Bocah SD Dipaksa Ibu Kandung Mengemis, Dipukul Jika Setoran Kurang Rp 50 Ribu Sehari
Selama beberapa tahun, SR bertahan untuk menjadi seorang pengemis. Menadahkan tangan sejak pukul 07.00 pagi dan kembali setelah pukul 10.00 malam.
TRIBUNKALTENG.COM - Di saat usianya yang seyogianya bermain dan mendapat perlakuan kasih sayang besar dari orang tua, seorang bocah berinisial SR (9) justru menjadi korban eksploitasi dari M (36) yang tidak lain ibundanya sendiri,
Selama beberapa tahun, SR bertahan untuk menjadi seorang pengemis. Menadahkan tangan sejak pukul 07.00 pagi dan kembali setelah pukul 10.00 malam.
SR saat ini terus mendapatkan pendampingan di Rumah Aman Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Makassar untuk pemulihan fisik dan mentalnya.
Psikolog pendamping SR, Haeriyah, mengatakan, kini SR sudah mulai terbuka perihal kejadian yang menimpanya selama dua tahun terakhir.
• Begini Keseharian Legiman, Sosok Pengemis Rp 1 Miliar yang Bikin Heboh
• Viral Anak SD dan Ibu Menangis Diduga Karena Dibully, Ternyata Begini Kejadiannya
• Honor dan Tunjangan PNS Bakal Dihilangkan, Ini Usulan Sistem Penggajian Tunggal
Berikut ini fakta yang terungkap dari pengakuan SR:
1. Diancam dipukul jika tak dapat Rp 50.000
Haeriyah mengatakan, SR sempat tertutup kepada siapa pun karena tekanan dari ibunya.
Salah satu tekanan tersebut, kata Haeriyah, berupa doktrin agar anaknya mau bekerja karena menganggap usia anaknya sudah matang untuk menghasilkan uang.
"Dia harus hasilkan uang minimal Rp 50.000 sehari. Bila dia tidak dapat itu, dia akan dipukul," kata Haeriyah, Senin (9/12/2019).
2. Tak ada waktu bermain dan hanya makan dua kali sehari
Haeriyah menjelaskan, dalam sehari M hanya memberi makan SR dua.
Selain itu, SR dipaksa berangkat mengemis dari pukul 07.00 pagi hingga pukul 10.00 malam.
Usai makan pukul 10.00 malam, SR baru bisa tidur.
Kondisi tersebut, menurut Haeriyah, berdampak pada kondisi psikologis SR yang sewaktu dibawa ke rumah aman sangat tertutup.
"Bisa kita bayangkan bagaimana jadinya kalau setiap hari hanya disuruh untuk kerja dan kerja. Tidak ada waktu bermain, belajar, dan bersosialisasi," tuturnya.