Presiden Jokowi Ajukan PK Atas Vonis Gugatan Karhutla Kalteng, Begini Reaksi Keras Aktivis

Jokowi mengajukan permohonan PK terhadap vonis melawan hukum dalam kasus Karhutla di Kalteng, ini reaksi aktivis

Editor: Dwi Sudarlan
BPBD Kotim untuk Tribunkalteng.com
Ilustrasi pemadaman karhutla di Teluk Sampit, Kotim, Kalteng, beberapa waktu lalu. Presiden Jokowi mengajukan permohonan PK atas vonis gugatan penanganan Karhutla. 

TRIBUNKALTENG.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi)  mengajukan permohonan PK (Peninjauan Kembali) terhadap vonis melawan hukum dalam kasus kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di Kalimantan Tengah (Kalteng).

Seperti yang dilansir laman Mahkamah Agung (MA), permohonan PK untuk kasus pada 2015 itu didaftarkan pada 3 Agustus 2022 lalu.

Saat ini status PK sudah terdaftar dengan nomor registrasi perkara 980 PK/PDT/2022.

Adapun pemohon PK terdiri dari Negara Republik Indonesia cq Presiden Republik Indonesia cq Menteri Dalam Negeri cq Gubernur Kalimantan Tengah (Pemohon I).

Baca juga: Sinar Mas Agribusiness and Food Kembangkan Aplikasi GeoSMART untuk Deteksi Dini Karhutla

Baca juga: Optimalisasi Penanganan Karhutla, Minamas Plantantion Latih Masyarakat Cegah Karhutla di Kalteng

Baca juga: Palangkaraya Waspada Karhutla, Sejak Januari Hingga Agustus 2022 Terjadi 14 Kali Kebakaran Lahan

Lalu Negara Republik Indonesia cq Presiden Republik Indonesia cq Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Pemohon II).

Masih seperti yang dilansir laman MA, permohonan PK tersebut saat ini masih dalam proses pemeriksaan majelis hakim.

Prkara ini diadili oleh Ketua Majelis PK Zahrul Rabain dengan dua hakim anggota, yakni Ibrahim dan M Yusuf Wahab serta panitera pengganti Retno Susetyani.

Sebelumnya, permohonan Kasasi dari Presiden Jokowi dan sjeumlah pejabat dalam kasus Karhutla di Kalteng ditolak MA.

Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro mengatakan, majelis hakim menguatkan putusan di tingkat sebelumnya yakni Pengadilan Negeri Palangkaraya dan Pengadilan Tinggi Palangkaraya.

"Menurut majelis hakim kasasi, putusan judex facti dalam hal ini putusan pengadilan tingkat banding pada Pengadilan Tinggi Palangkaraya yang menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Palangkaraya sudah tepat dan benar dalam pertimbangan hukumnya," kata Andi Samasan Nganro, 19 Juli 2019 lalu.

Dengan putusan tersebut, kata Andi, pemerintah diminta mengeluarkan peraturan-peraturan untuk menanggulangi dan menghentikan kebakaran hutan di Kalimantan Tengah.

Pada 2019 lalu, seperti dikutip dari Kompas.com Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan, sudah berkoordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terkait putusan itu.

Intinya, kata dia, pemerintah telah mengambil langkah-langkah perbaikan dalam menangani persoalan Karhutla.

"Pemerintah sudah mengambil langkah, satu perbaikan atas tuntutan. Maka Menteri Kesehatan, Menteri Kehutanan telah bekerja sesuai perintah Presiden," ujar Moeldoko.

Selain itu, Presiden Jokowi telah mengambil langkah-langkah taktis di lapangan dalam menyelesaikan karhutla.

Upaya itu pun terbukti membuahkan hasil karena kebakaran hutan dan lahan saat ini telah mengalami penurunan signifikan.

"(Karhutla) sudah berkurang 98 persen hasilnya. BRG (Badan Restorasi Gambut) juga telah bekerja dan melaporkan kepada sata bahwa penggunaan parit disamping ada faktor ekonominya, juga memiliki penghambat berkembangnya api," tutur dia.

Ditegaskan Moeldoko,  pemerintah selama ini sudah membuat peraturan atau regulasi dalam melakukan pencegahan dan penanggulangan karhutla dengan baik.

"Jadi pemerintah tidak menunggu, pemerintah telah melakukan langkah-langkah perbaikan yang jauh lebih penting," kata dia.

Reaksi keras aktivis

Permohonan PK yang diajukan Presiden Jokowi dan pejabat lain mendapat reaksi keras dari aktivis lingkungan hidup.

"Pengajuan PK ini menjadi cerminan akan ketidakpahaman negara pada mandat dan kewajibannya," kata Campaigner Pantau Gambut Wahyu A Perdana dalam keterangan pers seperti dikutip dari Kompas.com, Senin (7/11/2022).

"Dengan perlawanan yang dilakukan oleh pemerintah, justru menjelaskan bahwa terdapat pelanggaran hak asasi milik masyarakat dalam mendapatkan lingkungan hidup yang sehat di Indonesia," lanjut dia.

Wahyu mengatakan, perlawanan pemerintah atas putusan MA dengan mengajukan PK seharusnya menjadi perhatian Presiden Jokowi.

Sebab, menurut Wahyu, pemerintah bertanggung jawab untuk meninjau pelanggaran izin konsesi, mendirikan rumah sakit bagi korban karhutla, membuat perencanaan pengelolaan sumber daya alam yang lebih baik, dan menyelamatkan ekosistem gambut di Indonesia.

"Adalah mandat dan tanggung jawab pemerintah tanpa harus diminta dan diingatkan oleh warga negara," ucap Wahyu.

Menurut dia, pemerintah seharusnya melihat gugatan warga negara (citizen lawsuit) dalam kasus karhutla dan lain sebagainya adalah upaya masyarakat untuk mengingatkan terhadap kelalaian pada mandat dan kewajiban untuk menjaga lingkungan hidup yang sehat.

Selain itu, gugatan warga negara itu adalah bentuk kepedulian masyarakat buat mengingatkan negara supaya menjalankan mandatnya.

"Sehingga, hal ini bukanlah soal kalah atau menang, apalagi menjadi malu dan marah karena diingatkan oleh rakyat melalui mekanisme legal," ucap Wahyu.

"Pengajuan PK dan perlawanan hukum dari pemerintah justru menjelaskan watak aparatur negara yang tidak mau mendengar peringatan dan permintaan dari rakyat yang harusnya mereka urus dan layani," lanjut dia.

 

 

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved