Siapa Dokter Terawan? Gegara Vaksin Nusantara dan Terapi Cuci Otak Diberhentikan Permanen dari IDI

MKEK IDI memberhentikan secara permanen keanggotaan dokter Terawan di IDI karena Vaksin Nusantara dan terapi cuci otak

Editor: Dwi Sudarlan
tribunnews.com
Dokter Terawan Agus Putranto yang diberhentikan secara permanen dari IDI. 

TRIBUNKALTENG.COM, JAKARTA - Terapi cuci otak dan Vaksin Nusantara menjadi alasan Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Ikatan Dokter Indonesia (MKEK IDI) memberhentikan secara permanen mantan Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto dari keanggotaan IDI

Keputusan pemberhentian permanen Dokter Terawan Agus Putranto tersebut ditetapkan dalam Muktamar XXXI IDI di Banda Aceh, Jumat (25/3/2022) kemarin.

Mengutip laman instagram Epidemiolog Pandu Riono, dalam video yang beredar, Ketua Panitia Muktamar ke-31 IDI dr Nasrul Musadir Alsa menyampaikan hasil keputusan sebagai berikut:

Baca juga: Aburizal Bakrie Disuntik Vaksin Nusantara oleh Terawan, Anang-Ashanty Menyusul, Begini Reaksi BPOM

Baca juga: Kocaknya Bintang Emon Sentil Menteri Terawan yang Absen di Acara Najwa Shihab

1. Meneruskan hasil keputusan rapat sidang khusus MKEK yang memutuskan pemberhentian permanen sejawat Prof Dr dr Terawan Agus Putranto, SpRad(K) sebagai anggota IDI.

2. Pemberhentian tersebut dilaksanakan oleh PB IDI selambat-lambatnya 28 hari kerja.

3. Ketetapan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Melansir Tribunnews, redaksi juga menerima pesan berisi gambar surat Majelis Kode Etik Kedokteran (MKED) kepada Ketua Umum IDI yang bertanggal 8 Februari 2022.

Dalam surat tersebut, Ketua MKED Pukovisa Prawiroharjo membeberkan sejumlah alasan mengapa pihaknya merekomendasikan pemecatan dokter Terawan.

Berikut poin-poin dalam surat tersebut.

- MKED menganggap Dokter Terawan tidak memiliki itikad baik setelah diberikan sanksi terkait metode ‘cuci otak’ pada 2018 silam. Terawan disebut belum memberikan bukti telah menjalankan sanksi etik selama periode 2018-2002.

- dokter Terawan dipecat karena mempromosikan Vaksin Nusantara secara luas meskipun penelitiannya belum selesai.

Dalam beberapa kesempatan, Dokter Terawan memang gencar mempromosikan vaksin tersebut meskipun tidak lagi menjabat sebagai Menteri Kesehatan.

- Terawan membentuk Perhimpunan Dokter Spesialis Radiologi Klinik Indonesia (PDSRKI) yang dianggap MKED tidak sesuai prosedur yang benar.

- Bahkan ada surat edaran PDSRKI yang menginstruksikan agar anggota organisasi baru ini tidak menghadiri acara IDI.

Catatan: Tribunnews masih berusaha menghubungi pihak terkait guna mengkonfirmasi isi surat ini

Siapa sosok Dokter Terawan

1. Jadi dokter di usia muda

Adapun Dokter Terawan lulus dari Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada di usia 26 tahun.

Dia kemudian melanjutkan pendidikan spesialis di Departemen Spesialis Radiologi Universitas Airlangga Surabaya.

Selanjutnya, dokter Terawan kemudian mengambil program doktor di Universitas Hasanuddin (Unhas) pada 2016.

Judul disertasi Terawan adalah "Efek Intra Arterial Heparin Flushing Terhadap Regional Cerebral Blood Flow, MOtor Evokde Potentials, dan Fungsi Motorik pada Pasien dengan Stroke Iskemik Kronis" dengan promotor dekan FK Unhas, Prof Irawan Yusuf, PhD.

Terawan mulai menjadi dokter tentara pada 1990 dan ditugaskan di berbagai wilayah, hingga akhirnya menjabat sebagai Kepala Rumah Sakit Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto Jakarta sejak 2015.

Selain itu Dokter Terawan juga merupakan salah satu dokter kepresidenan.

Dia sempat ditunjuk Jokowi untuk membantu merawat almarhum Ani Yudhoyono ketika menjalani pengobatan kanker darah di Singapura beberapa waktu lalu.

2. Kontroversi terapi cuci otak

April tahun 2018, nama DokterTerawan hangat diperbincangkan masyarakat. Saat itu Terawan memperkenalkan metode cuci otak atau brain wash yang diyakini dapat mengobati stroke.

Saat itu Dokter Terawan mengaku, terapinya memberi hasil bagus kepada pasien.

"Ada banyak pasien yang merasa sembuh atau diringankan oleh terapi cuci otak itu," kata Terawan dilansir Wartakotalive.

Di lain sisi, Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) menyebut metode Digital Substraction Angogram (DSA) atau cuci otak untuk pengobatan stroke belum teruji secara klinis.

Ketua Umum PB IDI Prof dr Ilham Oetama Marsis, SpOG mengatakan, setiap teknologi dan metode pengobatan mesti melalui uji klinis.

"Harus dibuktikan kembali bahwa dengan cara itu saja apakah bisa menggantikan terapi konservatif yang ada? Belum tentu, dia harus membuktikan," kata Marsis kepada wartawan, Senin (9/4/2018).

Marsis menjelaskan, metode dan teknik pengobatan yang diterapkan Dokter Terawan telah teruji secara akademis ketika ia memperoleh gelar doktor di bidang kedokteran.

Namun, metode tersebut tetap harus diuji secara klinis dan praktis untuk bisa diterapkan kepada masyarakat luas.

3. Dianggap melanggar kode etik IDI

Kontroversi terapi digital substraction angogram (DSA) atau cuci otak untuk pengobatan stroke berujung pada pemecatan sementara Terawan dari Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK).

Ketua MKEK, dr Prijo Pratomo, Sp. Rad, mengatakan, MKEK tidak mempermasalahkan teknik terapi pengobatan DSA yang dijalankan Dokter Terawan untuk mengobati stroke.

Namun yang dipermasalahkan adalah kode etik yang dilanggar.

"Kami tidak mempersoalkan DSA, tapi sumpah dokter dan kode etik yang dilanggar," ujarnya saat dihubungi Kompas.com pada Rabu (4/4/2018).

Prijo menyebut ada pasal Kode Etik Kedokteran Indonesia (Kodeki) yang dilanggar.

Dari 21 pasal yang yang tercantum dalam Kodeki, Dokter Terawan telah mengabaikan dua pasal yakni pasal empat dan enam.

Pada pasal empat tertulis: Seorang dokter wajib menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri.

Terawan tidak menaati itu, dan kata Prijo, Dokter Terawan mengiklankan diri. Padahal, ini adalah aktivitas yang bertolak belakang dengan pasal empat serta mencederai sumpah dokter.

Kesalahan lain dari dokter Terawan adalah berperilaku yang bertentangan dengan pasal enam.

Bunyi pasal enam Kodeki: "Setiap dokter wajib senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan atau menerapkan setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan terhadap hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat".

"Sebetulnya kami tidak mengusik disertasi yang diajukan Terawan, apalagi Prof Irawan sebagai promotor," jelas Prijo.

Namun, temuan hasil penelitian akademik yang akan diterapkan pada pasien harus melalui serangkaian uji hingga layak sesuai standar profesi kedokteran.

Bukan berarti yang sudah ilmiah secara akademik lantas ilmiah secara dunia medis.

"Ada serangkaian uji klinis lewat multisenter, pada hewan, in vitro, in vivo. Tahapan-tahapan seperti itu harus ditempuh," imbuh Prijo.

Terapi pengobatan, kata Prijo, lagi-lagi mesti sejalan dengan sumpah dokter dan kode etik, termasuk dokter dilarang mempromosikan diri.

Testimoni yang berasal dari para pejabat, selebriti papan atas, atau pasien bukanlah evidence base yang menguatkan penelitian akedemik untuk layak dalam dunia medis.

Sanksi pemecatan dokter Terawan oleh IDI berlangsung selama 12 bulan sejak 26 Februari 2018 hingga 25 Februari 2019.

4. Tangani pasien stroke sejak 2005

Dilansir dari laman warta kota, Dokter Terawan mengaku sudah menerapkan metode cuci otak untuk mengatasi masalah stroke sejak tahun 2005.

"Sudah sekitar 40.000 pasien yang kami tangani," katanya.

Bahkan menurutnya, tak banyak komplain dari masyarakat yang ia terima sehingga menjadikan bukti keampuhan metode yang diterapkannya itu.

Setelah itu, ia menemukan metode baru untuk menangani pasien stroke yang disebut dengan terapi çuci otak dan penerapan program Digital Substraction Angiogram (DSA).

5. Metode cuci otak Dokter Terawan

Dilansir dari TribunJateng, dokter Terawan menjelaskan metode 'cuci otak' itu secara ringkas sebenarnya adalah memasukkan kateter ke dalam pembuluh darah melalui pangkal paha penderita stroke.

Hal tersebut dilakukan untuk melihat apakah terdapat penyumbatan pembuluh darah di area otak.

Penyumbatan tersebut dapat mengakibatkan aliran darah ke otak bisa macet dan dapat menyebabkan saraf tubuh tidak bisa bekerja dengan baik.

Kondisi inilah yang terjadi pada penderita stroke.

Sumbatan tersebut melalui metode DSA kemudian dibersihkan sehingga pembuluh darah kembali bersih dan aliran darah pun normal kembali.

Cara membersihkan sumbatan pembuluh darah pun terdapat berbagai cara.

Mulai dari pemasangan balon di jaringan otak (transcranial LED) yang dilanjutkan dengan terapi.

Selain itu ada juga cara lain yaitu memasukkan cairan Heparin yang bisa memberi pengaruh pada pembuluh darah.

Cairan tersebut juga menimbulkan efek anti pembekuan darah di pembuluh darah.

"Ada banyak pasien yang merasa sembuh atau diringankan oleh terapi cuci otak itu," jelas Dokter Terawan.

Terawan pun menyediakan dua lantai ruangan di RSPAD khusus untuk menangani pasien stroke bernama Cerebro Vascular Center (CVV).

Dikabarkan setiap hari ada sekitar 35 pasien yang melakukan perawatan di ruangan ini. Biayanya pun berkisar antara Rp 35 juta sampai Rp 100 juta per pasien. (*)

 

 

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Promosikan Vaksin Nusantara hingga Terapi Cuci Otak Diduga Jadi Alasan Pemecatan Terawan dari IDI

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved