Berita Palangkaraya
Soal Deforestasi dan Banjir di Kalteng Begini Penjelasan Wamen LHK Alue Dohong
Begini respon dan penjelasan dari Wamen LHK Alue Dohong terkait deforestrasi dan banjir di Kalteng yang selalu menjadi langganan tiap tahunnya
Penulis: Ahmad Supriandi | Editor: Sri Mariati
TRIBUNKALTENG.COM, PALANGKARAYA - Bencana banjir di Kalteng sudah menjadi langganan tiap tahunnya seperti kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Ketika curah hujan tinggi maka sudah pasti sejumlah wilayah di Bumi Tambun Bungai pun mengalami banjir.
Selain itu pun kondisi banjir di Kalteng pun diperparah dengan deforestasi atau hilangnya tutupan hutan.
Berdasarkan data yang dihimpun Auriga Nusantara pada 2023 deforetasi di Kalteng merupakan yang tertinggi kedua setelah Kalimantan Barat.
Auriga mencatat Kalteng menyumbang deforestasi sebanyak 30.433 hektare.
Sebelumnya, Direktur Save Our Borneo (SOB) Habibi mengatakan hampir seluruh wilayah di Kalteng adalah hutan hujan yang berarti memiliki curah hujan tinggi.
Hutan berfungsi untuk menahan dan menyerap air ke dalam tanah agar tidak mengalir ke tempat terbawah hingga menyebabkan sungai meluap.
"Kalau hujan terus terjadi sementara hutan terus berkurang tidak akan ada yang menahan air turun ke dataran rendah, selain itu deforestasi juga bisa menyebabkan perubahan cuaca," jelas Habibi.
Angka deforestasi yang cukup tinggi di Kalteng membuat pohon yang seharusnya bisa menyerap air ke dalam tanah kini sudah berkurang sehingga air lebih cepat turun ke dataran yang lebih rendah.
Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan atau Wamen LHK Alue Dohong, menerangkan banjir yang merendam hampir seluruh wilayah Kalteng karena memang berada di dataran rendah.
“Dari dulu memang seperti itu. Tapi juga harus diakui ada faktor lain yang mempengaruhi, seperti tutupan hutan yang berkurang, makanya terus kami kendalikan sekarang,” ujar Alue, Rabu (29/5/2024).
Alue menuturkan, KLHK telah menjalankan moratorium secara menyeluruh terhadap alih fungsi hutan primer, termasuk di lahan gambut.
Lebih lanjut, Alue juga tak menampik terjadi alih fungsi lahan yang dilakukan perusahaan. Meski begitu pembukaan lahan oleh perusahaan dilakukan secara bertahap.
“Karena pembukaan hutan skala besar butuh modal, misalnya kalau punya izin 5.000 hektare, dia buka hektare per tahun, jadi tidak sekaligus,” ungkapnya.
Alue mengatakan, banyak faktor alam yang menyebabkan banjir satu di antaranya curah hujan yang tinggi.
Selain itu, Alue menyebutkan perubahan iklim juga menjadi penyebab terjadi banjir di Kalteng.
“Daya tampung sungai kita juga mengalami pendangkalan karena erosi dan sedimentasi tanah yang turun ke sungai, makanya badan-badan perairan itu harus dijaga agar daya tampung airnya bisa bertambah,” lanjutnya.
Ia menambahkan, pemerintah perlu membuat skala pengerukan sungai atau normalisasi sehingga mengurangi pendangkalan sungai.
Alue membeberkan, pihaknya telah menjalankan sejumlah program pemulihan lingkungan untuk mengurangi angka deforestasi mulai dari pemulihan ekosistem gambut, restorasi gambut, hinga pemulihan daerah aliran sungai.
Wamen LHK mengklaim saat ini deforestasi di Indonesia sudah jauh menurun. Hal tersebut disampaikan berdasarkan data Sistem Monitoring Hutan Nasional (Simontana) yang menjadi rujukan pemerintah dalam melihat keadaan hutan di Indonesia.
Berdasarkan data tersebut, Alue mengungkapkan, deforestasi secara nasional terus mengalami penurunan.
“Bahkan sejak 10 tahun terakhir ini data deforestasi nasional sudah terendah, cuman 102 ribu hektare per 2022, kalau dulu jutaan hektare, ini sudah diakui dunia bahwa Indonesia berhasil mengurangi deforestasi dibandingkan negara lain seperti Brazil dan lain-lainnya,” sambungnya.
Alue menegaskan, pihaknya akan terus melakukan pengawasan terhadap aktivitas alih fungsi lahan ilegal.
"Penegakan hukum akan terus dilakukan dan pembinaan juga akan kami lakukan terus-menerus,” ucapnya.
Sementara itu, Manajer Advokasi, Kampanye, dan Kajian Walhi Kalteng, Janang Firman mengatakan kerusakan lingkungan hingga menyebabkan bencana banjir bukan hanya bisa dilhat pada kerusakan yang terjadi selama satu atau dua tahun terakhir.
Berdasarkan analisis spasial yang dilakukan Walhi Kalteng pada 2022, daerah tutupan lahan daerah aliran sungai atau DAS di Kalteng hanya mencapai angka 182.341 hektare.
Sedangkan untuk luas tutupan perkebunan di sekitar DAS di Kalteng mencapai 244.290 hektare. Sementara untuk lahan pertambangan seluas 169.350 hektare.
"Artinya perubahan tutupan lahan dan deforestasi di sekitar aliran sungai di Kalteng cukup tinggi menurut kita," ungkap Janang.
Janang juga menjelaskan, tutupan lahan di Kalteng terutama di sekitar aliran sungai mengalami perubahan yang signifikan.
Baca juga: Seluruh Wilayah Kalteng Terdampak Banjir hingga Mei 2024, La Nina dan Deforestasi Jadi Penyebab
Baca juga: Resmikan PDU Sampah Palangkaraya, Wamen LHK Alue Dohong Minta Peran Masyarakat Dioptimalkan
Menurutnya, banjir yang melanda sejumlah wilayah Kalteng saat ini tak lepas dari tingginya angka deforestasi.
"Kalau pun angka deforestasi 2023 dan 2024 menurun bukan berarti deforestasi tidak menjadi faktor yang menyebabkan banjir saat ini," lanjut Janang.
Selain itu, deforestasi juga menyebabkan pendangkalan sungai sehingga lebih mudah terjadi banjir.
"Melihat kondisi di lapangan saat ini, rasanya tidak mungkin jika faktor utama banjir hanya karena hujan," tutup Janang. (*)
Palangka Raya Resmi Jadi Tuan Rumah Kongres GMNI XXIII Tahun 2028, Ada Historisnya |
![]() |
---|
Tak Ada Anggaran Tambahan, Pemprov Targetkan RTH Eks KONI Kalteng Selesai Paling Lambat Desember |
![]() |
---|
Panen Jagung di Pekarangan Polresta Palangka Raya, Achmad Zaini: Bukti Bisa Bertani di Tengah Kota |
![]() |
---|
Simpan 24 Paket Sabu, Napi Rutan Kelas IIA Ditangkap Satresnarkoba Polresta Palangka Raya |
![]() |
---|
Pemprov Kalteng Bakal Kaji Pelanggaran Aturan dan Kerusakan Lingkungan oleh 7 Perusahaan Tambang |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.