparansi hukum.
Penulis: Ahmad Supriandi | Editor: Haryanto
TRIBUNKALTENG.COM, PALANGKA RAYA - Pakar hukum sekaligus dosen hukum Universitas Palangka Raya (UPR), Hilyatul Asfia menyoroti kasus penembakan warga sipil di Katingan yang dilakukan Anton Kurniawan (AK), mantan polisi yang berdinas di Palangka Raya.
Menurut Asfia, kasus penembakan warga sipil ini harus ditangani dengan prinsip keadilan dan transparansi hukum.
"Dalam konteks ini, status Muhammad Haryono (MH) sebagai saksi mahkota yang kemudian ditetapkan sebagai tersangka, hendaknya perlu menjadi telaah penting, mengingat kejadian ini dapat terungkap dari laporannya kepada pihak kepolisian," ujar Asfia, Minggu (9/3/2025).
Baca juga: Breaking News - Polisi Penembak Warga di Katingan Kalteng Jalani Sidang Perdana
Baca juga: Pelukan Keluarga Haryono, Kuasa Hukum Ungkap Kliennya Sempat Didatangi Anton di Rutan

Asfia menjelaskan, saksi mahkota adalah terdakwa yang memberikan kesaksian terhadap terdakwa lain dalam perkara pidana yang sama.
Meskipun istilah ini tidak secara eksplisit diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), praktik penggunaan saksi mahkota telah berkembang dalam sistem peradilan Indonesia.
Asfia menerangkan, dalam kasus penembakan ini, perlu dipastikan bahwa penggunaan saksi mahkota tidak disalahgunakan sebagai alat untuk menekan atau mengorbankan individu tertentu dalam proses hukum.
"Sebagai saksi mahkota, MH seharusnya mendapatkan perlindungan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban," katanya.
Asfia menambahkan, dalam Pasal 10 ayat (1) undang-undang tersebut, disebutkan bahwa saksi, korban, atau saksi pelaku yang memberikan keterangan dalam suatu perkara tidak dapat dituntut secara hukum atas kesaksiannya, kecuali jika kesaksian tersebut diberikan dengan itikad tidak baik.
Lebih lanjut, Hilyatul Asfia menegaskan, keadilan substantif dalam kasus ini harus dikedepankan.
Jika MH memiliki peran yang signifikan dalam mengungkap fakta sebenarnya dan membantu membongkar kejahatan, maka perlindungan sebagai Justice Collaborator (JC) harus diprioritaskan.
"Status JC ini memberikan hak-hak tertentu kepada MH, termasuk perlindungan dari intimidasi dan ancaman," ungkap Asfia.
Dirinya juga mengingatkan, kasus ini berpotensi menjadi preseden bagi perlindungan saksi dalam kasus lain.
Dikatakan Asfia, jika penegakan hukum tidak menjamin perlindungan bagi saksi mahkota seperti Muhammad Haryono, hal ini dapat menimbulkan dampak negatif terhadap keberanian saksi lain dalam memberikan kesaksian di masa depan.
Karena itu, Asfia mendukung keterlibatan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dalam memberikan perlindungan penuh kepada Muhammad Haryono agar proses peradilan tetap berjalan secara adil dan tidak berpihak.
Hilyatul Asfia juga mengajak publik untuk mengawasi jalannya kasus ini secara kritis dan meminta aparat penegak hukum bertindak secara profesional dan independen dalam menangani kasus penembakan warga sipil di Katingan.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.