TRIBUNKALTENG.COM, SAMPIT – Presiden RI Prabowo Subianto telah resmi memberikan amnesti kepada 1.178 narapidana di seluruh wilayah Indonesia.
Pemberian amnesti tersebut ditetapkan melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 17 Tahun 2025 yang ditandatangani pada 1 Agustus 2025.
Dalam keputusan itu, seluruh akibat hukum terhadap para terpidana yang menerima amnesti dinyatakan dihapuskan.
Namun demikian, tidak semua narapidana di seluruh Indonesia mendapatkan hak tersebut.
Salah satu lembaga pemasyarakatan yang nihil penerima amnesti adalah Lapas Kelas IIB Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah.
Hal ini disampaikan oleh Plt Kasubsi Registrasi Lapas Kelas IIB Sampit, Suban Rapi, kepada Tribunkalteng.com, Kamis (7/8/2025).
Menurut Suban, pihak Lapas sebelumnya telah mengusulkan 117 narapidana untuk menerima amnesti.
Namun setelah proses verifikasi pusat, seluruh nama yang diajukan tidak memenuhi kriteria yang ditetapkan dalam Keppres tersebut.
"Yang kami usulkan itu awalnya berdasarkan kriteria pertama. Tapi ternyata untuk kriteria selanjutnya sangat selektif, terutama soal kasus narkotika. Akhirnya, setelah diverifikasi, nihil yang memenuhi syarat," kata Suban.
Suban menjelaskan, salah satu ketentuan penting dalam pemberian amnesti ini adalah narapidana harus termasuk pengguna narkoba ringan sebagaimana diatur dalam Pasal 127 UU Nomor 35 Tahun 2009.
Namun, narapidana narkoba di Lapas Sampit umumnya bukan pengguna, melainkan pengedar atau memiliki barang bukti melebihi ketentuan.
"Pasal 127 itu mengatur pengguna. Tapi yang ada di Lapas Sampit sebagian besar tidak masuk kategori itu. Jadi otomatis tidak bisa diusulkan," tegasnya.
Selain itu, beberapa syarat lain juga tidak dipenuhi oleh penghuni Lapas Kelas IIB Sampit.
Misalnya, tidak ada narapidana yang sedang menjalani hukuman atas kasus makar atau penghinaan terhadap Presiden melalui pelanggaran Undang-Undang ITE.
"Kami memang ada warga binaan yang terjerat UU ITE, tapi tidak terkait penghinaan terhadap Presiden. Jadi tidak masuk juga," imbuh Suban.
Suban menambahkan, berbeda dengan Lapas Sampit, beberapa unit pelaksana teknis (UPT) pemasyarakatan lain di Kalimantan Tengah ada yang berhasil mengusulkan narapidana penerima amnesti.
Contohnya di Rutan yang ada di Palangka Raya dan Lapas Perempuan.
Ia menekankan, proses pengusulan sepenuhnya berasal dari Lapas, namun yang memverifikasi dan memutuskan adalah pemerintah pusat melalui lembaga berwenang, kemudian disetujui oleh DPR RI.
Adapun syarat yang ditetapkan untuk bisa menerima amnesti antara lain bukan narapidana korupsi, bukan residivis kejahatan berat seperti terorisme, pembunuhan berencana, atau kekerasan seksual terhadap anak, serta bukan bandar atau pengedar narkoba.
Baca juga: Analisa Kritis Pengamat Hukum UPR soal Narapidana TPPO di Kalteng Terima Amnesti Presiden
Baca juga: Dua Narapidana Kasus Narkotika Lapas Kelas IIB Muara Teweh Layak Dapat Amnesti Presiden
Syarat lainnya adalah berkelakuan baik di dalam lapas, memiliki pertimbangan kemanusiaan seperti usia lanjut atau sakit parah, serta kasus tertentu seperti kriminalisasi politik atau ITE yang tidak menyerang Presiden.
"Amnesti berbeda dengan grasi. Kalau grasi itu memang setiap tahun ada. Tapi kalau amnesti, ini baru pertama kali dilakukan secara besar-besaran di pemerintahan Presiden Prabowo," tutup Suban.