Berita Palangkaraya

Bayi Meninggal Pascaoperasi, Orang Tua dan Kuasa Hukum Laporkan RSUD Doris Sylvanus ke Polda Kalteng

RSUD Doris Sylvanus Palangkaraya dilaporkan ke Polda Kalteng, karena diduga melakukan malapraktik terhadap penanganan bayi meninggal Pascaoperasi.

Penulis: Pangkan B | Editor: Fathurahman
TRIBUNKALTENG.COM / PANGKAN BANGEL
Mieske Angelina (kiri), Afner Juliwarno (tengah), dan Parlin B Hutabarat (kanan) saat melaporkan dugaan malapraktik pihak RSUD Doris Sylvanus Palangkaraya ke Polda Kalteng, Senin (5/2/2024). 

TRIBUNKALTENG.COM, PALANGKARAYA - RSUD Doris Sylvanus Palangkaraya kini tengah diterpa isu dugaan malapraktik oleh tenaga medis atau tenaga kesehatan (Nakes).

Isu dugaan Malapraktek yang menerpa RSUD Doris Sylvanus tersebut ramai diperbincangkan akibat penanganan seorang bayi meninggal pascaoperasi.

Bayi meninggal pascaoperasi di RSUD Doris Sylvanus Palangkaraya tersebut merupakan anak dari pasangan suami istri (Pasutri) Afner Juliwarno dan Meiske Angglelina.

Kuasa Hukum, Parlin B Hutabat mendampingi Pasutri tersebut melapor ke Polda Kalteng atas dugaan malapraktik oleh Tenaga Medis RSUD Dr Doris Sylvanus tersebut.

“Terlapor membuat lampiran adanya dugaan malapraktik terhadap bayi dari kliennya terhadap tenaga medis yang melakukan penanganan pada 9 Januari 2024 lalu,” terangnya, Senin (5/2/2024).

Baca juga: Bayi Meninggal Pascaoperasi, Orang Tua Lapor Polisi, Ini Tanggapan Pihak RSUD Doris Sylvanus

Baca juga: Seorang Bayi Meninggal Pascaoperasi, Orang Tua Tak Terima Lapor ke Ditreskrimsus Polda Kalteng

Baca juga: Viral, Nenek Sakit Perut Dalam Waktu Lama, Hasil USG Ternyata Isinya Bayi Membatu, Ini Penjelasanya

Ia mengatakan tenaga medis atau tenaga kesehatan RSUD Doris Sylvanus patut diduga melakukan tindak pidana malapraktik.

“Tindak pidana malapraktik tersebut sebagaimana ketentuan Pasal 440 ayat (2) Undang-Undang (UU) Nomor 17 tahun 2023 tentang kesehata Juncto Pasal 359 KUH Pidana,” terangnya.

Pasal 440 ayat (2) berbunyi Jika kealpaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kematian, setiap Tenaga Medis atau Tenaga Kesehatan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000.

Serta Pasal 359 KUH Pidana berbunyi barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.

Pelaporan tersebut dilakikan karena diduga ada diagnosis dari dokter yang tidak dilakukan dengan benar.

Pasien semula didiagnosa mengalami sakit Megacolon Congenital atau Hirschsprung, namun berubah menjadi penyakit Atresia ketika dilakukan tindakan operasi.

“Dugaan diagnosis yang tidak benar membuat orang tua pasien tidak mendapatkan penjelasan yang memadai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 293 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 17 tahun 2023 tentang Kesehatan,” terang Parlin.

Dirinya pun meminta kepada Kapolda Kalteng untuk segera menindaklanjuti pengaduannya tersebut.

“Saya meminta kepada Kapolda Kalteng agar segera menindaklanjuti pengaduan tersebut sebagai bentuk penegakan hukum sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” pintanya.

“Ada sejumlah kejanggalan pada proses penanganan bayi dari klien kami yang telah dijelaskan dalam kronologis. Kami berharap keadilan dapat ditegakan sesuai peraturan yang berlaku,” tutur Parlin B Hutabarat.

Halaman
12
Sumber: Tribun Kalteng
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved