TRIBUNKALTENG.COM - Setiap Gunung Merapi erupsi, biasanya yang langsung teringat adalah wedhus gembel dan Mbah Maridjan.
Sabtu (11/3/2023), Gunung Merapi erupsi pada pukul 12.12 WIB disusul erupsi-erupsi lanjutan, kawasan radius 7 kilometer dari puncak gunung di perbatasan Yogyakarta dan Jawa Tengah itu kabarnya mulai disterilkan.
Apa wedhus gembel itu? Siapa Mbak Maridjan?
Adapun wedhus gembel yang dimaksud bukanlah kambing berbulu lebat, melainkan julukan untuk awan panas bergulung-gulung yang acap menyertai letusan Gunung Merapi.
Baca juga: Gunung Merapi Erupsi, Kumpulan Doa Islami Saat Gunung Meletus Agar Jauh dari Petaka
Baca juga: Gunung Merapi Erupsi, Awan Panas Meluncur, Hujan Abu Sampai Magelang dan Boyolali
Baca juga: Musibah Gunung Semeru, Gunung Merapi, Gempa Bumi NTT dan Jember, Ini kata Ustaz Buya Yahya
Melansir Wikipedia Wedhus Gembel diartikan sebagai abu vulkanik berbentuk awan mirip bulu kambing yang disemburkan Gunung Merapi ke udara saat terjadi erupsi.
Gunung Merapi memang identik dengan wedhus gembel, julukan bagi awan panas yang kerap disemburkan gunung itu saat erupsi.
Pada erupsi hari ini, wedhus gembel yang keluar dari Gunung Merapi mengarah ke Kali Bebeng atau Kali Krasak, Sleman, Yogyakarta.
Mengutip dari Badan Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK), awan panas Gunung Merapi terdiri atas dua bagian.
Pertama, bagian fragmen batuan dalam berbagai ukuran, termasuk yang seukuran debu, dan kedua, gumpalan gas bersuhu 200-800 derajat celcius.
Kedua unsur ini bercampur mengalir secara turbulen dengan kecepatan lebih dari 80 kilometer per jam.
Pada Gunung Merapi, awan panas terbentuk oleh mekanisme guguran lava baru, sering disebut "nuee ardente d' avalanche".
Awan panas jenis ini akan mengalir melalui zona lembah sungai dan kanan kirinya, mengikuti arah aliran dari luncuran lava pada dasar lembah.
Dikutip dari situs volcanolive.com, pakar vulkanologi John Seach menyebutkan, Merapi merupakan satu gunung yang paling aktif dan berbahaya di dunia.
Merapi memiliki kubah lava dan selalu meletus dalam jangka satu sampai lima tahun, menjadikannya gunung paling aktif di Indonesia.
Dikutip dari Tribun Jogja, wedhus gembel ini pernah menewaskan banyak warga di lereng merapi pada tahun 2010 lalu.
Bahkan kecepatannya mencapai 200 km per jam saat turun dari punggung gunung.
Jarak luncur awan panas umumnya bergantung kepada volume dan formasinya dan bergerak mengikuti alur topografi dan lembah sungai.
Volume lebih besar akan menjangkau area yang lebih jauh akibat pengaruh momentum dan efek lain.
Tak heran apabila pada letusan besar, awan panas bisa menjangkau hingga 15 kilometer.
Awan panas letusan biasanya bisa mengalir sejauh lebih dari 8 kilometer dari puncak.
Selain volume, jauhnya jarak luncur awan panas juga dipengaruhi oleh temperatur yang lebih tinggi, kandungan gas lebih banyak, dan memiliki kecepatan awal lateral pada saat jatuh.
Dengan kondisi lebih banyak gas dan temperatur tinggi, wedhus gembel dipastikan merusak apa saja yang ditemuinya.
Jadi siapa pun yang berada di sekitar Merapi selayaknya tidak ingin bertemu dengan "binatang" satu ini.
Sejak 1548, Merapi sudah meletus sebanyak 68 kali.
Gunung Merapi pernah memiliki puncak tertinggi bernama Puncak Garuda yang runtuh pada 2010.
Pada 2010 pula, juru kunci (saat itu) Gunung Merapi Mbah Maridjan meninggal dunia karena disapu wedhus gembel atau awan panas 600 derajat celcius.
Kala itu, meski status Merapi ditingkatkan menjadi awas, namun Mbah Marijan tetap beraktivitas seperti biasanya.
Mbah Marijan saat itu mengaku masih kerasan tinggal di Dusun Kinahrejo, Umbulharjo, Cangkringan Sleman yang berjarak sekitar empat kilometer dari puncak Merapi.
Beberapa menit sebelum gemuruh panjang terdengar dari arah Gunung Merapi, Mbah Maridjan tengah bercengkerama bersama menantu dan kerabatnya.
Mereka terdiam ketika terdengar gemuruh panjang dari arah Gunung Merapi.
Sekitar pukul 17.20, juru kunci Gunung Merapi itu pun pamit pergi ke masjid. Meskipun masuk dalam kawasan rawan bencana, Mbah Maridjan bersikukuh tidak mengungsi.
Setelah menunjukkan berbagai aktivitas, Gunung Merapi akhirnya erupsi pada Selasa petang 2010 pukul 18.10, 18.15, dan 18.25 WIB.
Peristiwa ini kemudian diikuti oleh hujan abu yang membuat warga di sekitar lereng Merapi, terutama di Kabupaten Magelang dan Klaten, panik dan bergegas mengungsi.
Bahkan warga yang sebelumnya enggan mengungsi, berbondong-bondong mendatangi tempat pengungsian pada malam harinya.
Padahal sebelumnya, hanya sekitar 80 orang dari 5.000 warga yang seharusnya mengungsi dari empat desa di Kemalang.
Akibat kejadian ini, sebanyak 32 orang meninggal termasuk Mbah Maridjan dan wartawan Vivanews.com, Yuniawan Wahyu Nugroho.
Juru kunci Merapi tersebut ditemukan tewas di rumahnya yang merupakan dusun tertinggi dari puncak Merapi.
Mbah Maridjan ditemukan sudah meninggal dalam posisi bersujud di dalam rumahnya.
Dia memakai baju batik dan kain sarung.
Mbak Maridjan dimakamkan bersama korban letusan lainnya di Dusun Sidorejo, Desa Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, DIY.
( Kompas/Tribun Jogja )