Kotim Habaring Hurung

BPBD Kotim Tetapkan Status Siaga Karhutla, Ancaman Kebakaran Lahan Mulai Meningkat

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

KEBAKARAN - Ditik api muncul di kawasan semak belukar di Jalan Jaksa Agung Suprapto, Kelurahan Baamang Hulu, Selasa (29/7/2025) malam.

TRIBUNKALTENG.COM, SAMPIT – Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) secara resmi menetapkan status siaga kebakaran hutan dan lahan (karhutla). 

Penetapan ini dilakukan menyusul meningkatnya titik api serta frekuensi kejadian kebakaran yang terjadi sejak pertengahan Juli 2025.

Kepala Pelaksana BPBD Kotim, Multazam, menyampaikan penetapan status siaga karhutla ini menuntut kesiapsiagaan seluruh sektor terkait untuk bersinergi dalam penanggulangan kebakaran. 

"Dalam status siaga ini, seluruh instansi harus bersiap. Mulai dari layanan pemadaman, logistik, hingga upaya pencegahan perlu dioptimalkan," ujarnya usai rapat koordinasi penanganan karhutla, Kamis (31/7/2025) kemarin. 

Ia menegaskan, meski saat ini kondisi masih terkendali, namun berdasarkan tren dari tahun 2015 hingga 2024, puncak kebakaran di Kotim kerap terjadi di bulan Agustus. 

"Secara historis, Agustus selalu menunjukkan peningkatan kasus karhutla. Meskipun kita berharap ada penurunan, tapi potensi perluasan tetap menjadi kekhawatiran utama," katanya.

Multazam mengungkapkan, mayoritas kejadian karhutla, sekitar 99 persen, dipicu oleh aktivitas manusia. 

Baik disengaja maupun tidak disengaja, praktik pembakaran kerap menjadi penyebab utama. 

“Seringkali masyarakat membakar lahan sedikit, lalu ditinggal. Akhirnya api meluas. Inilah yang harus kita cegah,” jelasnya.

Untuk mempercepat respons, BPBD Kotim menyiapkan sejumlah embung air, termasuk embung portabel yang dapat ditempatkan di dekat lokasi rawan kebakaran. 

Pengisian ulang air dilakukan dengan cepat, hanya membutuhkan waktu 10 menit untuk mengisi 4.000 liter air. 

"Embung-embung ini sangat membantu untuk mobil water tank kami saat bertugas di lapangan," jelas Multazam.

Lebih lanjut, ia menyampaikan bahwa penurunan muka air tanah hingga mencapai 40 cm menjadi indikator serius potensi karhutla di lahan gambut. 

"Kalau sudah minus 40, itu sangat berisiko. Pemadaman di lahan gambut harus sampai ke dalam dan memakan waktu lebih lama dibanding lahan mineral," paparnya.

Hingga akhir dasarian kedua Juli 2025, tercatat 16 kejadian karhutla di Kotim dengan luasan lahan terbakar mencapai hampir 15 hektare. 

“Terbanyak terjadi di dasarian ketiga Juli. Intensitas kejadian bahkan sempat berlangsung setiap hari, terutama pada 21 sampai 30 Juli,” katanya.

Situasi ini diperparah oleh minimnya curah hujan di titik-titik rawan. Meski informasi dari BMKG menyebutkan masih ada hujan di beberapa wilayah, namun tidak semua area yang mengalami karhutla tersentuh hujan. 

"Hujan bisa saja turun di utara atau wilayah lain, tapi kalau tidak tepat sasaran, risiko kebakaran tetap tinggi," ujarnya.

Multazam menyebut, Kotim jadi kabupaten keempat yang menetapkan status siaga setelah Kota Palangkaraya, Kabupaten Gunung Mas, dan Provinsi Kalimantan Tengah. 

Ke depan, pihaknya juga akan mengajukan permohonan operasi modifikasi cuaca (OMC) ke BNPB agar upaya pencegahan lebih maksimal. 

"Kalau pertumbuhan awan cukup, BNPB siap bantu modifikasi cuaca," ujarnya.

Ia juga menambahkan bahwa laporan karhutla tidak hanya bersumber dari BPBD, namun juga dari relawan Masyarakat Peduli Api (MPA) di sejumlah kecamatan. 

"Setidaknya ada delapan kejadian karhutla yang dilaporkan MPA, namun belum terdata di BPBD. Ini membuktikan bahwa kolaborasi dengan masyarakat juga sangat penting,” tutupnya.

Berita Terkini