Berita Palangkaraya

Bentuk Perlawanan Kepada PBS, Perempuan Adat di Kalteng Pilih Budidayakan Kopi

bentuk perlawanan kepada PBS yang kerap masih dianggap membawa nampak negatif bagi SDA yang ada di Kalteng, perempuan Kalteng budidaya kopi

Penulis: Devita Maulina | Editor: Sri Mariati
Tribunkalteng.com/Devita Maulina
Sri Eldawati menunjukan kopi hasil budidaya kaum perempuan dari Komunitas Solidaritas Perempuan (SP) Mamut Menteng. 

TRIBUNKALTENG.COM, PALANGKARAYA - Banyaknya perusahaan besar swasta (PBS) yang beroperasi di wilayah Kalimantan Tengah (Kalteng), rupanya dinilai membawa dampak negatif bagi Kearifan lokal masyarakat, terutama para perempuan adat.

Seperti yang diungkapkan oleh anggota Komunitas Solidaritas Perempuan (SP) Mamut Menteng, Sri Eldawati.

Ia menceritakan, dulu kala masyarakat adat telah terbiasa hidup sebagai petani, nelayan, maupun berburu di hutan.

Namun, kemudian datangkan PBS, khususnya yang bergerak di bidang pertambangan dan perkebunan kelapa sawit, yang seolah merampas sumber daya alam (SDA) yang ada.

“Pada awalnya kami punya lahan untuk berladang setiap tahun, tapi sekarang hanya tinggal sedikit. Ditambah larangan membakar lahan,” tuturnya, Senin (13/03/2023).

Untuk informasi, memang dulu kebanyakan para petani tradisional di Kalteng terbiasa menggunakan cara membakar ketika membuka lahan pertanian.

Baca juga: Kasus Kekerasan Perempuan dan Anak di Palangkaraya Menurun, Penyelesaian Melalui Mediasi

Baca juga: Berikut Kronologi Band Radja Diancam Dibunuh dan Disekap Usai Konser, Ian Kasela Cs Disekap

Karena cara ini dinilai cepat, hemat biaya, dan tanah pertanian pun akan menjadi lebih subur dari sisa pembakaran.

Namun, dengan adanya musibah kebakaran dan asap yang beberapa kali terjadi di tanah Kalimantan, sehingga pemerintah mengeluarkan peraturan terkait larangan membakar lahan dengan alasan apapun.

Meski tujuannya bagi, akan tetapi aturan tersebut masih menyisakan pro-kontra di masyarakat.

Sementara itu, Sri melanjutkan selain lahan yang berkurang, limbah dari perusahaan juga dinilai menjadi penyebab lingkungan yang tercemar, sehingga kurang layak untuk ditanami padi.

Setidaknya, hal itulah yang terjadi di Desa Mantangai Hulu, Kecamatan Mantangai, Kabupaten Kapuas, Kalteng,

Sebenarnya, masyarakat adat pun telah berupaya meminta solusi kepada aparat berwenang dan perusahaan terkait, namun tak membuahkan hasil.

Maka, sebagai bentuk perlawanan kepada PBS perempuan adat setempat memilih untuk membudidayakan tumbuhan kopi.

“Sejak tahun 2017 kami beralih untuk membudidayakan kopi di lahan gambut, karena sudah tidak lagi menanam padi. Ini sebagai bentuk perlawanan kami kepada perusahaan kelapa sawit,” ungkapnya.

Dengan membudidayakan kopi, para perempuan adat yang juga petani ingin menunjukan bahwa mereka masih bisa bertahan meski kondisi semakin sulit.

Halaman
12
Sumber: Tribun Kalteng
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved