Berita Palangkaraya

Walhi Soroti Rencana Cetak Sawah di Kalteng, Bayu Herinata: Potensi Bencana Banjir dan Karhutla

Rencana pemerintah kembali untuk program cetak sawah 3 juta hektare di Kalteng terungkap saat rakor Optimalisasi Lahan (OPLAH), berpotensi bencana

|
Penulis: Ahmad Supriandi | Editor: Sri Mariati
Tribunkalteng.com/Pangkan Bangel
Presiden Jokowi saat menghampiri para petani yang sedang menanam padi di sawah, Desa Bapeang, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, Rabu (26/6/2024). 

TRIBUNKALTENG.COM, PALANGKARAYA - Pemerintah bakal mencetak sawah di Kalimantan Tengah (Kalteng) seluas 621.684 hektare atau lebih dari 9 kali luas DKI Jakarta.

Menteri Pertanian Republik Indonesia atau Mentan RI, Andi Amran Sulaiman, mengunjungi Palangkaraya, Kalteng pada Selasa (20/8/2024).

Rupanya, kunjungan tersebut dalam rangka Rapat Koordinasi Optimalisasi Lahan (OPLAH) dan peninjauan kawasan food estate di Dadahup, Kapuas, Kalteng.

Amran memaparkan tentang rencana pemerintah menyiapkan seluas tiga juta hektare untuk mencetak sawah di sejumlah daerah seperti, Pulau Kalimantan, Sumatra, Sulawesi dan Papua.

Tiga juta lahan itu digarap selama tiga tahun dengan masing-masing satu juta hektare setiap tahunnya.

Tahun pertama, pemerintah bakal menggarap lahan di Papua Selatan (Merauke), Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, dan Sumsel.

Lalu, cetak sawah di tahun kedua di Papua Selatan, Kalteng, Papua Barat, Kalbar dan Riau.

Sedangkan pada tahun ketiga, di Sumsel, Kalteng, Papua Selatan, Papua, dan Kalimantan Utara.

Amran mengungkapkan, Kalteng memiliki lahan pertanian seluas 2,4 juta hektare, yang mana 621.684 hektare akan digunakan untuk program cetak sawah.

Karena itu, Ia menilai Kalteng berpotensi menjadi lumbung pangan nasional.

“Jika dikelola dengan baik, dalam 3 sampai 5 tahun ke depan, Kalimantan Tengah bisa mengatasi kekurangan beras nasional sebesar 4 juta ton. Dana untuk ini sudah kami siapkan dari pusat,” lanjutnya.

Ada tiga jenis lahan yang digunakan untuk rencana cetak sawah ini, yakni Area Penggunaan Lain (APL), kawasan Hutan Produksi (HP) dan kawasan Hutan Produksi Konversi (HPK).

Rencana cetak sawah juga melibatkan pihak ketiga PT Citra Borneo Indah atau CBI.

Amran menjelaskan, fokus awal program ini memprioritaskan APL sekira 400.000 hektare, dengan target penyelesaian dalam 2 hingga 3 tahun.

Meski periode Presiden Jokowi segera berakhir, Amran menyebut, program ini diproyeksikan untuk berlanjut ke Presiden selanjutnya.

Sementara itu, Asisten Perekonomian dan Pembangunan (Ekbang) Sekda Kalteng, Sri Widanarni mengatakan, optimalisasi lahan dan cetak sawah baru sangatlah penting untuk meningkatkan produktivitas pangan, khususnya padi.

"Meskipun upaya ini menghadapi berbagai tantangan, seperti pengelolaan sumber daya air dan perubahan iklim, saya yakin dengan gotong royong dan inovasi, kita dapat mengatasinya,” ucap Sri.

Dalam rapat koordinasi itu juga dipaparkan tindak lanjut perencanaan cetak sawah. Di APL, mekanisme kerjasama petani dengan pihak ketiga dan cetak sawah melibatkan TNI menggunakan dana CSR.

Sedangkan di lahan HP dan HPK pemerintah akan melakukan pelepasan kawasan serta bekerjasama dengan pihak ketiga.

Rencana cetak sawah ini berpotensi menimbulkan bencana ekologis seperti banjir dan karhutla.

Direktur Walhi Kalteng, Bayu Herinata mengungkapkan, rencana cetak sawah seluas 621.684 hektare di Kalteng bakal mengeksploitasi lahan gambut.

"Karena secara teknis itu akan menghilangkan permukaan lahan gambut untuk dijadikan sawah dan bangunan irigasi," kata Bayu, Rabu (21/8/2024).

Menurut Bayu, program cetak sawah ini bertentangan dengan fungsi lahan gambut dan upaya pemerintah untuk memperbaiki fungsi lahan gambut.

Apalagi, wilayah-wilayah yang dijadikan lahan untuk cetak sawah sudah diidentifikasi sebagai lahan gambut yang telah rusak serta menjadi pemicu banjir dan lahan.

"Konsep cetak sawah ini mesti ditinjau ulang karena bisa berdampak pada kerusakan lingkungan," lanjut Bayu.

Bayu menambahkan, eksploitasi lahan gambut demi cetak sawah ini bukan hanya merusak likungan tapi juga berdampak negatif pada masyarakat karena bencana banjir dan karhutla.

Ia memberi contoh blok A bekas Pengembangan Lahan Gambut (PLG) yang sempat dijadikan lahan untuk program lumbung pangan atau food estate. 

Wilayah itu kemudian menjadi langganan banjir. Blok A eks PLG ini kembali masuk ke dalam area rencana cetak sawah.

Baca juga: Optimalisasi Lahan di Luar Food Estate, Wagub Kalteng H Edy Pratowo Sebut Tersebar di 10 Kabupaten

Program cetak sawah tersebut, lanjut Bayu, tidak cocok dengan karakteristik lahan dan budaya pertanian lokal di Kalteng.

Dirinya menjelaskan, jika program cetak sawah itu dilakukan dengan membuka lahan dalam satu hamparan dan hanya menanam satu komoditas, maka program itu berpotensi gagal.

Lebih lanjut, Bayu menyebut, masyarakat lokal Kalteng sebenarnya telah terbukti mampu memproduksi pangan dengan sistem berladang tradisional.

"Mestinya program ketahanan pangan di Kalteng ini bisa menyesuaikan sistem berladang tradisional yang telah terbukti bisa memenuhi kebutuhan pangan bahkan surplus," ucap Bayu. (*)

 

Sumber: Tribun Kalteng
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved