73 Tahun Indonesia Merdeka
Sempat Diwarnai Hujan Tangis, Begini Kisah Proses Membuat Duplikat Bendera Pusaka
Percobaan segera dilakukan dengan bahan kapas dan kedua dengan bahan rayon yang mempunyai sifat-sifat hampir sama dengan Sutera.
Sulit mencari sutera baik
Selain itu untuk proses-proses persiapannya, ITT dengan bekerja lama dengan sebuah perusahaan di Ciawi Bogor pun memperoleh kesukaran-kesukaran yang disebabkan kurang baiknya bahan Sutera yang dikerjakan.
Maklumlah Sutera-sutera tersebut dibuat oleh Industri-industri rumah tangga sehingga ketentuan standar kurang diperhatikan.
Dari hasil survei yang diadakan kedaerah penghasil Sutera Alam maka ternyata persediaan sangat minim dan kualitasnyapun tidak memenuhi standar yang diperlukan, ini jang membuat kami lebih prihatin lagi.
Tukang tunggu yang tahan harga
Sekarang soal teknis sudah teratasi. Meski dengan mesin tenun katun pembuatan duplikat toh dapat juga walau tidak sempurna, dan bendera pasti dapat berkibar tepat pada waktunya.
Perkiraan kami kalau mengganti bendera asli hanya dibutuhkan sebuah saja dan paling banyak ya 3 buah untuk dapat dipilih, malah ITT kala itu membuat untuk 12 bendera.
Dari schedule rencana pasti dapat selesai pertengahan bulan Juli dan mungkin bila mau ngebut malah lebih awal lagi.
Tapi dengan tiba-tiba saja instruksi dari pusat berubah hingga bendera yang dibutuhkan menjadi bukan 3 tetapi 30 (tiga puluh).
Angkanya sederhana tapi akibat yang harus dapat diatasi bukan main susahnya, sedang waktu itu sudah bulan April.
Terpaksa kerja harus 24 jam sehari dan semua mesin-mesin katun dibuat harus dapat dipakai untuk sutera.
Wanitapun diminta keikhlasannya masuk kerja tanpa batas waktu dan barang tentu dengan pengawasan yang ketat.
Di tengah-tengah kesibukan itu tahu-tahu setiap tengah malam mesin-mesin tenun tidak mau jalan, ada saja sebab-sebabnya.
Salah seorang tukang tenun yang tertua menghadap penulis, lapor kalau mesin tidak mau jalan karena yang “tunggu" ngambeg, lantaran kita semua kerdja melebihi waktu tanpa minta izinnya.
Disinilah kami repot mengatasinya sebab bukan soal percaya atau tidak karena itu psikologis sudah mempengaruhi alam pikiran mereka yang dalam hal ini justru merekalah faktor penentu.