Berita Kotim
Bentuk Satgas Terpadu Audit PBS Sawit Tak Taat Aturan Plasma, Pengamat Sebut Perlu Pengkajian
Gubernur Kalimantan Tengah H Sugianto Sabran akan membentuk Satgas Terpadu untuk melakukan audit perusahaan besar swasta (PBS) Kelapa Sawit.
TRIBUNKALTENG.COM, SAMPIT-Kebijakan Gubernur Kalimantan Tengah H Sugianto Sabran membentuk Satgas Terpadu untuk melakukan audit perusahaan besar swasta (PBS) Kelapa Sawit di Kalteng.
Ini, karena terkesan PBS yang beroperasi di Bumi Tambun Bungai terkesan tidak peduli dengan masyarakat sekitar kebun terutama kebijakan Plasma-Inti yang mewajibkan PBS memberikan sebesar 20 persen lahan kebunnaya untuk warga sekitar kebun.
PBS Sawit juga diangggap tidak ada kontribusi bagi kepentingan pembangunan di daerah sehingga dibentuklah Tim Satgas untuk melakukan penertiban PBS yang tidak taat tersebut.
Hal itu dijelaskan Gubernur Kalteng H Sugianto Sabran yang mengundang sejumlah Bupati saat kegiatan pertemuan yang dilakukan di Pangkalan Bun, belum lama ini.
Baca juga: PBS Sawit Kalteng Dukung GAPKI Soal Klarifikasi Draf SK Pencabutan Izin Konsesi Hutan
Baca juga: Kendaraan Lewat Perbatasan RI-Malaysia di Kalbar Disweeping, Cegah Barang Ilegal & TKI Ilegal
Baca juga: Kasus Pembunuhan di Desa Asamasam Satu Orang Tewas, Dilatarbelakangi Sengketa Lahan
Menanggapi rencana tersebut, Pemerhati Perkebunan Kalteng yang juga Mantan Ketua Gabungan Perusahaan Perkebunan Indonesia (GPPI) Kabupaten Kotawaringin Timur, Muhhammad Gumarang memberikan tanggapan.
Mantan Ketua APINDO Kotim ini, Kamis (9/6/2022) mengatakan, Kebijakan menertibkan PBS sawit tersebut selayaknya dilakukan melalui pengkajian yang matang.
Khususnya kebijakan yang menyangkut mengaudit PBS terhadap pelaksanaan plasma 20 persen untuk tujuan agar semua PBS diwajib menyerahkan kebun 20 persen dari total luasan ijin yang dimiliki PBS.
Sebagaimana mengacu kepada Permentan nomor 26 tahun 2007 tentang Pedoman Perijinan Usaha Perkebunan.
Dia menilai upaya tersebut, hanya akan sia-sia saja atau terancam gagal, karena tidak didasari kajian dan konsep yang jelas.
"Secara aspek hukum Permentan nomor 26 tahun 2007 tidak bisa berlaku surut. Jadi harus ada solusi, namun bagi PBS yang perijinannya sejak tahun 2007 efektif dan berkewajiban melaksanakan plasma 20 persen dari luasan ijin PBS," ujarnya.
Dia menegaskan, sudah banyak PBS yang melaksanakan plasma 20 persen, namun faktanya tak sedikit yang gagal yang tak mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Bahkan salah satu kasus banyak kartu plasma dijual kepada masyarakat yang status ekonomi tak layak memilikinya, bahkan lebih ironisnya lagi kartu plasma dijual dengan masyarakat diluar daerah >"Praktek semacam ini sangat marak selama ini," terangnya.
Dia berharap, seharusnya hal itu menjadi bahan pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan yang strategis,populis dan efektif dalam pelaksanaanya dan berdaya guna hasilnya bagi masyarakat pemegang plasma khususnya terhadap peningkatan tarap hidup masyarakat plasma.

"Jadi suatu kebijakan yang tidak didasari kajian dan konsep yang jelas akan berpotensi gagal alias carut marut, sebagaimana fakta dialami masyarakat yang sudah dan/atau pernah mendapatkan plasna dari pbs selama ini," tutupnya. (*)