Berita Palangkaraya

Kasus Penggunaan Kawasan HPK Jadi Lokasi Tambang Ilegal Sudah P21, Tersangka Diserahkan ke Kejaksaan

penanganan tersangka HF (39) yang merupakan Direktur PT MT, saat ini sudah P21 oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Penulis: Ahmad Supriandi | Editor: Fathurahman
POLDA KALTENG UNTUK TRIBUNKALTENG.COM
Kasubdit IV Tindak Pidana Tertentu (Tipidter) Ditreskrimsus, AKBP Joko Handono (kanan) saat menyampaikan rilis terkait kasus tambang ilegal yang sudah dilimpahkan ke kejaksaan, Senin (24/6/2024). 

TRIBUNKALTENG.COM, PALANGKARAYA - Polda Kalteng menyita satu buah dokumen perizinan dari PT MT  beserta barang bukti tumpukan batubara yang berada di dalam area kawasan Hutan Produksi di Konversi (HPK) atas dugaan tidak pidana di bidang pelayaran dan kehutanan.

Kasubdit IV Tindak Pidana Tertentu (Tipidter) Ditreskrimsus, AKBP Joko Handono menyampaikan, penanganan tersangka HF (39) yang merupakan Direktur PT MT, saat ini sudah sampai ke tahap pelimpahan dan dinyatakan lengkap atau P21 oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).

PT MT diduga melakukan penambangan batubara ilegal di Kabupaten Barito Timur (Bartim) sejak tahun lalu

"Berdasarkan hasil penyelidikan, PT MT melakukan kegiatan penambangan dan penumpukan batubara di area kawasan HPK di wilayah Desa Kalamus dan Desa Telang Baru, Kabupaten Bartim dan tanpa izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) dari Kementrian Kehutanan sejak Juni 2023," jelas Joko, Senin (24/6/2024).

Lebih lanjut, Joko mengatakan, saat ini pihaknya juga telah memeriksa terkait
dugaan keterlibatan seorang staff di DPMPTSP Kalteng, terkait penerbitan surat yang didapatkan PT MT.

Baca juga: Legislator Kalteng Ina Prayawati, Soroti Krisis Air Bersih Warga Sekitar Wilayah Tambang DAS Barito

"Namun dalam kasus ini, kami tidak mengkaji terkait kerugian negara yang disebabkan oleh aktivitas pertambangan illegal tersebut. Akan tetapi perkara sudah dilimpahkan ke Subdit Tindak Pidana Korupsi guna penanganan lebih lanjut atas aksi dari pertambangan ini," sambungnya.

Joko mengungkapkan, tersangka terancam pasal berlapis diantaranya pasal 78 ayat (3) Jo Pasal 50 ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang dan/atau Pasal 300 Jo. Pasal 105 Undang -Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.

"Untuk ancaman hukuman, pelaku akan diancam dengan hukuman penjara paling lama 10 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 7,5 miliar," tutupnya. (*)

 

Sumber: Tribun Kalteng
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved