Haul Guru Sekumpul 2024

Biografi Guru Sekumpul, Jelang Haul ke-19 Guru Sekumpul di Mushola Ar-Raudhah Martapura Kalsel

Biografi Abah Guru Sekumpul. Haul Guru Sekumpul 2024 KH Muhammad Zaini bin Abdul Ghani di Mushola Ar-Raudhah Martapura, Kalsel.

Editor: Nia Kurniawan
Istimewa
Biografi Abah Guru Sekumpul. Haul Guru Sekumpul 2024 KH Muhammad Zaini bin Abdul Ghani di Mushola Ar-Raudhah Martapura, Kalsel. 

TRIBUNKALTENG.COM - Jelang Haul Guru Sekumpul 2024 KH Muhammad Zaini bin Abdul Ghani di Mushola Ar-Raudhah Martapura, Kalsel.

Sambut pelaksanaan Haul ke-19 Guru Sekumpul, berikut kisah Guru Ijai atau yang juga dikenal KH Muhammad Zaini bin Abdul Ghani

Jadwal Haul Guru Sekumpul 2024, menurut H Abdel salah satu dari relawan posko induk Sekumpul bahwa untuk tanggal meninggal Abah Guru Sekumpul bertepatan pada tanggal 17 Januari 2024.

H Abdel menjelaskan pelaksanaan Haul Guru Sekumpul 2024 bisa dimajukan ke 14 Januari 2024 dan bisa juga diundur ke tanggal 21 Januari 2024  atau diantaranya.

Baca juga: Haul Guru Sekumpul 2024, Ini Karomah dan Profil KH Muhammad Zaini Abdul Ghani atau Guru Ijai

Baca juga: KALENDER 2024 Cek Jadwal Haul ke-19 Guru Sekumpul, Januari Cuma 1 Hari Libur Nasional

Jelang Haul Guru Sekumpul 2024, berikut biografi Abah Guru Sekumpul atau nama aslinya Muhammad Zaini bin Abdul Ghani al-Banjari, adalah salah seorang ulama yang populer di Kalimantan.

Ia lahir pada 11 Februari 1942 atau 27 Muharram 1361 H di desa Tunggul Irang, Martapura, Kabupaten Banjar.

Ayahnya bernama Abdul Ghani bin Abdul Manaf bin Muhammad Seman, sedangkan ibunya bernama Hj. Masliah binti H. Mulia bin Muhyiddin.

Ya, Abah Guru Sekumpul merupakan keturunan ke-8 dari ulama besar Banjar, Maulana Syekh Muhammad Arsyad bin Abdullah Al Banjari.

Adapun silsilahnya adalah Muhammad Zaini bin Abdul Ghani bin Abdul Manaf bin Muhammad Seman bin Muhammad Sa’ad bin Abdullah bin Mufti Muhammad Khalid bin al-Alim al-Allamah al-Khalifah Hasanuddin bin Syaikh Muhammad Arsyad bin Abdullah al-Banjari.

Ketika kecil, Abah Guru Sekumpul selalu dekat dengan ayah dan neneknya, yang selalu menanamkan kedisiplinan dalam pendidikan tauhid dan akhlak serta belajar membaca Al Quran.

Semenjak kecil ia sudah digembleng orang tua untuk mengabdi kepada ilmu pengetahuan dan ditanamkan perasaan cinta kasih dan hormat kepada para ulama.

Selain nenek dan ayahnya, Abah Guru Sekumpul juga mendapat didikan dari pamannya, Syekh Seman Mulia.

Pamannya mendidik baik ketika berada di sekolah maupun di luar sekolah. Guru Seman pula yang mengajak Abah Guru Sekumpul mendatangi tokoh Islam terkenal di bidangnya baik di Kalimantan Selatan maupun di Jawa.

Salah satu contohnya, Guru Seman mengajak Abah Guru Sekumpul belajar kepada al-Alim al-Allamah Syaikh Anang Sya’rani, yang terkenal dalam bidang hadis dan tafsir.

Dalam perjalanannya, Abah Guru Sekumpul menyadari bahwa pamannya adalah seorang ahli di hampir semua bidang keilmuan Islam, tetapi tidak menampakkannya ke depan khalayak.

Sifat itulah yang ditiru Abah Guru Sekumpul, hingga dikenal sebagai pribadi yang mulia, penyabar, rida, pemurah, dan penyayang terhadap siapa saja.

Setelah melanglang buana belajar agama dan pendidikan lainnya, Abah Guru Sekumpul mendapat mandat untuk mengajar di Pondok Pesantren Darussalam Martapura.

Atas rekomendasi dari K.H. Abdul Qadir Hasan, K.H. Sya’rani Arif, dan K.H. Salim Ma’ruf, ia menjadi pengajar di pondok pesantren tersebut.

Lima tahun kemudian, Abah Guru Sekumpul berhenti dan memilih melakukan kegiatan dakwah dengan membuka pengajian di rumahnya di Keraton Martapura.

Mulanya, pengajian ini diadakan hanya untuk menunjang pelajaran para santri di Pondok Pesantren Darussalam Martapura, dengan diisi pengulangan kitab-kitab Ilmu Alat, seperti Nahwu dan Saraf.

Namun, pada perkembangannya, jemaah yang menghadiri pengajiannya cukup beragam, bukan hanya dari kalangan santri, tetapi juga masyarakat umum.

Pengajian pun mulai berkembang dengan kitab yang lebih bervariasi, mulai dari kitab-kitab fikih, tasawuf, tafsir, dan hadis.

Pada kesempatan itu, Abah Guru Sekumpul juga mulai menyiarkan Maulid al-Habsyi atau Simthud Durar karangan al-Habib Ali bin Muhammad al-Habsyi.

Selain itu juga, pengajian bertambah lengkap dengan diselipkan lantunan syair atau kasidah berisi pujian-pujian terhadap Nabi Muhammad.

Karena pengajian di Keraton Martapura dirasa sudah tidak mampu lagi menampung jemaah, maka Abah Guru Sekumpul berinisiatif untuk pindah ke lokasi pengajian yang baru.

Pada sekitar 1980-an, Abah Guru Sekumpul memilih wilayah Sungai Kacang sebagai lokasi rumahnya sekaligus tempat pengajian yang baru.

Rumah baru Abah Baru Sekumpul ini kemudian dinamakan komplek Ar-Raudhah, penamaan tersebut mengacu pada nama Ar-Raudhah di Masjid Nabawi, Madinah.

Setelah mengabdikan dirinya sebagai pedakwah Islam, Abah Guru Sekumpul kemudian mengalami sakit pada ginjalnya hingga harus dirawat di Rumah Sakit Mount Elizabeth, Singapura.

Setelah sepuluh hari dirawat di Singapura, pada 9 Agustus 2005, Abah Guru Sekumpul diperbolehkan pulang.

Namun, keesokan harinya, pada 10 Agustus 2005, Abah Guru Sekumpul meninggal dunia di usia 63 tahun.

Abah Guru Sekumpul dimakamkan di kompleks pemakaman keluarga di dekat Musala Ar Raudhah, Kalimantan Selatan.

Karya Selama hidupnya, selain menjadi pendakwah, Abah Guru Sekumpul juga aktif dalam kegiatan menulis.

Ia telah menghasilkan beberapa karya, yakni: Risalah Mubaraqah Manaqib Asy-Syekh As-Sayyid Muhammad bin Abdul Karim Al-Qadiri Al-Hasani As-Samman Al-Madani Ar-Risalatun Nuraniyah fi Syarhit Tawassulatis Sammaniyah Nubdzatun fi Manaqibil Imamil Masyhur bil Ustadzil a’zham Muhammad bin Ali Ba’alawy.

Referensi: Pena, Sterni. Toha, Alif. (2020). Guru Sekumpul: Kisah Singkat Guru Sekumpul. Yogyakarta: Global Press.

( Tribunkalteng.com / Kompascom)

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved