Berita Nasional

Mahfud MD Sebut Saat Ini Para Koruptor Sudah Bersatu Lakukan Balas Dendam

Menkopolhukam Mahfud MD membongkar adanya serangan balas dendam yang dilakukan para koruptor yang sudah bersatu

Editor: Dwi Sudarlan
Tribunnews.com
Menko Polhukam Mahfud MD 

TRIBUNKALTENG.COM, YOGYAKARTA - Menkopolhukam Mahfud MD membongkar adanya serangan balas dendam yang dilakukan para koruptor.

Ngerinya lagi, para koruptor itu sudah bersatu untuk melakukan aksinya melalui berbagai cara.

Warning ini di disampaikan Mahfud MD dalam dialog dengan Rektor UGM dan pimpinan PTN/PTS seluruh Yogyakarta yang ditayangkan YouTube Universitas Gadjah Mada pada Sabtu (5/6/2021).

Mahfud MD blak-blakan jika saat ini para koruptor balas dendam.

"Saya sangat hormat pada anak anak ini semua. Tetapi orang yang merasa punya data lain dan koruptor-koruptor yang dendam dan koruptor yang belum ketahuan tetapi takut ketahuan ini sekarang bersatu untuk hantam itu," kata Mahfud.

Baca juga: Benamkan Kepala Istri di Sungai Hingga Tewas, Suami Bilang Sedang Mamatikan Iblis

Baca juga: Sadis, Istri Dikencingi, Dipaksa Minum Air Kencing, Disulut Rokok, dan Dibotakkin oleh Suami

Baca juga: Kriminalitas Kalteng, Gegara Miras Bocah 16 Tahun Nekat Tusuk Ibu Hamil dan 2 Orang Lain

Mahfud MD mengatakan Presiden Jokowi berusaha menghalangi pelemahan KPK atau Komisi Pemberantasan Korupsi.

Salah satunya Presiden Jokowi berupaya untuk terbitkan Perppu untuk membatalkan rencana revisi UU KPK beberapa waktu lalu.

Namun, upaya itu justru kandas karena dapat pertentangan atau terhalang restu dari DPR dan Partai Politik.

"Ketika presiden mengeluarkan Perpu untuk undang-undang itu itu kan hantam kanan kiri. Bahwa DPR tidak setuju dan partainya tidak setuju."

"Bagaimana ingin mengeluarkan Perpu tapi ditolak artinya permainan itu tidak mudah," ujarnya.

Mahfud MD lalu mengajak semua elemen masyarakat untuk menguatkan KPK.

"Tetapi saya sama seperti bapak dan masyarakat mendukung KPK itu harus kuat dan oleh sebab itu tinggal bagaimana menguatkan itu," ungkap dia.

Lebih lanjut, Mahfud meminta semua pihak untuk tidak meragukan komtimen dirinya untuk penguatan terhadap KPK.

Dia pun mengungkit perjuangannya dahulu saat masih menjabat ketua Mahkamah Konstitusi (MK).

"Saya sejak dulu pro KPK sejak dulu. Saya ketua MK, 12 kali itu (KPK) ingin dirobohkan undang-undangnya dan saya bela dan menangkan KPK terus."

"Tetapi keputusan tentang KPK itu tidak di pemerintah saja, ada di DPR, ada di partai dan di civil society dan civil society ini akan pecah juga," jelas Mahfud.

Tak hanya itu, Mahfud mengaku juga mengenal baik orang-orang yang bekerja di KPK.

Termasuk salah satu penyidik seniornya Novel Baswedan.

"Saya kenal baik dengan Pak Novel Baswedan beberapa kali ke rumah dan beberapa kali ke kantor saya dan saya juga nengok ketika dia diserang air keras saya nengok ke rumah sakit."

"Ketika orang banyak tidak nengok karena takut dan karena segan, saya tetap nengok," ungkapnya.

Mahfud MD mengajak para akademisi untuk mengajak memperbaiki sistem negara.

Nasib 51 Pegawai KPK

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya mengumumkan hasil rapat koordinasi membahas nasib 75 pegawai yang dinyatakan tidak lulus Tes Wawasan Kebangsaan.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, berdasarkan pemaparan yang dilakukan tim asesor, diputuskan ada 24 dari 75 pegawai yang tidak lulus TWK masih bisa dibina.

Sementara sisanya 51 pegawai dinilai sudah tidak bisa lagi dibina. Mereka bahkan disebut sudah tidak bisa lagi bergabung dengan KPK.

"Yang 51 orang sudah tidak bisa lagi dilakukan pembinaan berdasarkan penilaian asesor, tentu tidak bisa lagi bergabung dengan KPK," kata Alex, Selasa (25/5).

Selain KPK, rapat koordinasi itu dihadiri pihak BKN, KemenPANRB, Kemenkumham, dan lembaga terkait lainnya. TWK sendiri digelar KPK bekerja sama dengan BKN.

Dalam praktiknya BKN turut menggandeng pihak lain seperti BIN, BNPT, hingga TNI AD.

Namun tak ada yang mengakui siapa pembuat materi pertanyaan.

BKN hanya mengakui bahwa tes terhadap pegawai KPK ini berbeda dengan CPNS.

Alex mengatakan, nantinya 24 orang itu sebelum mengikuti pelatihan diharuskan membubuhkan tanda tangan kesediaan mengikuti pendidikan dan pelatihan.

Setelah pendidikan selesai, mereka akan diputuskan apakah lulus atau tidak untuk diangkat menjadi ASN.

Sementara bagi 51 pegawai KPK lainnya, Alex mengatakan dari hasil yang disampaikan asesor TWK, mereka sudah mendapatkan rapor merah terkait wawasan kebangsaan dan bela negara.

Sehingga sudah tidak mungkin untuk bergabung dengan KPK.

Baca juga: Kumpulan Doa dan Dzikir Pagi Hari yang Diajarkan Rasulullah untuk Membuka Pintu Rezeki

Baca juga: Covid-19 Melonjak Lagi, Perbanyak Sholawat Tibbil Qulub untuk Mencegah dan Sembuhkan Segala Penyakit

Baca juga: Tadarus Al Quran: Amalan Surah Al Mumtahanah Jauhkan dari Kefakiran dan Penyakit Jiwa

Tak ada kata pemecatan dari mulut Alex. Namun, pernyataannya jelas bahwa masa kerja 51 pegawai itu hanya sampai 1 November 2021.

Mereka masih bisa bekerja di KPK hingga 1 November 2021 sebagaimana batasan dari UU KPK Nomor 19 Tahun 2019, di mana semua pegawai KPK harus ASN.

"Ya untuk karena status pegawainya sampai 1 November, sudah saya sampaikan ya, termasuk yang TMS mereka tetap jadi pegawai KPK. Bagaimana mereka harus ke kantor? Yang namanya pegawai ya harus ke kantor, tetapi dalam pelaksanaan pekerjaan setiap hari dia harus melaporkan kepada atasan langsungnya," kata Alex.

Alex mengatakan, aspek pengawasannya akan diperketat untuk 51 pegawai yang sudah dicap 'merah' tersebut.

"Jadi aspek pengawasannya yang diperketat. Jadi pegawai tetap masuk kantor bekerja seperti biasa tapi kerja tugas harian dia harus sampaikan langsung ke atasannya," tutur Alex.

Kepala BKN Bima Haria membeberkan apa saja indikator penilaian yang dilakukan terhadap 75 pegawai tersebut. Ada tiga poin utama yang menjadi penilaian.

Pertama, terkait pribadi seseorang.

Kedua, terkait aspek pengaruh baik ia dipengaruhi maupun mempengaruhi.

Sementara yang ketiga adalah aspek PUMT yakni Pancasila, UUD 1945, dan seluruh turunan perundang-undangannya.

"Jadi ada 3 aspek. Total indikator 3 aspek itu ada 22. Aspek pribadi ada 6, aspek pengaruh ada 7, dan aspek PUMT ada 9," kata Bima.

Bima mengatakan, aspek nomor 5 merupakan harga mati. Apabila seorang tidak lulus di aspek ini, tidak bisa menjadi ASN.

Hal itu juga yang terjadi kepada 51 pegawai KPK.

"Untuk aspek PUMT itu harga mati jadi itu tidak bisa dilakukan penyesuaian dari aspek tersebut. Nah bagi mereka yang aspek PUMT-nya bersih walau aspek pribadi dan pengaruhnya terindikasi negatif itu masih bisa dilakukan proses melalui diklat," kata Bima.

"Jadi, dari sejumlah 75 orang itu, 51 orang itu menyangkut PUMT bukan hanya itu yang 51 ini tiga-tiganya (aspek) negatif," tutur dia.

Sementara bagi 24 orang PUMT-nya dinyatakan bersih. Mereka hanya tidak lulus di aspek pribadi atau pengaruh. Dan itu masih bisa untuk diperbaiki di diklat bela negara dan wawasan kebangsaan.

"24 orang itu masih bisa disertakan diklat bela negara dan wawasan kebangsaan yang tempatnya akan ditentukan kemudian. Belum ditetapkan sekarang ini. Jadi itu alasan mengapa yang 51 orang tidak bisa diikutsertakan dalam diklat bela negara dan wawasan kebangsaan," ujarnya.

Presiden Jokowi sendiri sebelumnya mengatakan bahwa TWK hendaknya tidak jadi dasar memberhentikan 75 pegawai itu.

Ia pun meminta KPK, BKN, dan lembaga serta kementerian terkait mencari jalan keluar.

Terkait arahan Jokowi itu, Bima berkilah bahwa keputusan ini sudah sesuai ketentuan dan tidak merugikan pegawai KPK.

Menurut dia, hal ini pun sudah sesuai arahan Presiden Jokowi.

Namun Wadah Pegawai KPK tidak sependapat. Ketua WP KPK Yudi Purnomo menyebut Pimpinan KPK dan BKN secara nyata tidak mematuhi instruksi Presiden Jokowi.

Sebab, keputusan itu dinilai tetap berujung pemberhentian 75 pegawai KPK, baik secara langsung maupun tidak.

Yudi merupakan penyidik KPK yang masuk dalam daftar 75 pegawai tak lulus TWK.

Ia pun mendesak Presiden Jokowi melakukan supervisi terhadap polemik alih status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).

"Perlu adanya supervisi dari Presiden menindaklanjuti perkara alih status pegawai KPK," ujar Yudi melalui keterangannya.

Menurut Yudi, Jokowi harus turun tangan lantaran sikap pimpinan KPK dan Kepala BKN soal polemik TWK pegawai KPK merupakan bentuk konkret dari ketidaksetiaan terhadap pemerintahan yang sah

Ia menilai pimpinan kedua lembaga tidak mematuhi instruksi presiden dengan memutuskan memberhentikan 51 pegawai KPK maupun memberikan pelatihan bela negara terhadap 24 pegawai lainnya.

"Padahal secara nyata presiden sudah mengungkapkan bahwa tes tidak dapat dijadikan dasar untuk memberhentikan seseorang," tutur Yudi.

Saat ini, para 75 pegawai KPK itu sedang melakukan perlawanan dengan melaporkan TWK dan juga Pimpinan KPK ke Dewan Pengawas, Ombudsman, hingga Komnas HAM.

Perlawanan karena mereka menilai bahwa TWK bermasalah dari sisi dasar aturan hingga pelaksanaan. Materi pertanyaan TWK dinilai bahkan menyimpang dan melanggar HAM. (*)

Artikel ini telah tayang di TribunJateng.com dengan judul Mahfud MD Blak-blakan Saat Ini Para Koruptor Bersatu Ingin Balas Dendam

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved