Kasus Korupsi KONI Kotim Disidang
Ekspresi Wajah Datar Terdakwa Kasus Korupsi KONI Kotim Dengar Dakwaan JPU Merugikan Negara Rp 10 M
Ekspresi wajah datar ditujukkan terdakwa kasus korupsi KONI Kotim Ahyar Umar saat duduk di kursi pesakitan saat mendengarkan dakwaan dari JPU
Penulis: Ahmad Supriandi | Editor: Sri Mariati
TRIBUNKALTENG.COM, PALANGKARAYA - Jaksa Penuntut Umum atau JPU membacakan dakwaan untuk Ahyar Umar, sebagai terdakwa dalam kasus dugaan korupsi dana hibah KONI Kotawaringin Timur.
Dalam dakwaan yang dibacakan tersebut, Ahyar merugikan negara lebih dari 10 miliar rupiah.
Ahyar Umar menjalani proses peradilan di PN Palangkaraya pada Selasa (6/8/2024). Sejak tiba hingga duduk di kursi pesakitan hampir tak ada ekspresi yang ditunjukannya, jauh berbeda dibandingkan saat ditetapkan sebagai tersangka beberapa waktu lalu.
Saat itu, Ahyar keluar dari Gedung Kejati Kalteng mengenakan rompi merah. Emosinya meledak, ia juga sempat berkata "penyidikan jahanam" sembari menunjuk-nunjuk ke arah media.
Kini ia resmi berstatus sebagai terdakwa karena dugaan korupsi dana hibah KONI Kotim tahun anggaran 2021, 2022, dan 2023. Total dana hibah itu mencapai Rp 30 miliar.
Ketika mendengar pembacaan dakwaan Ahyar yang mengenakan baju putih dan peci hitam nampak lebih datar, hanya menunduk sambil sesekali memperhatikan JPU yang membacakan dakwaan.
Satu di antara JPU, I Wayan Suryawan mengungkapkan, inti dari dakwaan untuk Ahyar yang disampaikan jaksa yakni dalam pengelolaan dana hibah KONI Kotim tahun 2021-2023 ada penyimpangan.
Baca juga: BREAKING NEWS, Sidang Perdana Terdakwa Kasus Korupsi KONI Kotim JPU Bacakan Dakwaan
Baca juga: Hakim Tolak Praperadilan Kasus Korupsi KONI Kotim
"Dalam pengelolaan dana hibah KONI Kotim ini ada mark up (menaikan harga, red) dan ada pemotongan baik 2021, 2022, maupun 2023," ujar Suryawan pada awak media.
Total kerugian, kata Suryawan, akibat penyalahgunaan dana hibah tersebut sekira Rp 10,3 miliar.
Suryawan menyebut, jumlah kerugian itu berdasarkan perhitungan tim auditor Kejati Kalteng.
Dalam dakwaan, lanjut Suryawan, pihaknya khusus membahas dana hibah dari Pemerintah Kabupaten atau Pemkab Kotim, tidak termasuk pengelolaan dana Porprov.
"Dalam dakwaan ini khusus dana yang dikelola oleh KONI Kotim, kalau Porprov pengelolaannya beda karena membutuhkan SK dari Gubernur maupun Bupati," terangnya.
Ia menambahkan, jumlah dana hibah yang disalahgunakan oleh terdakwa berbeda-beda setiap tahun.
Untuk 2021, ujar Suryawan, dana yang disalahgunakan mencapai Rp 1,7 miliar. Lalu, 2022 sekira Rp 4,2 miliar, dan tahun 2023 Rp 4,3 miliar.
"Secara total kerugian negaranya itu sekira 10,3 miliar dan modusnya sama, ada mark up, pemotongan, dan pembelian fiktif," tuturnya. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.