Kajian Islam
Tinggal Sepekan Lagi, Ini Niat, Tuntunan, Hukum dan Ganjaran Pahala Puasa Syawal
Itu artinya, bagi yang masih ingin berpuasa Syawal masih ada kesempatan sepekan lagi sebelum Syawal berakhir
Penulis: Yayu | Editor: Mustain Khaitami
TRIBUNKALTENG.COM - Bulan Syawal tak terasa seminggu lagi bakal berakhir.
Di bulan ini, ada ibadah khusus yang bisa dikerjakan, yaitu puasa sunah Syawal.
Puasa Syawal mulai bisa dikerjakan dari tanggal 2 Syawal hingga akhir Syawal.
Itu artinya, bagi yang masih ingin berpuasa Syawal masih ada kesempatan sepekan lagi sebelum Syawal berakhir dan bulan selanjutnya, Zulkaidah dimulai.
Baca: Mamah Dedeh Minta Maaf Karena Pernyataan Kontroversialnya, Begini Reaksi PBNU
Baca: Trump Ancam Perang Dagang, Indonesia Siap Melawan
Baca: Hari Ini Vonis Rita Widyasari dan Stafnya, Segini Tuntutan Jaksa dan Kasus yang Menjeratnya
Puasa Syawal memiliki keistimewaan tersendiri.
Ustad Adi Hidayat dalam sebuah video ceramahnya mengatakan pahala orang yang berpuasa sunah Syawal adalah seperti ganjaran orang yang berpuasa satu tahun.
Hal itu disebutkan dalam sebuah hadis Nabi Muhammad SAW yang menyebutkan siapa yang berpuasa di bulan Ramadhan kemudian diikuti oleh puasa enam hari di bulan Syawal, maka pahalanya sama dengan berpuasa selama satu tahun.
"Hari pertama Syawal haram berpuasa karena itu adalah hari raya Idul Fitri. Boleh mulai berpuasa Syawal besoknya pas hari kedua hingga akhir Syawal," ujarnya.
Puasa Syawal ini berjumlah enam hari.
Pelaksanaannya boleh dilakukan sekaligus atau enam hari berturut-turut, boleh juga tidak berturut-turut atau dicicil, yang penting hingga akhir Syawal jumlahnya enam hari.
Sedangkan tata cara dan niat serta hukum berpuasa Syawal adalah seperti ini.
Dilansir dari situs resmi Nahdlatul Ulama, yaitu NU Online atau nu.or.id , puasa Syawal hukumnya sunnah.
Untuk niat puasa Syawal, ulama berbeda pendapat perihal ta‘yin.
Sebagian ulama menyatakan bahwa seseorang harus mengingat ‘puasa sunah Syawwal’ saat niat di dalam batinnya. Sedangkan sebagian ulama lain menyatakan bahwa tidak wajibta’yin.
Hal ini dijelaskan oleh Syekh Ibnu Hajar Al-Haitamisebagai berikut:
