Solidaritas Perempuan Mamut Menteng Kalteng Soroti Dampak Pengurangan Hutan terhadap Perempuan Adat

Irene Natalia dari Solidaritas Perempuan Mamut Menteng Kalteng mengungkapkan, pengurangan hutan secara signifikan mempengaruhi akses.

Penulis: Ahmad Supriandi | Editor: Haryanto
TRIBUNKALTENG.COM/AHMAD SUPRIANDI
Irene Natalia dari Solidaritas Perempuan Mamut Menteng menyebut luas hutan yang terus berkurang berdampak negatif pada perempuan adat, Minggu (11/8/2024). 

TRIBUNKALTENG.COM, PALANGKA RAYA - Hutan merupakan sumber kehidupan vital bagi masyarakat suku Dayak di Kalimantan Tengah (Kalteng).

Namun, penurunan luas tutupan hutan berimbas negatif, terutama pada perempuan suku adat Dayak.

Irene Natalia dari Solidaritas Perempuan Mamut Menteng Kalteng mengungkapkan, pengurangan hutan secara signifikan mempengaruhi akses dan kontrol perempuan adat terhadap sumber pangan.

Selama ini, kata Irene, perempuan Dayak mengandalkan hutan sebagai sumber makanan dan penghidupan keluarga mereka.

"Hilangnya hutan berdampak pada berkurangnya keanekaragaman hayati yang menjadi sumber pangan protein dan bervariasi. Hal ini jelas merugikan masyarakat, terutama perempuan," kata Irene, Minggu (11/08/2024).

Baca juga: Pemkab dan DPRD Kotim Setujui Perda Pengakuan Hukum Adat Dayak dan Raperda KUA dan PPAS TA 2024

Selain sebagai sumber pangan, hutan juga menyediakan obat-obatan tradisional dan memiliki nilai spiritual bagi masyarakat adat Dayak.

Penurunan luas hutan mengancam ruang spiritual yang krusial bagi upacara adat, di mana perempuan memiliki peran penting dalam upacara ini.

Irene menambahkan, kehilangan kontrol atas hutan menyebabkan perempuan adat kesulitan memenuhi kebutuhan pangan keluarga dan berpotensi menjadi korban kekerasan.

"Perempuan yang memikirkan kebutuhan pangan keluarga kini harus beralih dari petani atau peladang menjadi buruh, yang seringkali menghadapi kekerasan."

Irene menekankan perlunya keterlibatan perempuan adat dalam pembuatan kebijakan dan program pemerintah.

Selama ini, lanjutnya, banyak program yang masuk ke desa dan tidak melibatkan perempuan secara signifikan serta tidak memperhatikan manfaatnya bagi mereka.

"Kebijakan seharusnya tidak menjadikan perempuan sebagai objek, tetapi sebagai subjek yang memiliki peran penting dalam pengambilan keputusan," tutupnya. (*)

Sumber: Tribun Kalteng
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved