Berpotensi Ciptakan Ketimpangan dan Konflik, Pemutihan Sawit di Kalteng Dinilai Bukan Solusi
Perkebunan sawit yang berada di dalam kawasan hutan itu mayoritas terdapat di Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Seruyan, dan Kabupaten Kapuas.
Penulis: Ahmad Supriandi | Editor: Haryanto
TRIBUNKALTENG.COM, PALANGKA RAYA - Tata kelola perkebunan kelapa sawit masih menjadi persoalaan cukup besar di Kalimantan Tengah (Kalteng). Ratusan ribu hektare kebun sawit masuk ke dalam kawasan hutan.
Setidaknya terdapat 632.133 hektare kebun sawit yang masuk ke dalam kawasan hutan. Angka itu melebihi luas pulau Bali.
Perkebunan sawit yang berada di dalam kawasan hutan itu mayoritas terdapat di Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Seruyan, dan Kabupaten Kapuas.
Pemprov Kalteng berencana melakukan pemutihan terhadap lahan sawit milik perusahaan besar swasta yang masuk ke dalam kawasan hutan.
Rencana pemutihan ini mendapat sorotan dari Wahana Lingkungan Hidup atau Walhi Kalteng.
Baca juga: Pemkab Kotim dan Betang Borneo Indonesia Jalin Kerja Sama Pemetaan Pekebun Kepala Sawit

Manajer Advokasi, Kajian dan Kampanye Walhi Kalteng, Janang Firman Palanungkai menyebut, rencana pemutihan ini merupakan bentuk pengampunan kejahatan lingkungan.
Apalagi, kata Janang, dalam aktivitasnya selama ini banyak perusahaan perkebunan sawit yang menimbulkan masalah, baik kerusakan lingkungan maupun konflik sosial.
"Kami melakukan desk study terhadap lima perusahaan yang memiliki kebun sawit di dalam kawasan hutan di daerah Seruyan dan Kotawaringin Timur, lima perusahaan itu kami pilih sebagai sampel karena punya riwayat konflik," ujar Janang, saat diskusi soal pemutihan lahan sawit yang digelar Walhi Kalteng, Rabu (11/9/2024)
Lima perusahaan itu melakukan aktivitas pembangunan kebun di dalam kawasan hutan tanpa Izin Pelepasan Kawasan Hutan (IPHK) dengan total luas mencapai 51.037 hektare.
Tak hanya itu, ada juga kawasan yang membangun kebun di atas lahan gambut dengan fungsi gambut lindung dan gambut budidaya.
"Kami juga menemukan lokasi kebakaran lahan di sekitar kebun sawit bahkan ada yang di wilayah perusahaan yang ada di Kotawaringin Timur dan Seruyan," kata Janang lagi.
Penolakan pemutihan kebun sawit yang masuk ke dalam kawasan hutan juga ditolak oleh James Watt, tokoh masyarakat Bangkal, Seruyan.
Menurutnya tidak adil jika masyarakat saja diadili tetapi perusahaan yang melanggar justru mendapat pengampunan.
"Tidak adil jika masyarakat yang menuntut haknya dipidana sementara perusahaan yang mengambil lebih banyak justru diampuni," kata James.
Hal yang sama juga disampaikan Dedi, warga Desa Penyang, Kotim. Ia bahkan bermimpi jika pemerintah mengembalikan pengeloaan hutan kepada masyarakat adat.
"Kalau dikatakan terlanjur dibuka, kenapa tidak diserahkan kepada masyarakat saja, itu yang menjadi mimpi kami," ucap Dedi.
Baik James maupun Dedi sepakat jika pemutihan lahan sawit tidak akan menyelesaikan konflik di Desa Bangkal dan Penyang. Ketimbang pemutihan lahan, mereka ingin kawasan hutan yang dibuka perusahaan sawit itu dikelola oleh masyarakat.
Warga Pulpis dan Kapuas Keluhkan Larangan Pembakaran Lahan, Pemprov Didorong Kaji Ulang Kebijakan |
![]() |
---|
PT MUTU Tanggapi Dugaan Pencemaran Lingkungan di Barito Selatan, Hari Ini Cek Sampel Sungai Singan |
![]() |
---|
Walhi Kalteng Desak Penegak Hukum Usut Dugaan Pencemaran Lingkungan di Desa Muara Singan Barsel |
![]() |
---|
Kritik dan Saran Walhi Kalteng soal Raperda Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan |
![]() |
---|
Walhi Gelar Aksi di Sungai Barito Kalsel, Serukan Stop Deforestasi Akibat Tambang Batu Bara |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.