Kisah Pilu PPKM, Suami Istri Terpaksa Jual Panci, Rice Cooker dan Speaker untuk Bisa Beli Beras
Kisah pilu PPKM, suami istri terpaksa menjual panci, rice cooker dan speaker untuk beli beras dan jajan anak
TRIBUNKALTENG.COM, CISARUA - Kisah pilu PPKM, suami istri terpaksa menjual panci, rice cooker dan speaker untuk beli beras dan jajan anak.
PPKM atau pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) akibat kembali meningginya kasus covid-19 berdampak besar pada sektor ekonomi.
Banyak tempat usaha yang terpaksa mengurangi, merumahkan bahkan memberhentikan karyawannya karena aturan dalam PPKM.
Terlebih masyarakat yang berada di daerah yang memberlakukan PPKM Darurat atau PPKM Level 4.
Contoh warga yang mengalami kisah pilu akibat PPKM adalah sepasang suami istri di Cisarua, Kabupaten Bandung Barat Jawa Barat.
Baca juga: Di Youtube Igun, Raffi Ahmad Ngaku Naikkan Gaji Karyawan RANS Entertainment 20 Persen Selama PPKM
Baca juga: Gubernur Kalteng Imbau Pengusaha Besar Bantu Penyediaan Sembako untuk Warga saat PPKM
Baca juga: Palangkaraya, Lamandau, Sukamara di Kalteng Masuk PPKM Level 3, Kapolda Kalteng Gelar Rapat
Pasangan suami istri yang tinggal di Kampung Panagelan, Desa Jambudipa, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat ini harus menjual peralatan rumah tangga guna menyambung hidup.
Perekonomian pasangan Ruslan Permana (31) dan Novi Sovianti ini carut-marut saat aturan PPKM diberlakukan.
Untuk memenuhi kebutuhan hidup, keluarga yang tinggal di rumah sederhana milik orangtuanya itu, terpaksa harus menjual berbagai macam alat rumah tangga dengan harga yang murah.
Ini dilakukan demi membeli beras untuk makan sehari-hari.
Novi mengatakan, dampak tersebut bermula saat suaminya yang baru bekerja sebulan di Bali dengan iming-iming upah Rp 300 ribu per minggu akhirnya harus diberhentikan pada Maret 2020 lalu.
"Sejak saat itu, suami saya selama delapan bulan di Bali tanpa ada kejelasan dan tanpa penghasilan. Hanya untuk biaya makan sehari-harinya juga cukup sulit," ujar Novi Sovianti saat ditemui di rumahnya, Jumat (23/7/2021) akhir pekan lalu.
Setelah delapan bulan di Bali, kata Novi, suaminya pulang dan sempat merintis usaha penjualan stroberi dengan pemasaran ke konsumen yang ada di wilayah Jabodetabek.
Usaha itu bisa memenuhi kebutuhan keluarganya yang berjumlah delapan orang, termasuk dua anaknya yang tinggal di satu atap rumah yang berada di gang sempit itu.
"Tapi terdampak lagi kebijakan PPKM Darurat. Sejak saat itu tidak bisa kirim barang ke konsumen seperti ke Jakarta karena usaha di sana juga banyak yang tutup," kata Novi Sofianti.
Kesulitan Novi semakin bertambah ketika ayahnya terkena stroke sejak dua bulan lalu, sehingga tidak bisa beraktivitas seperti biasanya karena harus menjaga ayahnya yang kini terbaring lemas di rumah yang rencana akan dijualnya.
Kondisi itu membuat Novi Sovianti dan suaminya pun kian sulit.
Apalagi di keluarganya tidak ada satupun yang memiliki pekerjaan dan penghasilan tetap, sedangkan suaminya hanya buruh serabutan.
"Sekarang suami juga bisa kerja kalau ada yang nyuruh saja, karena dia bisa nyetir, jadi bisa menjadi sopir," ucap Novi.
Akibat kesulitan perekonomian itu, Novi Sovianti harus menjual peralatan rumah tangga mulai dari pakaian, seperti panci, helm, rice cooker hingga yang teranyar menjual speaker yang dipajang di media sosial Facebook.
"Jual rice cooker Rp 5 ribu ke tukang rongsok, kalau speaker Rp 50 ribu, uangnya buat beli beras dan jajan anak-anak. Makannya saya nangis kalau anak minta jajan. Saya juga malu karena sering dikirim beras sama saudara," ujarnya.
Meski perekonomiannya sudah berada di ujung tanduk, ironisnya lagi, keluarga ini belum pernah mendapatkan uluran bantuan apapun dari pemerintah karena salah satu masalahnya adalah masalah domisili.
Sebab meskipun ia dan keluarganya sudah dua tahun tinggal di Cisarua, Bandung Barat, tapi Kartu Keluarganya (KK) masih berdomisili di Kota Cimahi.
"Bantuan nggak ada selama pandemi Covid-19, katanya harus bikin surat pindah," kata Novi Sovianti.
Rencananya untuk ke depan, ia bakal menjual rumah yang saat ini ditinggalinya selama dua tahun terakhir.
Novi dan keluarganya akan tinggali kembali di Kota Cimahi untuk mencari peluang mendapatkan pundi-pundi rupiah.
"Mau pindah lagi ke Cimahi karena kalau di sana bisa jualan atau apa yang penting bisa melanjutkan hidup," ujarnya.
Semoga ada dermawan yang mau mengulurkan tangan untuk membantu pasangan suami istri ini. (*)
Artikel ini telah tayang di TribunnewsBogor.com dengan judul Kisah Pilu Suami Istri di Bandung, Jual Perabotan Demi Bisa Makan : Sedih Kalau Anak Minta Jajan