Korupsi Tambang di Barito Utara

Respon Pengamat Hukum Terkait Korupsi Tambang di Barito Utara Kalteng Belasan Tahan Diungkap

Pengamat Hukum Universitas Palangka Raya (UPR), Hilyatul Asfia, turut berkomentar terkait kasus korupsi izin tambang di Kabupaten Barito Utara

Penulis: Herman Antoni Saputra | Editor: Sri Mariati
TRIBUNKALTENG.COM/AHMAD SUPRIANDI
DIGIRING - Satu di antara tersangka dugaan korupsi izin tambang di Barito Utara, saat digiring menuju mobil tahanan, Rabu (5/3/2025) kemarin. 

TRIBUNKALTENG.COM, PALANGKA RAYA - Pengamat Hukum Universitas Palangka Raya (UPR), Hilyatul Asfia, turut berkomentar terkait kasus korupsi dan suap izin tambang di Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah (Kalteng) yang sudah terjadi pada belasan tahun lalu, dan diungkap saat ini. 

Dalam kasus tersebut menyeret nama Mantan Kepala Bidang Pertambangan Umum pada Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Barito Utara yang berinisial DD. 

Namun demikian, Hilyatul berpesan dalam kasus ini, perlu dibuktikan apakah tindakan yang dilakukan DD dalam kewenangannya benar-benar mengakibatkan kerugian keuangan negara atau tidak. 

Menurutnya, ada beberapa faktor kerugian tersebut harus terjadi akibat adanya unsur-unsur seperti, suap, tipuan, paksaan atau ancaman. 

"Dapat dikatakan, penerimaan sesuatu secara melawan hukum, termasuk penghasilan yang tidak sah, serta adanya kepentingan untuk memiliki, menguasai, atau memperoleh sesuatu di luar hubungan kedinasan," katanya, Kamis (6/3/2025). 

Katanya, hal ini bisa terjadi jika seseorang secara inisiatif sendiri berupaya mendapatkan sesuatu tanpa dokumen atau dasar hukum yang sah. 

Hilyatul Asfia, menyebut seluruh unsur ini harus dikaji secara mendalam agar dapat menentukan apakah tindakan yang dilakukan benar-benar berdampak pada kerugian keuangan negara dan melanggar ketentuan hukum yang berlaku.

Hilyatul Asfia juga menjelaskan, bahwa kasus ini tidak hanya dapat dilihat dari aspek pidana, tetapi juga dari sudut pandang hukum administrasi negara dan hukum perdata. 

"Dari perspektif hukum administrasi negara, pemberian nomor dengan tanggal mundur pada surat keputusan (SK) Bupati dapat dikategorikan sebagai maladministrasi," bebernya. 

Hal tersebut dikarenkan bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB), seperti kepastian hukum dan keterbukaan. 

Akibatnya, tindakan ini dapat berujung pada pembatalan keputusan administratif oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), serta tanggung jawab pejabat pemerintah yang dapat dikenakan sanksi administratif, termasuk pemberhentian.

"Sementara itu, dari perspektif hukum perdata, apabila tindakan ini menyebabkan kerugian bagi pihak lain misalnya dalam persaingan perizinan maka pihak yang dirugikan dapat mengajukan gugatan perdata berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata tentang Perbuatan Melawan Hukum (PMH) dan menuntut ganti rugi," tutupnya. 

Baca juga: Potensi Pesanan, Kata Kuasa Hukum Kasus Korupsi Izin Tambang di Barito Utara Kalteng

Baca juga: BREAKING NEWS - Korupsi Izin Tambang di Barito Utara, Kejati Tetapkan Mantan Kadis-Kabid Tersangka

Dengan demikian, menurut Hilyatul Asfia, permasalahan ini tidak dapat dipandang secara sempit hanya dari aspek pidana saja. 

Termasuk juga harus dikaji dalam konteks hukum administrasi dan hukum perdata, dengan menyoroti potensi maladministrasi penyalahgunaan wewenang, serta dampak kerugian yang ditimbulkan terhadap negara maupun pihak lain.

Sumber: Tribun Kalteng
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved