Berita Kalteng

Hari Perempuan Internasional di Kalteng, Tuntut Ruang Aman hingga Berdaulat Atas Sumber Daya Alam

Debora juga menyoroti kekerasan seksual terhadap perempuan yang sudah berada di titik yang mengkhawatirkan. 

Penulis: Ahmad Supriandi | Editor: Haryanto
TRIBUNKALTENG.COM/AHMAD SUPRIANDI
POSE LAWAN - Foto bersama pada HPI 2025 di Palangka Raya, berpose dengan menunjukkan telapak tangan sebagai bentuk perlawanan pada kekerasan terhadap perempuan, Sabtu (8/3/2025). 

TRIBUNKALTENG.COM, PALANGKA RAYA - Perempuan di Kalimantan Tengah (Kalteng) belum sepenuhnya memiliki ruang aman dari kekerasan dan pelecehan. Mereka juga belum berdaulat atas pangan dan dan sumber daya alam mereka. 

Hal itu terungkap dalam peringatan Hari Perempuan Internasional atau HPI 2025 di Palangka Raya, Sabtu (8/3/2025). Kegiatan ini diselenggarakan oleh berbagai organisasi masyarakat sipil di Kalteng. 

Peringatan HPI 2025 itu mengangkat tema 'Wujudkan Kedaulatan Perempuan'. Priska, koordinator kegiatan, mengatakan, tema itu dipilih karena saat ini perempuan dinilai masih belum berdaulat dan sering menerima perilaku diskriminasi. 

"Perempuan masih belum berdaulat atas ruang aman di lingkungan kerja, kampus, sekolah, yang mana masih banyak terjadi kekerasan seksual terhadap perempuan. Bahkan terjadi juga di lingkungan pendidikan," ujar Priska. 

Baca juga: Aksi HPI 2025 di Kalteng, Perlawanan Perempuan Dayak Terhadap Kekerasan Lewat Tarian

Diskriminasi, kata Priska, juga terjadi di lingkungan pekerjaan. Perempuan masih belum mendapatkan hak cuti yang penuh, seperti cuti melahirkan dan cuti haid. 

"Apalagi perempuan-perempuan buruh, baik pertambangan maupun perkebunan sawit, juga masih belum mendapatkan hak normatifnya," ujarnya. 

Debora Agnesia, mahasiswa dan aktivis perempuan dari Pangkalan Bun, dalam peringatan HPN 2025 ini, juga menyampaikan bahwa perempuan masih belum mendapat ruang aman, baik secara fisik maupun psikologis. 

Debora juga menyoroti kekerasan seksual terhadap perempuan yang sudah berada di titik yang mengkhawatirkan. 

"Berdasarkan data dari Komnas Perempuan, ada 457 ribu kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan keluarga, pekerjaan, media sosial. Ada juga kekerasan oleh negara," ujarnya. 

Kemudian, berdasarkan Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN), pada tahun 2024, 1 dari 4 perempuan di Indonesia pernah mengalami kekerasan fisik maupun mental. 

Debora mengungkapkan, data atau laporan terkait kekerasan seksual terhadap perempuan itu adalah fenomena gunung es. Artinya, yang terlapor lebih sedikit dibanding yang tidak terlapor. 

Menurutnya, perlu ada komitmen bersama untuk menciptakan ruang dimana perempuan merasa aman, bukan hanya fisik tapi juga psikologis. 

"Ruang aman untuk perempuan itu adalah ruang dimana perempuan mendapat jaminan tidak ada siapapun yang "berlaku keras" kepadanya, bukan hanya ruangan secara fisik, tapi juga tentang perspektif, pola pikir atau paradigma, yang mana perempuan juga lebih dihargai pendapatnya dan tidak dipandang lebih rendah," jelasnya. 

Selain soal ruang aman, pada HPI 2025 ini juga menyoroti soal kedaulatan perempuan terhadap sumber daya alam. 

Saat ini, perempuan masih belum berdaulat atas sumber daya alam. Misalnya, proyek strategis nasional (PSN) seperti cetak sawah dan food estate di Kalteng, yang disebut untuk menyejahterakan rakyat, namun menghilangkan nilai-nilai tradisional masyarakat lokal. 

Halaman
12
Sumber: Tribun Kalteng
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved