DPRD Kalteng

Ketua Komisi II DPRD Kalteng Bantah Raperda MBL Berhubungan dengan Kasus Tambang Zirkon

Komoditas zirkon bisa berubah statusnya dari MBL menjadi Mineral Bukan Logam Jenis Tertentu (MBLJT).

|
KEJATI KALTENG UNTUKT TRIBUNKALTENG.COM
MENGGELEDAH - Penyidik Kejati Kalteng saat menggeledah kantor PT Investasi Mandiri terkait dugaan penyimpangan penjualan komoditas zirkon, Rabu (3/9/2025). 

TRIBUNKALTENG.COM, PALANGKA RAYA - Ketua Komisi II DPRD Kalimantan Tengah (Kalteng), Siti Nafsiah menegaskan, Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Mineral Bukan Logam atau MBL berhubungan dengan kasus tambang zirkon yang mencuat baru-baru ini.


Nafsiah menyebut, terdapat sejumlah kalangan yang menilai Raperda MBL yang tengah dibahas DPRD Kalteng saat ini.


Menanggapi hal tersebut, politisi Golkar itu menjelaskan, saat Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 masih berlaku, komoditas zirkon dan sejenisnnya masih wewenang kabupaten.

Baca juga: Jadwal Gerhana Bulan Total 7 September 2025 di Kalteng

Namun, kewenangan itu berubah setelah muncul aturan sesudahnya.


"Kewenangan komoditas zirkon dan sejenisnya itu beralih ke provinsi, seiring dengan munculanya aturan Undang Undang Nomor 3 Tahun 2023," jelas Nafsiah, Minggu (7/9/2025).


Ia juga mengungkapkan, komoditas zirkon bisa berubah statusnya dari MBL menjadi Mineral Bukan Logam Jenis Tertentu (MBLJT).

Hal itu tertuang dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 147 Tahun 2022.


Lebih lanjut, pengelompokkan komoditas lainnya juga telah diatur Perpres Nomor 55 Tahun 2022.


Karena itu, Nafsiah menyebut, jika Raperda MBL tidak ada hubungannya dengan kasus tambang zirkon baru-baru ini.


"Itu beda kontesknya," tegasnya.


Adapun kasus tambang zirkon ini yaitu dugaan penyimpangan penjualan komoditas oleh PT Investasi Mandiri, yang menyebabkan kerugian negara hingga Rp 1,3 triliun.


Asisten Intelijen Kejati Kalteng, Hendri Hanafi mengungkapkan, terdapat dugaan penyimpangan dalam penjualan komoditas zirkon, ilmenite, dan rutil ke berbagai negara oleh PT Investasi Mandiri pada 2020-2025.


"Berdasarkan bukti awal, kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 1,3 triliun," ungkap Hanafi saat melaksanakan konferensi pers di Kantor Kejati Kalteng, Kamis (4/9/2025).


Angka kerugian negara itu, kata Hanafi, berpotensi lebih besar jika ditambahkan potensi kehilangan pendapatan negara dan daerah dari sektor pertambangan.


"Termasuk potensi penggunaan lahan dan pengurakan lingkungan berdasarkan Undang-undang Lingkungan Hidup," ujarnya.


Adapun lokasi Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Investasi Mandiri untuk operasi produksi komoditas zircon seluas 2.032 hektare itu, berada di Desa Tawang Kayangan dan Tumbang Miwan, Gunung Mas.


IUP tersebut, lanjut Hanafi, diterbitkan oleh Bupati Gunung Mas pada tahun 2010, lalu diperpanjang oleh Kepala Dinas PTSP Kalteng pada 2020.


Hanafi menambahkan, dalam melakukan penjualan, PT Investasi Mandiri menggunakan persetujuan atau RKAB yang diterbitkan oleh Dinas ESDM Kalteng, sebagai kedok atau manipulasi seakan-akan komoditas zirkon dijual di lokasi pertambangan.


"Padahal mereka membeli dan menampung hasil tambang yang dilakukan oleh masyarakat di beberapa desa di Katingan dan Kapuas," jelasnya.


Oleh karena itu, pihak Kejati Kalteng menemukan bahwa PT Investasi Mandiri melakukan aktivitas pertambangan di luar izin yang diberikan.

(Tribunkalteng.com)

Sumber: Tribun Kalteng
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved