Kajian Islam

Bagaimana Hukum Kurban untuk Orang Sudah Meninggal Dunia? Begini Penjelasannya Menurut Ulama Mazhab

Kurang dari sepekan lagi, Idualdha 2019 tiba. Bagi umat Islam yang memiliki kemampuan dan kesadaran pun mulai memikirkan berbagai persiapan dalam

Editor: Mustain Khaitami
tribunkalteng.co.id/fadly setia rahman
Ilustrasi - Pemotongan hewan kurban 

TRIBUNKALTENG.COM - Kurang dari sepekan lagi, Idualdha 2019 tiba. Bagi umat Islam yang memiliki kemampuan dan kesadaran pun mulai memikirkan berbagai persiapan dalam pemotongan kurban.

Kurban sendiri merupakan ibadah utama pada hari raya kurban ini.

Apakah boleh menyembelih hewan kurban untuk orang yang sudah meninggal dunia?

Penjelasan mengenai hal ini pernah disampaikan Ustadz Abdul Somad dan Ustadz Adi Hidayat.

Ustadz Abdul Somad dalam bukunya 33 Tanya Jawab Seputar Qurban menyampaikan, terdapat beberapa pendapat ulama dalam masalah ini.

Menurut Mazhab Syafi’i, tidak boleh berkurban untuk orang yang telah meninggal dunia, kecuali jika orang yang telah meninggalkan dunia itu meninggalkan wasiat sebelum ia meninggal.

Download Lagu Cinta Luar Biasa, Download Lagu Andmesh, Lirik Cinta Luar Biasa MP3 dan Chord Musiknya

Jelang Iduladha 2019, Kenali Ciri Hewan Stres dan Bikin Daging Kurban Tak Enak, Ini Penjelasannya

Sempat Menyala. Listrik di Sebagian Wilayah Jakarta Kembali Padam, Begini Penjelasan PLN

Ramah untuk Anak, Taman Kota Sampit ini Kental Dengan Nuansa Islami

Karena Allah SWT berfirman dalam Quran surah An-Najm ayat 39:

“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya”. (Qs. An-Najm [53]: 39).

Jika orang yang telah meninggalkan dunia tersebut meninggalkan wasiat, maka orang yang menerima wasiat melaksanakannya dan semua dagingnya mesti disedekahkan kepada fakir miskin.

"Orang yang melaksanakan wasiat dan orang lain yang mampu tidak boleh memakan daging Qurban tersebut, karena tidak ada izin dari orang yang telah meninggal dunia untuk memakan daging Qurban tersebut," tulis Ustadz Abdul Somad dalam 33 Tanya Jawab Seputar Qurban.

Ustadz Abdul Somad melanjutkan, menurut Mazhab Maliki, makruh hukumnya berkurban untuk orang yang telah meninggal dunia, jika orang yang meninggal dunia itu tidak menyatakannya sebelum ia meninggal.

Jika orang yang meninggal itu menyebutkannya sebelum ia meninggal dan bukan nadzar, maka ahli warisnya dianjurkan agar melaksanakannya.

Adapun menurut Mazhab Hanbali, boleh berkurban untuk orang yang telah meninggal dunia, daging hewan Qurban tersebut disedekahkan dan dimakan, balasan pahalanya untuk orang yang telah meninggal dunia tersebut.

Sementara mazhab Hanafi berpendapat sama seperti pendapat Mazhab Hanbali.

Akan tetapi menurut Mazhab Hanafi haram hukumnya memakan daging kurban yang disembelih untuk orang yang telah meninggal dunia berdasarkan perintahnya, semua dagingnya mesti diserahkan kepada fakir miskin.

Pada kesempatan berbeda, Ustadz Adi Hidayat dalam satu ceramahnya menyatakan bahwa penyembelihan hewan kurban untuk orang yang sudah meninggal boleh dilakukan.

Dalilnya bersumber pada hadits yang ada di Ibnu Majah nomor hadis 3221.

Ustaz Adi Hidayatmenjelaskan, Nabi ketika berkurban dengan 100 ekor hewan mengatakan:

"Ya Allah mohon terima kurban ini dari Muhammad SAW, dari keluarga besar Muhammad, untuk umatnya Muhammad SAW."

Para ulama mengatakan, kalimat pertama Muhammad satu kurban untuk satu orang.

Itu sah dan boleh saja, berkurban satu hewan untuk satu orang.

Misalnya, ada lima orang dalam satu keluarga berkurban masing-masing berkurban satu sapi.

Ustadz Adi Hidayat kemudian mengatakan, jika ada kemampuan boleh dan sah saja.

Kemudian yang kedua, untuk keluarga besar.

Jika hanya mampu satu ekor hewan saja, niatkan saja untuk keluarga besar.

Lalu yang ketiga, kata Ustaz Adi Hidayat, berkurban untuk umat.

"Anda boleh berkurban, modalnya dari Anda untuk orang lain yang mungkin tidak punya kemampuan," kata Ustaz Adi Hidayat.

Pertanyaannya dari mana hukum berkurban tersebut, Ustaz Adi mengatakan ada keluarga Nabi yang sudah meninggal.

Sejarah Qurban

Ustadz Abdul Somad mengungkapkan, dalam bahasa Arab, Qurban dikenal dengan nama al-Udh-hiyyah.

Maknanya menurut bahasa adalah hewan yang dikurbankan, atau hewan yang disembelih pada hari Idhul Adha.

Sedangkan menurut Ahli Fiqh, al-Udh-hiyyah didefenisikan, hewan yang disembelih untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, sejak hari Idul Adha hingga ke hari-hari Tasyrîq (11, 12 dan 13 Dzulhijjah).

UAS menyatakan, dalam ajaran Islam, ibadah Qurban disyari’atkan pada tahun kedua Hijriah.

Dilihat dari aspek sejarah, ibadah Qurban telah ada sejak zaman Nabi Adam AS, sebagaimana yang tercantum dalam al-Qur’an surah al-Mâ’idah ayat 27.

Kemudian ibadah Qurban juga dilaksanakan oleh Khalîlullâh Ibrahim AS, sebagaimana firman Allah SWT dalam al Quran surah ash-Shâffât ayat 102-107.

Dalil Ibadah Kurban dari Sunnah Rasulullah SAW di antaranya dalam hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik

“Rasulullah SAW berkurban dua ekor domba berwarna putih bersih dan bertanduk bagus. Aku melihat Rasulullah SAW meletakkan kakinya keatas sisi tanduk (kanan) hewan Qurban itu sambil menyebut nama Allah dan bertakbir. Rasulullah SAW menyembelih kedua hewan Qurban itu dengan tangannya sendiri”. (HR. al-Bukhâri dan Muslim).

Hadits diatas menunjukkan bahwa berkurban adalah ibadah yang sangat dicintai Allah SAW pada hari Nahar.

Allah SWT menerima pahala Qurban sebelum darah hewan Qurban yang disembelih itu menetes ke tanah, menunjukkan betapa cepatnya keridhaan Allah SWT diberikan kepada orang-orang yang melaksanakan ibadah Qurban.

Ibadah Qurban ini juga merupakan Sunnah Nabi Ibrahim AS., sebagaimana firman Allah SWT:

“Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar”. (Qs. Ash-Shâffât [37]: 107).

Ibadah Qurban juga ditetapkan berdasarkan Ijmâ’ (kesepakatan ulama).

Artikel ini telah tayang di tribunpontianak.co.id

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved