Kajian Islam
Yuk Salat Tahajud, Begini Tata Caranya Menurut Tuntunan Rasulullah
Ibadah di waktu malam adalah ibadah paling tepat untuk membangun kekuatan mental manusia. Allah berfirman,
كَانَ صَلاَةُ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – ثَلاَثَ عَشْرَةَ رَكْعَةً . يَعْنِى بِاللَّيْلِ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa melaksanakan shalat malam 13 raka’at.” (HR. Bukhari 1138 dan Muslim 764)
Bolehkah Mengerajakan Shalat Malam Lebih dari 11 Raka’at?
Jumlah rakaat shalat malam seperti yang dilakukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallambukanlah pembatasan. Seseorang boleh melakukan shalat malam kurang dari 11 rakaat, sebagaimana dia juga boleh mengerjakannya lebih dari 11 rakaat.
Al-Qodhi ‘Iyadh mengatakan,
وَلَا خِلَاف أَنَّهُ لَيْسَ فِي ذَلِكَ حَدّ لَا يُزَاد عَلَيْهِ وَلَا يَنْقُص مِنْهُ ، وَأَنَّ صَلَاة اللَّيْل مِنْ الطَّاعَات الَّتِي كُلَّمَا زَادَ فِيهَا زَادَ الْأَجْر ، وَإِنَّمَا الْخِلَاف فِي فِعْل النَّبِيّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَا اِخْتَارَهُ لِنَفْسِهِ
“Tidak ada khilaf bahwa tidak ada batasan jumlah raka’at dalam shalat malam, tidak mengapa ditambah atau dikurang. Alasannya, shalat malam adalah bagian dari ketaatan yang apabila seseorang menambah jumlah raka’atnya maka bertambah pula pahalanya. Jika dilakukan seperti ini, maka itu hanya menyelisihi perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menyelisihi pilihan yang beliau pilih untuk dirinya sendiri.” (Syarh Shahih Muslim, An Nawawi, 6/19)
Hanya saja ulama berbeda pendapat, mana yang lebih afdhal, mengerjakan shalat malam dengan jumlah rakaat sedikit namun bacaannya panjang, ataukah mengerjakan shalat dengan jumlah rakaat banyak, namun bacaannya pendek.
“Barangsiapa yang ingin memperlama berdiri dan membaca surat dalam shalat malam, maka dia bisa mengerjakannya dengan raka’at yang sedikit. Namun jika ia ingin tidak terlalu berdiri dan membaca surat, hendaklah dia bisa memperbanyak jumlah raka’atnya.” (at-Tarsyid, Musthofa al-‘Adawi, hlm. 146 – 149)
Cara Mengerjakan Shalat Malam
Secara umum shalat dikerjakan 2 rakaat salam, 2 rakaat salam. Kemudian di penghujungnya ditutup dengan witir 1 rakaat.
Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma pernah menceritakan, ada seseorang yang bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang tata cara shalat malam. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan,
صَلاَةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى ، فَإِذَا خَشِىَ أَحَدُكُمُ الصُّبْحَ صَلَّى رَكْعَةً وَاحِدَةً ، تُوتِرُ لَهُ مَا قَدْ صَلَّى
“Shalat malam itu dua raka’at-dua raka’at. Jika salah seorang di antara kalian takut masuk waktu shubuh, maka kerjakanlah satu raka’at. Dengan itu berarti kalian menutup shalat tadi dengan witir.” (HR. Bukkhari 990 & Muslim 1782).
Karena itu, shalat malam sekaligus witirnya dikerjakan dengan jumlah rakaat ganjil. Bisa 3 rakaat, 5 rakaat, 7 rakaat, 9 rakaat atau 11 rakaat. Juga bisa lebih dari itu, dengan bilangan ganjil.
Berikut rincian tata caranya,
[1] Untuk shalat malam 11 rakaat
Dikerjakan 2 rakaat – 2 rakaat kemudian witir 1 rakaat di penghujungnya.
Aisyah menceritakan,
كَانَ رَسُولُ اللهِ – صلّى اللهُ عَليه وَسَلَّم – يُصَلِّي مِنَ اللَّيلِ إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يُسَلِّمُ بَينَ كُلِّ رَكْعَتَينِ وَيُوتِرُ بِوَاحِدَةٍ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan shalat malam 11 rakaat, salam di setiap 2 rakaat dan melakukan witir 1 rakaat. (HR. Muslim 736)
[2] Untuk shalat malam 9 rakaat
Dikerjakan 8 rakaat sekaligus, kemudian duduk tasyahud awal dan langsung berdiri ke rakaat ke-9, da duduk tasyahud akhir lalu salam.
Aisyah menceritakan,
كُناَّ نُعِدُّ لَهُ سِوَاكَهُ وَ طَهُوْرَهُ، فَيَـبْعَثُهُ اللهُ مَا شَاءَ أَنْ يَـبْعَثَهُ مِنَ الَّيْلِ، فَيَتَسَوَّكُ وَ يَتَوَضَأُ وَ يُصَلِى تِسْعَ رَكْعَةٍ لاَ يَـجْلِسُ فِيْهَا إِلاَّ فِي الثَّامِنَةِ فَيَذْكُرُ اللهَ وَ يَحْمَدُهُ وَ يَدْعُوْهُ، ثُمَّ يَنْهَضُ وَ لاَ يُسَلِّمُ ثُمَّ يَقُوْمُ فَيُصَلِّى التَّاسِعَةَ، ثُمَّ يَقْعُدُ فَيَذْكُرُ اللهَ وَ يَحْمَدُهُ وَ يَدْعُوْهُ ثُمَّ يُسَلِّمُ تَسْلِيْمًا يُسْمِعْناَ ثُمَّ يُصَلِّى رَكْعَتَيْنِ بَعْدَ مَا يُسَلِمُ وَ هُوَ قَاعِدٌ
“Kami dahulu biasa menyiapkan siwak dan air wudhu untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian Allah bangunkan beliau di malam hari. Beliau langsung bersiwak kemudian berwudhu. Lalu beliau mengerjakan shalat malam 9 rakaat, tidak duduk kecuali pada rakaat yang kedelapan, lalu membaca tasyahud kemudian bangkit dan tidak salam. Beliau berdiri ke rakaat ke-9, kemudian duduk tahiyat akhir, membaca tasyahud lalu salam dengan suara yang didengar oleh kami. Kemudian beliau melakukan shalat lagi 2 rakaat dengan posisi duduk.” (HR. Muslim 737).
[3] Untuk shalat 7 rakaat
Dikerjakan 7 rakaat sekaligus tanpa tasyahud awal, dan hanya duduk tasyahud akhir
Aisyah radhiyallahu ‘anha menceritakan cara shalat malam yang dikerjakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
فَلَمَّا أَسَنَّ نَبِيُ اللهِ – صَلّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّم – وَأَخَذَهُ اللَّحْمُ أَوتَرَ بِسَبْعٍ… لَا يَقْعُدُ إِلَّا فِي آخِرِهِنَّ
Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah berusia lanjut, dan sudah mulai gemuk, beliau melakukan witir 7 rakaat… tidak duduk kecuali di akhir shalat. (HR. Muslim 746)
Bisa juga duduk tasyahud awal di rakaat keenam, kemudian bangkit lagi ke rakaat ketujuh lalu salam. Sebagaimana yang diceritakan oleh Aisyah radhiyallahu ‘anha, dalam hadis shahih yang diriwayatkan Ibnu Hibban.
[4] Untuk shalat 5 rakaat
Dikerjakan 5 rakaat sekaligus dan hanya duduk di tasyahud akhir
Dari Abu Ayyub radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُوتِرَ بـِخَمْسٍ فَلْيَفْعَلْ، وَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يُوتِرَ بِثَلَاثٍ فَلْيَفْعَلْ
Siapa yang ingin mengerjakan witir 5 rakaat, silahkan. Siapa yang hendak witir 3 rakaat, silahkan… (HR. Abu Daud 1422)
Dan Aisyah pernah menceritakan, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan witir 5 rakaat sekaligus, dengan hanya duduk tasyahud akhir. (HR. Muslim 1754)
[5] Untuk shalat 3 rakaat
Dikerjakan dengan cara yang tidak mirip dengan shalat maghrib.
Bisa dengan 3 rakaat sekaligus, atau 2 rakaat salam, kemudian sahalat lagi 1 rakaat.
Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma menceritakan witir Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang 3 rakaat,
كَانَ النَّبِيُّ – صَلّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّم – يَفْصِلُ بَيْنَ الشَّفْعِ وَالوِتْرِ بِتَسْلِيمٍ يُسْمِعُنَاهُ
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memisahkan antara rakaat genap dan rakaat ganjil, dengan salah yang beliau keraskan agar kita dengar. (HR. Ahmad 2/76, Ibnu Hibban 2433 dan dinilai kuat oleh Ibnu Hajar).
Bisa juga dengan dikerjakan 3 rakaat sekaligus. Sebagaimana dinyatakan dalam hadis dari Abu Ayub radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يُوتِرَ بِثَلَاثٍ فَلْيَفْعَلْ
“Siapa yang hendak witir 3 rakaat, silahkan…” (HR. Abu Daud 1422)
Qodho’ Shalat Tahajud karena Udzur
Bagi orang yang tidak melaskanakan shalat tahajud karena udzur seperti ketiduran atau sakit, boleh mengqodho’nya di siang hari sebelum Zhuhur.
Aisyah radhiyallahu ‘anha menceritakan,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ إِذَا فَاتَتْهُ الصَّلاَةُ مِنَ اللَّيْلِ مِنْ وَجَعٍ أَوْ غَيْرِهِ صَلَّى مِنَ النَّهَارِ ثِنْتَىْ عَشْرَةَ رَكْعَةً
“Apabila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak sempat shalat malam karena sakit atau udzur lainnya, beliau mengqodho’nya di siang hari dengan mengerjakan 12 raka’at.” (HR. Muslim 746).
Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terbiasa shalat 11 rakaat, beliau melakukan qadha di waktu dhuha sebanyak 12 rakaat.