Doa dan Amalan Islam

Rebo Wekasan yang Diyakini Hari Musibah dari Kacamata Islam dan Hukum Ibadah di Rabu Terakhir Safar

Ada keyakinan di sebagian masyarakat terutama Jawa, pada Rabu terakhir bulan Safar akan terjadi banyak musibah

Editor: Dwi Sudarlan
istimewa/surya
Ilustrasi Rebo Wekasan, Rabu terakhir bulan Safar yang diyakini banyak musibah, benarkah? 

TRIBUNKALTENG.COM - Safar, bulan kedua Kalender Islam atau Kalender Hijriah tahun ini akan berakhir pada Sabtu 16 September 2023.

Sehingga, besok 13 September adalah Rabu terakhir bulan Safar.

Ada keyakinan di sebagian masyarakat terutama Jawa, pada Rabu terakhir bulan Safar akan terjadi banyak musibah yang diistilahkan Rabu Wekasan, Rebo Wekasan, Rebo Pungkasan atau Arba Mustakmir.

Rebo dalam Bahasa Jawa adalah Rabu, sementara Wekasan atau Pungkasan adalah terakhir.

Karena keyakinan akan banyaknya musibah pada hari itu, ada sebagian masyarakat yang kemudian menggelar ritual tolak bala atau melakukan Sholat Tolak Bala.

Contoh-contoh upacara adat pada hari ini di Tanah Jawa.

Hukum Rabu Wekasan

Dikutip dari SyariahIslam.com, keyakinan Rebo Wekasan atau Rabu Wekasan, Rebo Pungkasan atau Arba Mustakmir bersumber dari pernyataan dari orang-orang yang dianggap saleh.

Namun, tidak ada sahabat Rasul SAW maupun ulama besar masa lalu menyebutkan keyakinan tersebut.

Sementara sumber syariat Islam adalah Alquran dan sunnah Nabi SAW.

Disebutkan, bencana atau musibah merupakan sesuatu yang gaib dan tidak ada yang tahu kecuali Allah SWT.

Karena itu, disebutkan pula, meyakini datangnya malapetaka atau hari sial di hari Rabu terakhir bulan Shafar (Rebo Wekasan) termasuk jenis thiyarah (meyakini pertanda buruk) yang dilarang.

Karena ini merupakan perilaku dan keyakinan orang jahiliyah.

Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda,

لا عدوى ولا طيرة ولا هامَة ولا صَفَر وفر من المجذوم كما تفر من الأسد

“Tidak ada penyakit menular (yang menyebar dengan sendirinya tanpa kehendak Allah), tidak pula ramalan sial, tidak pula burung hantu dan juga tidak ada kesialan pada bulan Safar. Larilah dari penyakit kusta sebagaimana engkau lari dari singa”. (HR Bukhari, 5387 dan Muslim, 2220).

Al-Hafidz Ibnu Rajab al-Hanbal mengatakan, “Maksud hadis tersebut adalah orang-orang jahiliyah yang meyakini datangnya sial pada bulan Safar. Maka Nabi SAW membatalkan hal tersebut."

Pendapat ini disampaikan oleh Abu Dawud dari Muhammad bin Rasyid al-Makhuli dari orang yang mendengarnya.

Pendiri Nahdlatul Ulama, Hadratus Syeikh Hasyim Asy’ari pernah ditanya tentang hukum Rebo Wekasan.

Dikatakannya: Semua itu tidak ada dasarnya dalam Islam (ghairu masyru’). Umat Islam juga dilarang menyebarkan atau mengajak orang lain untuk mengerjakannya.

Sementara laman Tebu Ireng menyebut cara pandang Islam terhadap tradisi Rebo Wekasan.

1. Suatu Ilham Tidak dapat Dijadikan Dasar Hukum

Sebagian ulama sufi atau Waliyullah didasari pada ilham.

Ilham merupakan bisikan hati yang datangnya dari Allah atau semacam inspirasi bagi masyarakat umum.

Menurut mayoritas ulama Ushul Fiqh, ilham tidak dapat menjadi dasar hukum.

Ilham tidak dapat menjadikan suatu hukum wajib, sunnah, makruh, mubah, atau haram.

2. Peristiwa Rebo Wekasan Tidak Berkaitan dengan Hukum Syariat

Ilham yang diterima para ulama tidak menghukumi tetapi hanya informasi dari alam ghaib.

Oleh karena itu, anjuran Rabu Wekasan tidak mengikat karena tidak berkaitan dengan hukum syariat.

3. Ilham Tidak Boleh Diamalkan Sebelum Dicocokkan dengan Al Qur'an dan Hadist

Ilham yang diterima oleh wali tidak boleh diamalkan sebelum dicocokkan dengan Al Qur'an dan Hadist.

Jika sesuai dengan Al Qur'an dan Hadist, maka ilham dapat dipastikan kebenarannya.

Namun, jika bertentangan maka ilham harus ditinggalkan.

Terdapat hadist dla'if yang menjelaskan tentang Rebo Wekasan atau Rabu terakhir di Bulan Shafar, namun hadist ini dhaif atau lemah hukumnya.

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: آخِرُ أَرْبِعَاءَ فِي الشَّهْرِ يَوْمُ نَحْسٍ مُسْتَمِرٍّ. رواه وكيع في الغرر، وابن مردويه في التفسير، والخطيب البغدادي..

“Dari Ibn Abbas ra, Nabi Saw bersabda: “Rabu terakhir dalam sebulan adalah hari terjadinya naas yang terus-menerus.”

HR. Waki’ dalam al-Ghurar, Ibn Mardawaih dalam at-Tafsir, dan al-Khathib al-Baghdadi. (dikutip dari Al-Hafidz Jalaluddin al-Suyuthi, al-Jami’ al-Shaghir, juz 1, hal. 4, dan al-Hafizh Ahmad bin al-Shiddiq al-Ghumari, al-Mudawi li-‘Ilal al-Jami’ al-Shaghir wa Syarhai al-Munawi, juz 1, hal. 23).

Selain dla'if, hadist ini tidak berkaitan dengan hukum wajib, halal, haram, dan lainnya, namun hanya bersifat peringatan.

Hukum Meyakini

Hukum meyakini peristiwa Rabu Wekasan telah dijelaskan pada hadist shahih riwayat Imam Bukhari dan Muslim.

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ إِنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم: قَالَ لَا عَدْوَى وَلَا صَفَرَ وَلَا هَامَةَ. رواه البخاري ومسلم.

“Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah Saw bersabda: “Tidak ada penyakit menular. Tidak ada kepercayaan datangnya malapetaka di bulan Shafar. Tidak ada kepercayaan bahwa orang mati itu rohnya menjadi burung yang terbang,” (HR. al-Bukhari dan Muslim).

Hadist ini menjelaskan jika bulan shafar sama seperti bulan-bulan lainnya dan tidak memiliki keistimewaan khusus.

Hadist ini juga merupakan respon Nabi Muhammad SAW terhadap tradisi yang berkembang di masa jahiliyah.

Banyak orang awam meyakini datangnya sial pada bulan shafar, dan melarang bepergian pada bulan itu.

Meyakini hal tersebut termasuk jenis thiyarah atau meyakini pertanda buruk yang dilarang.

Dengan demikian, tradisi Rebo Wekasan bukan bagian dari syariat islam.

Akan tetapi, dapat dijadikan tradisi yang positif karena menganjurkan banyak berdo'a, beribadah kepada Allah, mengajurkan banyak sedekah dan menghormati para wali yang mukasyafah.

Hukum Ibadah saat Rebo Wekasan

Apabila niatnya adalah ibadah Rabu Wekasan secara khusus maka hukumnya tidak boleh dilakukan.

Karena dalam syariat Islam tidak pernah mengenal adanya ibadah Rabu Wekasan.

Apabila niat dan pelaksanaan sesuai dengan syariat hukumnya boleh, tetapi jika terjadi penyimpangan baik dalam keyakinan maupun caranya hukumnya haram.

Mengenai penjelasan adanya kesialan pada kahir bulan shafar seperti angin topan yang memusnahkan kaum 'aad yang tertulis di QS. Al Qamar: 18-20, maka hal itu merupakan salah satu peristiwa saja yang tidak terjadi terus menerus. (*)

 

 

( Tribunnews.com

Sumber: Tribun Kalteng
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved