Buku Senandung Hutan Kinipan: Cerita Sulitnya Masyarakat Adat Dapat Pengakuan dan Perlindungan
Masyarakat Adat Dayak Kinipan di Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah (Kalteng), telah bertahun-tahun mengajukan pengakuan dan perlindungan.
Penulis: Ahmad Supriandi | Editor: Haryanto
TRIBUNKALTENG.COM, PALANGKA RAYA - Masyarakat Adat Dayak Kinipan di Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah (Kalteng), telah bertahun-tahun mengajukan pengakuan dan perlindungan sebagai masyarakat hukum adat.
Namun, sampai saat ini perjuangan mereka belum juga membuahkan hasil. Cerita perjuangan masyarakat Kinipan ini dituangkan dalam buku berjudul Senandung Hutan Kinipan.
Buku Senandung Hutan Kinipan ini ditulis oleh Aldo Sallis, Jurnalis Kompas.id yang pernah bertugas di Kalteng dan Pinarsita dari lembaga Save Our Borneo (SOB).
Buku ini merupakan seri kedua dari buku sebelumnya yang berjudul 'Kinipan, Suara dari Bawah'.
Baca juga: Berita Populer Kalteng: 9 Poin Tuntutan Kinipan hingga Keraguan Janji Menteri Siti Nurbaya
Aldo mengungkapkan, Buku Senandung Hutan Kinipan menceritakan lebih dalam soal kehidupan masyarakat adat Dayak di Desa Kinipan.
"Bagi saya, Kinipan bukan sekedar nama desa di pelosok Kalimantan tetapi merupakan simbol perjuangan masyarakat adat di Indonesia," ujar Aldo saat dihubungi TribunKalteng.com, Rabu (16/4/2025).
Menurut Aldo, apa yang terjadi di Kinipan, menggambarkan betapa sulitnya mendapatkan pengakuan dan perlindungan masyarakat adat, beserta wilayah kelolanya di Indonesia.
Di dalam buku ini, kata Aldo, pembaca bakal melihat gambaran, tentang bagaimana kehidupan masyarakat adat Dayak yang mempertahankan hutan sebagai identitas mereka.
Aldo menyebut, seluruh buku ini berisi fakta yang dibalut dalam cerita dan alunan. Sehingga, cerita masyarakat Kinipan menjadi senandung yang bisa dinikmati semua orang meski dengan meringis.
"Meringis karena perjuangan mereka yang kehilangan hutan hingga menghadapi kriminalisasi," jelasnya.
Berbeda dengan seri sebelumnya, dalam Buku Senandung Hutan Kinipan ini, Aldo dan Pinar ingin menggambarkan cerita Kinipan yang dibagi ke dalam tiga topik besar, yakni politik dan perjuangan masyarakat adat, ketahanan pangan, dan refleksi tentang konflik berkepanjangan.
Buku ini, juga menceritakan bahwa tak hanya hutan Kinipan yang tergerus, tetapi juga kehidupan sosial masyarakatnya.
Aldo mengungkapkan, buku ini ingin mengingatkan semua orang yang berkuasa, bahwa alam bukan benda mati.
Ia juga mengingatkan, keunggulan tertinggi daerah bukan pembangunan yang massif, majunya sebuah daerah bukan ditandai gedung-gedung besar, tetapi kuatnya identitas masyarakat dan ketahanan mereka terhadap masalah.
"Sebagai salah satu penulis, saya ingin menyampaikan bahwa dalam pembangunan, apapun alasannya, tidak boleh ada orang yang ditinggal di belakang, apalagi orang satu kampung. Pembangunan harus bisa bijak dan berguna untuk semua orang, terutama investasi perkebunan kelapa sawit," ujar Aldo.
Buku Senandung Hutan Kinipan, bercerita tentang jalan panjang perjuangan masyarakat Kinipan dalam mempertahankan, serta menjaga hutan dan wilayah adat mereka.
Pinar, yang juga penulis Buku Senandung Hutan Kinipan, mengatakan, buku itu berusaha menunjukkan pada pembaca bagaimana dan apa saja yang telah masyarakat Kinipan lakukan untuk mempertahankan haknya.
Meski terkadang perjuangan mereka tampak senyap, tetapi upaya masyarakat Adat Laman Kinipan tetap berlanjut, satu di antaranya melalui permohonan pengakuan MHA yang sampai saat ini, sayangnya belum juga diberikan oleh Pemda.
"Bukti eksistensi masyarakat Kinipan sebagai masyarakat adat juga coba kami tunjukan untuk mendukung permohonan pengakuan MHA yang Kinipan lakukan, melalui cerita pangan dan praktik kearifan lokalnya yang masih selaras dengan hutan Kinipan," ucap Pinar.
Buku ini memang fokus membahas tentang Kinipan dan masyarakat adatnya.
Meski begitu, sejatinya persoalan mereka juga mewakili persoalan dan kisah yang dihadapi oleh sebagian besar masyarakat adat di Indonesia.
Pinar berharap, buku ini bisa menjadi pembelajaran bagi masyarakat adat di Indonesia secara khusus dan publik luas.
"Jadi, perjuangan Kinipan harus terus kita dukung," tegasnya.
Buku ini, mendapat apresiasi dari Ketua BPH AMAN Lamandau dan Tokoh Masyarakat Kinipan, Effendi Buhing.
Buhing mengatakan, Buku Senandung Hutan Kinipan ini menggambarkan perjuangan mereka untuk mendapatkan pengakuan dan perlindungan sejak 2018.
"Buku ini bisa kita lihat, bisa kita baca bersama, bahwa perjuangan masyarakat adat Kinipan dari 2018 sampai hari ini, terus berjuang untuk mempertahankan haknya. Bukan hanya bicara tentang kawasan, tentang hutannya, tetapi juga tentang hak sosial lainnya. Ini yang ingin kami utarakan dalam buku ini. Kami sangat berterimakasih dengan penulis buku ini," ujarnya.
Buku Senandung Hutan Kinipan, penting untuk dibaca. Selain mengingatkan dan mendorong berbagai pihak untuk menyelesaikan persoalan Kinipan, buku ini juga penting untuk bisa melihat lebih dalam realita persoalan Kinipan yang menjadi tantangan dan seharusnya bisa diselesaikan segera oleh Negara.
Menyederhanakan Pengakuan Terhadap Masyarakat Adat di Kalteng |
![]() |
---|
Memperkuat Posisi Masyarakat Adat Dayak Kalimantan sebagai Mitra Penjaga Hutan dan Peradaban |
![]() |
---|
5 Risiko Besar Transmigrasi Ancam Masyarakat Adat Kalimantan Tengah, Ini Kata Sekjen ADB Kalteng |
![]() |
---|
Kriminalisasi Masyarakat Sekitar Kebun Sawit, Perlu Ada Tim Penyelesaian Konflik di Kalteng |
![]() |
---|
Buku 'Hantu Tuan Kebun', Cerita Mereka yang Tertinggal Pembangunan di Tengah Kebun Sawit Kalteng |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.