Pasal-pasal Polemik di UU Kesehatan, Pengesahan Disambut Aksi Massa dan Ancaman Mogok Kerja Nakes

Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) bahkan mengancam melakukan  mogok kerja setelah UU Kesehatan disahkan pemerintah dan DPR

Editor: Dwi Sudarlan
Tribunnews/Irwan Rismawan
Aksi massa tenaga kesehatan menolak pengesahan RUU Kesehatan menjadi UU Kesehatan oleh DPR, Selasa (11/7/2023). 

TRIBUNKALTENG.COM, JAKARTA - Aksi massa digelar di DPR untuk menolak pengesahan Omnibus Law Rancangan Undang-Undang/RUU Kesehatan menjadi undang-undang/UU Kesehatan.

Meski ditolak massa dari kalangan tenaga kesehatan, rapat paripurna DPR yang dipimpin Ketua DPR Puan Maharani tetap mengesahkan UU Kesehatan tersebut, Selasa (11/7/2023).

Banyak pihak menilai pengesahan UU Kesehatan itu terkesan terburu-buru, mengingat RUU inisiatif DPR ini baru  dibahas pada tahun lalu.

Selain itu, pemetaan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) juga baru terjadi pada Februari hingga April 2023.

Apalagi produk hukum yang akan disahkan memuat banyak UU yang sudah eksis, yakni mencabut 9 UU dan mengubah 4 UU terkait kesehatan.

Karena itu selain melalui aksi massa, penolakan juga dilakukan melalui jalur hukum yakni mengajukan judicial review  ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Tak hanya itu, Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) bahkan mengancam melakukan  mogok kerja setelah UU Kesehatan disahkan pemerintah dan DPR.

Ketua PPNI Harif Fadhillah mengatakan internal PPNI telah menyepakati rencana aksi mogok kerja itu.

Meski demikian, kata Harif, PPNI masih menunggu kesepakatan dari empat organisasi profesi lainnya.

Keempat organisasi profesi itu, yakni Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI).

Lalu apa saja isi atau pasal dari RUU Kesehatan yang sebelumnya mengundang polemik?

Berikut pasal-pasal polemik di UU Kesehatan, seperti dilansir Tribunnews.com dari BBC Indonesia:

Pasal 154 ayat 3

Pasal itu berbunyi: "Zat adiktif sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dapat berupa narkotika; psikotropika; minuman beralkohol; hasil tembakau; dan hasil pengolahan zat adiktif lainnya."

Pasal ini disebut kontroversial karena memasukkan tembakau dengan narkotika dan priskotropika dalam satu kelompok zat adiktif.

Halaman
123
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved