Pondok Konservasi Hutan Jerumbun Kobar

Pengelola FNPF Konservasi Jerumbun, Ternyata Dulunya Juga Sempat Terlibat Dalam Perusakan Hutan

Jerumbun satu di antara lokasi konservasi yang dikelola oleh lembaga non-pemerintah Friends of National Park Foundation (FNPF) sejak 2013.

|
Penulis: Ahmad Supriandi | Editor: Fathurahman
TRIBUNKALTENG.COM/AHMAD SUPRIANDI
Hendri, satu di antara Pengelola FNPF sedang menyiapkan bibit yang akan di tanam oleh relawan konservasi di Jerumbun, Jumat (23/2/2024). 

TRIBUNKALTENG.COM, PANGKALAN BUN - Pengelola FNPF atau Friends of National Park Foundation ternyata dulunya juga turut andil dalam perusakan hutan di lokasi tersebut.

Jerumbun merupakan satu di antara lokasi konservasi yang dikelola oleh lembaga non-pemerintah Friends of National Park Foundation atau FNPF sejak 2013.

Uniknya, Friends of National Park Foundation  atau FNPF  yang mengelola Jerumbun itu pernah jadi bagian yang melakukan pengrusakan hutan.

Seperti di Jerumbun yang sebelumnya menjadi lokasi tambang rakyat atau tambang ilegal. Kerusakan itu bahkan masih terlihat seperti lahan terbuka di Jerumbun bekas aktivitas tambang ilegal.

Baca juga: Tambang Ilegal, Kebakaran dan Pembukaan Kebun Sawit, Jadi Ancaman Kelestarian Hutan Jerumbun

Sekelompok orang yang dipertemukan di FNPF, berpatungan mengumpulkan uang untuk membeli lahan yang berstatus Area Penggunaan Lain (APL) pada tahun 2008.

Saat mereka membeli lahan di Jerumbun kondisinya begitu mengkhawatirkan dan terus memburuk.

Pasalnya kala itu Jerumbun tidak hanya dijadikan lokasi tambang ilegal dan korban karhutla namun ekspansi kebun sawit juga mengancam pohon-pohon di Jerumbun.

Sedikit demi sedikit lahan Jerumbun yang dijadikan konservasi terus meluas hingga akhirnya berhasil dicegah rusak lebih parah karena staf FNPF hingga saat ini sudah menanam ribuan pohon di konservasi Jerumbun.

Pagi itu, Jumat (23/2/2024) suhu terasa begitu dingin di Pondok Konservasi Jerumbun usai diguyur hujan sejak tengah malam. Meski dingin udaranya sejuk dan embunnya juga terasa menyegarkan.

Suasana pagi itu di Jerumbun bagi sebagian orang mungkin menjadikannya waktu untuk bermalas-malasan atau kalau kata anak muda zaman sekarang suasananya membuat malas bergerak alias mager.

Mager tak berlaku bagi Hendri (48) satu di antara staf FNPF penjaga hutan di Jerumbun. Sekira pukul 05.30 WIB baju pria itu sudah basah oleh peluh bercampur embun saat sedang bekerja di sekitar persemaian bibit pohon di Jerumbun.

Sudah menjadi pekerjaan Hendri sebagai staf FNPF untuk menyiapkan bibit pohon untuk ditanam oleh relawan konservasi yang berkunjung ke Jerumbun.

"Keseharian saya memang begini, kalau tidak ada relawan yang ingin menanam pohon saya merawat bibit dan pohon yang sudah ditanam sebelumnya," ucap Hendri.

Hendri menceritakan bergabung dengan FNPF sebagai penjaga konservasi di Jerumbun pada akhir tahun 2012. Sebelum bekerja untuk kelestarian hutan bersama FNPF kisah Hendri sebelumnya sangat bertolak belakang dengan apa yang dilakukannya saat ini.
  
Ya, Hendri dulu 'penjahat' bagi hutan dan satwa yang ada didalamnya karena ia pernah menjadi bagian dari tambang ilrgal sebelum menasbihkan diri menjadi penjaga hutan.

Hendri juga pernah terlibat mengeruk emas di hutan Jerumbun, tempat yang ia jaga saat ini.

Pria asal Banjarmasin, Kalimantan Selatan (Kalsel) itu menceritakan mengenal tambang sejak masih di bangku Sekolah Dasar (SD).

"Saya sejak kelas 5 SD sudah ikut menambang emas," ucap Hendri.

Lokasi tambang ilegal selalu berpindah-pindah guna menghindari kejaran aparat kepolisian. Bertahun-tahun Hendri bergulat dengan tambang ilegal hingga sekira tahun 2007 ia menjadi bagian dari perusak hutan di Jerumbun.

Hendri yang kala itu berdomisili di Sekonyer, Kumai, Kotawaringin Barat sempat bekerja di tambang ilegal di Jerumbun dan sekitarnya. Saat Jerumbun pertama kali di beli oleh sekelompok orang dari FNPF Hendri sudah tak lagi menambang di lokasi itu, namun di Jerumbun luka yang ditinggalkan Hendri dan rekannya sesama penembang emas masih membekas di Jerumbun hingga saat ini.

Hendri terus merusak hutan melalui aktivitasnya sebagai penambang emas ilegal hingga akhir tahun 2012 kegiatan FNPF merestorasi hutan di Jerumbun menyadarkan Hendri bahkan kini menjadi bagian dari usaha untuk memperbaiki dan menjaga Jerumbun dari ancaman yang dihadapinya.

Baca juga: Menteri Siti Nurbaya soal Luasan Hutan di Kalteng: jika Perda Belum Berubah, maka Masih Sama

Meski tergabung di FNPF yang memiliki visi menghijaukan kembali hutan yang telah rusak bagi Hendri apa yang dilakukannya saat ini layaknya penebusan dosa atas apa yang telah dilakukannya di masa lalu.

"Sekarang malah lebih nyaman saya bekerja, selain suasana di hutan lebih tenang saya juga tidak perlu melakukan pekerjaan yang ilegal," kata Hendri.

Kini keseharian Hendri dilalui dengan aktivitas yang bertujuan untuk menjaga konservasi di Jerumbun, menyemai bibit pohon, menanam pohon, serta berpatroli untuk mencegah pembalakan liar dan kebakaran hutan.

"Kalau tidak ada jadwal relawan menanam pohon biasanya saya merawat pohon-pohon yang baru ditanam," ungkap Hendri.

Koordinator Reforestasi FNPF, Basuki mengatakan, di FNPF khususnya staf di Jerumbun memang ada beberapa yang memiliki masa lalu bertolak belakang dengan tujuan FNPF termasuk Basuki sendiri.

Ia mengakui lebih parah merusak hutan jika dibandingkan dengan Hendri yang hanya menggali tambang emas dan luasnya hanya sekira 10 hektare saja.

Sekira tahun 2000'an di Kalimantan Timur (Kaltim) Basuki pernah bekerja di industri kayu yang memiliki izin sehingga membuatnya terlibat pembukaan hutan ratusan bahkan bisa jadi ribuan hektare.

"Karena dulu pekerjaan saya legal jadi lebih leluasa terlibat menebang dan merusak hutan," tutur Basuki.

Basuki pertama kali mengetahui tentang FNPF sekira tahun 2004 saat menjadi relawan konservasi di lokasi konservasi bernama Pesalat yang berada tak jauh dari Taman Nasional Tanjung Puting (TNTP), akan tetapi waktu itu ia belum resmi bergabung dengan FNPF.

"Saya baru bergabung dengan FNPF sekira tahun 2008," jelas Basuki.

Basuki merupakan satu di antara inisiator pondok konservasi di Jerumbun. Sekira tahun 2008, Basuki dan rekan-rekannya di FNPF mengumpulkan uang untuk membeli lahan di Jerumbun yang saat itu menjadi lokasi tambang ilegal, terbakar, terancam kebun sawit yang terus meluas.

Tak hanya itu status kawasan di Jerumbun adalah Area Penggunaan Lain (APL) sehingga ancaman Jerumbun akan dibuka lebih luas sangat mungkin terjadi, bahkan sepengetahuan Basuki sudah ada izin tambang di sekitar wilayah konservasi Jerumbun.

Kondisi mengkhawatirkan itu membuat Basuki dan kawan-kawan rela menyisihkan uang mereka untuk membeli lahan di Jerumbun sedikit demi sedikit hingga akhirnya Jerumbun yang dikelola oleh FNPF sebagai lokasi konservasi sudah memiliki luas 104 hektare.

"Apa yang saya lakukan sekarang hal yang bertolak belakang dengan apa yang dulu saya lakukan, sekarang saya ikut menjaga hutan," tegas Basuki.

Manager FNPF, Samsu mengakui jika Jerumbun memang dirawat dan dilindungi oleh mantan 'penjahat' hutan yang merusak lingkungan baik secara legal maupun ilegal.

"Bahkan saya pun juga pernah menjadi penebang pohon ilegal," ungkap Samsu.

Karena pekerjaan ilegal itu Samsu pernah merasakan moncong pistol masuk ke dalam mulutnya. Kejadian itu sudah 23 tahun yang lalu tapi begitu membekas di ingatan Samsu.

Saat itu Samsu atau Isam sapaan akrabnya bersama empat rekannya hendak melakukan aktivitas menebang pohon secara ilegal seperti biasa. Namun sialnya mereka tidak mengetahui lokasi itu sudah dipantau oleh aparat.

Ketika itu mereka bertemu dengan sejumlah pria yang mengaku sebagai aparat kepolisian yang sedang melakukan razia pembalakan liar.

Sontak wajah Samsu dan rekan-rekannya berubah menjadi pucat pasi saat bertemu dengan aparat dan langsung menginterogasi mereka tentang keberadaan alat yang mereka gunakan untuk menebang pohon.

Awalnya Samsu menolak memberitahukan keberadaan alat itu dan membuat aparat harus menginterogasi dengan cara kasar dan memasukan moncong senjata ke dalam mulut Samsu.

Baca juga: Populasi Orangutan Kalimantan Tersisa 57.350 Individu, Alih Fungsi Hutan ke Perkebunan Jadi Ancaman

"Saat itu badan saya gemetar dan sangat ketakutan akhirnya saya beritahu lokasi alat itu," jelas Samsu.

Selain pembalakan liar Samsu juga pernah terlibat tambang ilegal hingga sekira tahun 2004 ia dihubungi seseorang dari FNPF melalui ayahnya yang mengajaknya untuk bergabung dengan FNPF.

Sejak itu Samsu terus menjaga komitmennya untuk berubah dari perusak hutan jadi penjaga hutan.

Samsu juga ikut bersama Basuki untuk membeli lahan di Jerumbun dan turut berpatisipasi mengembangkan pondok konservasi di Jerumbun.

"Banyak tawaran pekerjaan lain sebenarnya, tapi saya merasa nyaman dengan menjaga hutan seperti ini," terang Samsu.

Para mantan pejahat hutan itu kini bahu membahu menjaga dan melindungi hutan di Jerumbun dan hutan-hutan lainnya dari segala ancaman yang berpotensi merusak hutan serta satwa di dalamnya.

"Kami merasa menjaga hutan bukan hanya pekerjaan tapi karena hutan juga penting untuk manusia," tutup Samsu. (*)

 

 

Sumber: Tribun Kalteng
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved