Berita Palangkaraya

Minim Sumbangan Peningkatan Ekonomi Kalteng, Industri Eksploitasi Alam Tak Lagi Bisa Diharap

Pertumbuhan ekonomi di Kalteng dari sektor SDA tak begitu menggeliat, industri eksploitasi alam perkebunan sawit dan pertambangan tak lagi bisa digara

Penulis: Ahmad Supriandi | Editor: Sri Mariati
Tribunkalteng.com/Ahmad Supriandi
KONFERENSI PERS - Dalam konferensi pers berita resmi statistik di ruang Vcon BPS Kalteng, Rabu (5/2/2025), terungkap, industri ekploitasi alam tak lagi bisa diharap untuk menyumbang pertumbuhan ekonomi. 


Senada dengan Agnes, pengamat ekonomi Universitas Palangka Raya (UPR), Fitria Husnatarina, juga menyebut, menurunnya ekspor hasil industri eksploitasi berdampak pada pertumbuhan ekonomi. 

Dia mengungkapkan, saat ini negara-negara yang biasa menjadi tujuan ekspor Indonesia termasuk Kalteng, sudah melihat dampak dari industri eksploitasi alam

"Negara-negara tersebut kemudian membuat kebijakan tentang klaster industri ekstraktif yang berpengaruh pada menurunnya eksplorasi di Indonesia dan tentu berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi termasuk di Kalteng," ujar Fitria, Kamis (6/2/2025). 

Saat ini, banyak negara termasuk Indonesia yang mulai beralih ke energi terbarukan dan ekonomi hijau. Meskipun industri eksploitasi masih berdampak pada ekonomi, hal itu juga sejalan dengan meningkatnya bencana ekologis. 

Kondisi seperti ini, lanjut Fitria, tentu mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Kalteng. Menurutnya, pemerintah perlu menyiapkan alternatif agar tidak hanya bergantung pada industri ekstraktif. 

"Perlu ada semacam improvisasi dari kita sendiri untuk beralih dari industri ekstraktif, jangan menunggu nanti-nanti," tegasnya. 

Menanggapi menurunnya potensi industri eksploitasi alam ini, Asisten Perekonomian dan Pembangunan (Ekbang) Setda Kalteng, Sri Widanarni, mengatakan, Pemprov sudah memikirkan agar Kalteng tidak hanya bergantung pada CPO dan sektor pertambangan. 


"Seperti kelautan dan perikanan yang selama ini juga sudah dilakukan pemerintah daerah, kemudian dari sektor pertanian, peternakan, dan pariwisata," jelasnya. 


Sri membeberkan, Gubernur juga menginstruksikan agar sektor lain selain perkebunan dan pertambangan bisa lebih dikembangkan. Apalagi, saat ini Kalteng dipilih menjadi satu di antara lokasi proyek strategis nasional. 

"Mudah-mudahan dengan proyek strategis di Kalteng kita tidak akan lagi tergantung pada CPO dan pertambangan, walaupun sektor itu masih digunakan tetapi disesuaikan dengan daya tampung di daerah," ungkapnya. 

Selain itu, hilirisasi produk perkebunan dan pertambangan juga menjadi prioritas Pemprov Kalteng. 

"Ke depan yang diekspor tidak lagi bahan mentah tetapi diolah sehingga menjadi sebuah produk yang memiliki nilai tambah," kata Sri. 

Sementara itu, Manajer Advokasi, Kampanye, dan Kajian Walhi Kalteng, Janang Firman Palanungkai, mengatakan yang perlu diperhatikan dari hilirisasi adalah menyelesaikan persoalan sosial dan lingkungan serta menciptakan komitmen transisi energi. 

Namun, menurut Janang, hilirisasi juga belum tentu menyelesaikan hal tersebut, karena bisa jadi industri justru akan masif ke Hutan Tanaman Energi (HTE) dan malah akan meningkatkan angka deforestasi. 

"Sebenarnya ini sudah sering kita suarakan. Bicara peningkatan ekonomi apalagi di tingkat kampung akan berdampak signifikan. Pengaturan antara industri hulu dan hilir mestinya dibangun secara seimbang dengan tetap mempertimbangkan sistem berkelanjutan secara lingkungan dan ekonomi," kata Janang. 

Halaman
123
Sumber: Tribun Kalteng
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved