Aksi Tolak PT Agranis di Kotim

Ratusan Warga Desa Sebabi Gelar Aksi Tolak PT Agrinas di Depan Pemkab Kotim, Bawa 10 Poin Tuntutan

Ratusan warga Desa Sebabi, Telawang, Kotim Kalteng menggelar aksi unjuk rasa depan kantor Pemkab tolak masuknya PT Agrinas dinilai merugikan

|
Penulis: Herman Antoni Saputra | Editor: Sri Mariati
Tribunkalteng.com/Herman Antoni Saputra
DEMO - Ratusan warga Desa Sebabi, Kecamatan Telawang, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kotim, Rabu (24/9/2025). 

TRIBUNKALTENG.COM, SAMPIT – Ratusan warga Desa Sebabi, Kecamatan Telawang, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), menggelar Aksi Unjuk Rasa di depan Kantor Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kotim, Rabu (24/9/2025).

Aksi tersebut dilakukan sebagai bentuk penolakan masuknya PT Agrinas yang dinilai merugikan masyarakat. 

Warga menuding perusahaan berusaha menghentikan koperasi yang selama ini dikelola masyarakat dan menggantinya dengan pola kerja sama operasi (KSO) bersama pihak luar.

Dalam aksi itu, masyarakat menyampaikan keresahan mereka terhadap kebijakan yang dianggap tidak berpihak. 

Menurut warga, masuknya perusahaan justru berpotensi menghilangkan hak-hak masyarakat adat yang sudah lebih dulu mengelola lahan.

Perwakilan Tantara Lawung Adat Mandau Talawang melalui Kepala Divisi Adat, Wanto, menegaskan bahwa negara seharusnya hadir untuk mensejahterakan rakyat, bukan sebaliknya merampas hak mereka.

“Selama ini koperasi masyarakat telah terbukti memberi manfaat nyata bagi warga setempat. Namun intervensi pihak luar tanpa melalui musyawarah adat adalah bentuk perampasan hak masyarakat adat sekaligus pelanggaran terhadap falsafah Huma Betang,” tegasnya, Rabu (24/9/2025).

Ia menambahkan, falsafah Huma Betang sangat menjunjung tinggi nilai musyawarah dan mufakat. 

Karena itu, setiap kebijakan yang menyangkut tanah adat semestinya melalui kesepakatan bersama, bukan keputusan sepihak.

Dalam aksi tersebut, warga juga membawa 10 poin tuntutan yang disampaikan secara terbuka kepada pemerintah daerah dan pihak terkait, seperti : 

1. Warga meminta negara bertanggung jawab terhadap keberlangsungan hidup dan masa depan mereka. Mereka menolak adanya pemaksaan maupun pengambilalihan hak oleh pihak manapun.

2. Mereka menekankan bahwa tata ruang wilayah yang diatur pemerintah, baik daerah, provinsi, maupun pusat, harus menyesuaikan dengan perkembangan pertumbuhan masyarakat dalam bonus demografi.

3. Masyarakat menolak tegas KSO luar daerah, khususnya perusahaan kelapa sawit, yang mengklaim memiliki hak atas lahan warga yang sudah bernaung dalam koperasi maupun kepemilikan perseorangan.

4. Warga juga menyatakan perlawanan terhadap aktivitas KSO luar daerah yang beroperasi di lahan koperasi maupun perseorangan. Mereka mendesak PT Agrinas agar transparan terkait data jumlah dan luas lahan yang disita di Kalimantan Tengah.

5. Masyarakat menegaskan akan tetap melakukan kegiatan seperti biasa di atas lahan koperasi maupun lahan pribadi. Mereka juga menuntut agar hasil usaha melalui sistem kemitraan tetap diterima sebagaimana mestinya.

6. Warga meminta agar tidak ada kriminalisasi terhadap petani yang berusaha di atas lahannya sendiri. Menurut mereka, aktivitas berkebun sawit melalui koperasi maupun perseorangan adalah bentuk usaha sah dalam ruang hidup masyarakat.

7. Bupati Kotim beserta DPRD diminta mendukung penuh pengelolaan koperasi masyarakat dengan tata kelola berkelanjutan. Hal ini dianggap penting agar manfaat ekonomi tetap dirasakan warga sekaligus memberikan kontribusi kepada daerah maupun negara.

8. Masyarakat mendesak agar perusahaan yang bermitra dengan koperasi bertanggung jawab atas lahan yang telah disita. Dengan demikian, lahan tersebut bisa kembali ke tangan masyarakat.

Baca juga: Buntut Aksi Demontrasi, Aliansi Gerakan September Hitam Titip Aspirasi Masyarakat untuk DPRD Kalteng

Baca juga: Wakil Bupati Kotim Irawati Salurkan Bantuan untuk Korban Kebakaran di Desa Tanah Putih Telawang

9. Warga menilai Peraturan Presiden Nomor 05 Tahun 2025 tidak relevan dengan keberadaan PT Agranis Palma Nusantara. Karena itu, aturan tersebut harus dievaluasi.

10. Masyarakat meminta duduk bersama dengan pihak perusahaan. Mereka berharap ada solusi penyelesaian yang mengedepankan kepentingan dan hajat hidup masyarakat. 

Sumber: Tribun Kalteng
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved