Berita Palangkaraya

Soal Revisi UU TNI, Pengamat Hukum di Palangkaraya Soroti Pasal Membatasi Kebebasan Pers

Pengamat Hukum Universitas Palangka Raya (UPR), Hilyatul Asfia menilai revisi UU TNI dikaji lebih dalam dan menyoroti pasal batasi kebebesan pers

Penulis: Herman Antoni Saputra | Editor: Sri Mariati
Dok Pribadi untuk Tribunkalteng.com
POLITIK UANG -Praktisi hukum dan akademisi dari Universitas Palangkaraya, Hilyatul Asfia menyoroti terkait RUU TNI. 

TRIBUNKALTENG.COM, PALANGKA RAYA - Pengamat Hukum Universitas Palangka Raya (UPR), Hilyatul Asfia menilai revisi Undang-undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) perlu dijadi lebih mendalam. 

Menurut pandangan Dosen Hukum UPR itu, RUU TNI yang akan disahkan dalam rapat paripurna DPR sebagai langkah yang kontroversial dalam konteks perkembangan demokrasi dan hak asasi manusia di Indonesia.

"RUU ini memicu polemik di masyarakat karena dipandang oleh banyak kalangan sebagai sebuah langkah mundur dalam memperkuat prinsip-prinsip demokrasi dan kontrol sipil terhadap militer," ujarnya, Kamis (20/3/2025). 

Hilyatul mengingatkan, dalam sistem demokrasi, seharusnya ada pemisahan jelas antara kekuasaan sipil dan kekuasaan militer, namun RUU ini diduga memperlemah batasan tersebut.

"Polemik ini banyak muncul karena dikhawatirkan bahwa pengesahan RUU ini akan memberikan lebih banyak ruang bagi TNI untuk terlibat dalam ranah sipil," paparnya. 

"Yang juga bisa berpotensi merusak stabilitas demokrasi dan menurunkan ruang kebebasan berpendapat, serta memberi dampak negatif pada kebebasan pers," imbuhnya. 

Oleh karena itu, ia menilai ada banyak kalangan yang menganggap bahwa pengesahan RUU TNI ini akan melawan semangat reformasi yang telah dicapai selama ini.

Pasal Kontroversial Dalam RUU TNI

Hilyatul Asfia menyebut ada tiga pasal yang dianggap kontroversial dalam RUU TNI

Diantaranya, yaitu pasal yang mengatur peran TNI dalam kegiatan sipil dan pasal yang membatasi kebebasan pers.

Lalu, pasal yang menyinggung pemberian wewenang yang lebih besar terhadap TNI dalam Isu Politik. 

"Yang paling kontroversial yaitu pasal yang memberi ruang bagi TNI untuk terlibat dalam kebijakan politik dan pemerintahan, ini merupakan ancaman besar bagi prinsip-prinsip pemisahan kekuasaan dalam sistem pemerintahan Indonesia yang demokratis," terangnya. 

Konsekuensi Pengesahan RUU TNI bagi Kehidupan Berbangsa dan Bernegara

Jika RUU ini disahkan, katanya, akan ada beberapa konsekuensi yang bisa terjadi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia, seperti :

Kemunduran dalam demokrasi, adanya penguatan peran militer dalam ranah politik dan sipil berpotensi mengurangi ruang bagi demokrasi dan kontrol sipil terhadap militer. 

"Ini akan menjadi langkah mundur dalam perjuangan untuk menjaga Indonesia tetap sebagai negara demokratis," ucapnya. 

Pelemahan Kebebasan Pers dan Berpendapat, yang mana RUU ini bisa menjadi alat untuk menekan kebebasan pers, yang sangat penting bagi terciptanya pemerintahan yang transparan dan akuntabel. 

"Pengawasan yang ketat dari militer terhadap media bisa mengarah pada kontrol informasi yang merugikan masyarakat," teranganya. 

Meningkatnya ketegangan sosial dan politis, jika militer diberi lebih banyak kekuasaan.

Ia berpendapat, hal ini bisa memperburuk ketegangan antara pemerintah dan masyarakat, serta memicu protes yang lebih besar dari kelompok-kelompok yang menuntut perlindungan terhadap kebebasan dan hak-hak dasar.

Desakan Sebagai Akademisi atas Pengesahan RUU TNI

Sebagai seorang akademisi, ia mendesak agar proses pengesahan RUU TNI dilakukan dengan pertimbangan yang matang dan sejalan dengan prinsip-prinsip dasar demokrasi, hak asasi manusia, dan pemisahan kekuasaan.

Dirinya juga mengusulkan agar RUU ini direvisi untuk lebih menegaskan batasan yang jelas antara peran militer dan sipil dalam sistem pemerintahan Indonesia, serta mengurangi ruang bagi TNI untuk mengintervensi urusan sipil dan politik.

Baca juga: Dewan Pers Sampaikan Kekhawatiran Draf RUU Penyiaran dalam Rapat UNESCO di Kroasia

Ia berpandangan, seharusnya dalam. Pembahasan tersebut, penting untuk melibatkan lebih banyak pihak, seperti masyarakat sipil, akademisi, dan lembaga-lembaga independen lainnya.

"Kenapa perlu dilakukan?, agar dalam proses pembahasan RUU ini, dapat menghasilkan regulasi yang adil dan sesuai dengan nilai-nilai demokrasi yang sudah dibangun selama ini," pesannya. 

Karena menurutnya, RUU TNI tersebut harus mencerminkan kepentingan rakyat, bukan hanya kepentingan kekuasaan politik atau militer semata.

Sumber: Tribun Kalteng
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved