Kabar Dayak

Berbeda Alat Penangkap Ikan Lainnya, Asal Usul Mihing Khas Suku Dayak Kalimantan Tengah

Tentang Alat penangkap ikan tradisional Suku Dayak Kalimantan Tengah ini berbeda dengan yang lainnya.

Penulis: Nor Aina | Editor: Nia Kurniawan
Media Center Palangkaraya
Alat penangkap ikan tradisional, Mihing khas suku Dayak Kalimantan Tengah yang terdapat di Museum Balanga. 

TRIBUNKALTENG.COM - Mihing merupakan alat penangkap ikan tradisional khas Suku Dayak Kalimantan Tengah (Kalteng).

Alat penangkap ikan tradisional Suku Dayak Kalimantan Tengah ini berbeda dengan yang lainnya.

Hal itu karena cara kerja Mihing yakni digunakan tidak berjalan, melainkan hanya berdiam dan tak bergerak.

Mihing terbilang cukup langka di kalangan suku Dayak Kalimantan Tengah sekarang.

Baca juga: Terhindar Roh Jahat, Inilah tradisi Tetek Pantan di Suku Dayak Kalimantan Tengah

Dulunya, Mihing hanya dikenal oleh masyarakat Dayak Ngaju, khususnya beberapa desa yang ada di bantaran Sungai Kahayan.

Namun kini, Mihing sudah jarang ditemukan dan benda langka bagi Suku Dayak Kalimantan Tengah.

Terbilang cukup langka, lantas bagaimana asal usul Mihing?

Asal Usul Mihing

Melansir melalui budaya-indonesia.org, Mihing memiliki asal muasal yang cukup magis.

Dimana dikisahkan, Bowak (nama seseorang) berhasil memperdaya para dewa.

Bowak menciptakan alat magis untuk menjaring harta benda penduduk bumi, yang disebut mihing.

Beberapa hari kemudian setelah selesai membuat Mihing, Bowak menaburkan beras, seperti yang dilakukan Rawing Tempo Telon.

Pada waktu itu juga berdatanganlah segala guci antik.

Benda kerajinan tangan dan ukiran emas perak, kuningan dan segala macam piring mangkuk yang mahal harganya menuju Mihing tersebut.

Penduduk kampung bersorak kegirangan menangkap harta benda, lalu membawanya pulang ke rumah masing-masing menjadi miliknya.

Orang-orang di bumi Sangiang, gempar karena harta kekayaan mereka bergerak-gerak dan merayap.

Kemudian harta benda tersebut lenyap dari dalam rumah mereka, terbang menuju dunia lain.

Akhirnya Rawing Tempo Telon memerintahkan kepada Sahawung Bulaw, Tempung Buang Penyang, mereka tujuh orang banyaknya mendatangi bumi ini, guna menjumpai Bowak.

Singkat cerita, para dewa memerintahkan Bowak menghentikan perbuatannya.

Lasang Kilat Pangkaje Andaw yang ditumpangi oleh Rawing Tempo Telon dan tujuh kawannya mendarati dekat Mihing itu.

Bowak terkejut melihat Rawing Tempo Telon dan ketujuh kawannya berdiri di sana.

Orang lain tidak dapat melihat kehadiran mereka, kecuali Bowak sendiri.

Rawing Tempo Telon dan ketujuh kawannya sangat marah kepada Bowak, karena ternyata ia bisa membuat Mihing.

Setelah Mihing itu jatuh ke sungai, orang-orang melihat kawanan ikan besar, kecil, pada berkerumun di situ.

Orang banyak sangat heran, menyaksikan Mihing itu tiba-tiba berangkat sendiri dan terjun masuk ke dalam air, dan kawanan ikan lalu berkumpul di situ.

Perhatian orang segera beralih, bukan lagi menangkap harta benda, tetapi menangkap berjenis-jenis ikan.

Jenis ikan tersebut seperti sapan, jelawat, patin, tabiring, balida dan banyak lagi jenis ikan yang lain.

Sejak itu mihing tidak boleh digunakan di atas tanah, melainkan digunakan di sungai untuk menangkap ikan.

Cara Membuat Mihing

Mihing tidak sembarangan dibuat ada tata cara dan aturan yang harus diikuti.

Satu diantaranya dari jenis dan letak kayu yang disesuaikan.

Dimana nama ikatan dan tempatnya masing-masing tidak boleh tertukar.

Rotan untuk pengikat dan penyimpai, hanyalah jenis rotan yang khusus untuk membuat Mihing, yang terdapat di hutan rimba.
Tidak boleh memakai rotan sembarangan, apalagi memakai tali atau paku.

Selain itu, batu pemberat (jangkar) juga ditentukan mengenakan batu pertama Bowak zaman dahulu kala.

Walaupun batu tersebut hanya berupa pecahannya yang terkecil sekalipun.

(Tribunkalteng.com/Nor Aina)

Sumber: Tribun Kalteng
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved