Berita Palangkaraya
Respon Pengamat Infrastruktur Soal Banjir di Palangka Raya Terus Berulang di Kalteng
Pengamat Infrastruktur Kalimantan Tengah (Kalteng), Mandarin Guntur menyoroti penomena banjir setiap tahunnya, termasuk Kota Palangka Raya
Penulis: Herman Antoni Saputra | Editor: Sri Mariati
TRIBUNKALTENG.COM, PALANGKA RAYA - Pengamat Infrastruktur Kalimantan Tengah (Kalteng), Mandarin Guntur menyoroti penomena banjir setiap tahunnya melanda Kalteng, terkhusus di Kota Palangka Raya.
Menurut Guntur, Banjir di Palangka Raya telah menjadi masalah semakin serius dalam beberapa tahun terakhir, mengakibatkan kerugian material dan gangguan pada kehidupan sehari-hari masyarakat.
Dosen Arsitektur dari Universitas Palangka Raya (UPR) itu memberikan gambaran, seperti Sungai Kahayan, sebagai salah satu sungai terbesar di Kalimantan Tengah.
Ia menilai Sungai Kahayan telah mengalami pendangkalan yang signifikan, akibat sedimentasi dan berbagai aktivitas manusia seperti penambangan dan pembalakan liar di hulu sungai.
Kondisi pendangkalan ini menyebabkan kapasitas sungai untuk menampung dan mengalirkan air menjadi berkurang.
"Yang mana dari fenomen tersebut, sehingga ketika terjadi hujan lebat, air dengan cepat meluap dan menggenangi wilayah sekitarnya," kata Mandarin Guntur saat dikonfirmasi, Selasa (18/3/2025).
Tak hanya itu, Mandarin juga menyoroti perubahan iklim juga berkontribusi terhadap peningkatan intensitas curah hujan, membuat beban Sungai Kahayan menjadi lebih berat.
Sebagai akibatnya, wilayah Palangka Raya dilewati oleh Sungai Kahayan menjadi sangat rentan terhadap banjir.
"Pola pemukiman penduduk Palangka Raya menduduki lahan-lahan rendah merupakan penyebab kedua yang memperbesar risiko banjir," ujarnya.
Banyak penduduk yang membangun rumah di daerah rawa atau cekungan sebenarnya merupakan daerah resapan air alamiah.
Urbanisasi dan pertumbuhan populasi yang cepat, menurutnya, telah mendorong masyarakat untuk mencari lahan tempat tinggal lebih murah, meskipun berada di lokasi yang berisiko tinggi terkena banjir.
"Selain itu, pemerintah setempat belum sepenuhnya mampu mengatur penataan ruang efektif untuk mencegah pemukiman di daerah-daerah berbahaya tersebut," bebernya.
Akibatnya, setiap musim hujan, ribuan rumah di lahan rendah ini terendam air dan penduduk terpaksa mengungsi ke tempat lebih tinggi.
"Desain rumah yang tidak adaptif terhadap kondisi alam setempat menjadi penyebab ketiga memperparah dampak Banjir di Palangkaraya," terangnya.
Mayoritas penduduk membangun rumah menempel langsung ke tanah, mengadopsi gaya arsitektur dari daerah yang lebih cocok untuk daerah kering dan tidak rawan banjir.
Penduduk seringkali mengabaikan kearifan lokal Kalimantan yang sebenarnya telah mengembangkan rumah panggung sebagai adaptasi terhadap lingkungan sering tergenang air.
Rumah-rumah dapat langsung menempel pada tanah adalah wilayah yang memiliki sistem drainase yang lebih baik dan tidak menghadapi risiko banjir seperti di lahan gambut Kalimantan.
Akibat desain tidak sesuai ini, ketika banjir datang, air langsung masuk ke dalam rumah dan merusak properti serta barang-barang berharga milik penduduk.
"Pendangkalan Sungai Kahayan tidak hanya disebabkan oleh proses alamiah tetapi juga diperparah oleh aktivitas manusia seperti penambangan pasir dan batubara di sepanjang aliran sungai," ungkapnya.
Lanjutnya, aktivitas tersebut menyebabkan erosi tanah yang kemudian terbawa arus dan mengendap di dasar sungai, mempercepat proses pendangkalan.
Upaya pengerukan yang dilakukan pemerintah seringkali tidak mampu mengatasi kecepatan sedimentasi yang terjadi.
"Selain itu, pembukaan lahan di area hulu sungai untuk perkebunan dan pertanian juga mengurangi daya serap tanah terhadap air hujan, sehingga volume air yang mengalir ke sungai menjadi lebih besar dan cepat," terangnya.
Akibatnya, meskipun tidak turun hujan di Palangka Raya, kota ini tetap dapat mengalami banjir kiriman dari hulu sungai.
Pembangunan infrastruktur kota yang tidak memperhatikan pola aliran air alami turut menyumbang terhadap permasalahan Banjir di Palangkaraya.
Selain itu, ia menyoroti banyaknta saluran drainase yang tidak terawat, tersumbat oleh sampah, atau bahkan tidak ada sama sekali di beberapa area pemukiman baru.
Pembangunan jalan dan bangunan komersial sering mengorbankan ruang terbuka hijau yang seharusnya berfungsi sebagai area resapan air hujan.
"Sistem pengolahan limbah yang tidak memadai membuat saluran air ada menjadi tidak optimal dalam mengalirkan air ketika hujan lebat," imbuhnya.
Akibatnya, air hujan seharusnya dapat dialirkan dengan baik justru tertahan dan menggenangi jalan serta pemukiman penduduk.
"Kurangnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga lingkungan juga berkontribusi pada meningkatnya risiko Banjir di Palangkaraya," paparnya.
Banyak penduduk yang masih membuang sampah sembarangan, termasuk ke sungai dan saluran drainase, menyebabkan tersumbatnya aliran air.
Praktik penggundulan hutan dan pembakaran lahan gambut untuk membuka lahan pertanian atau perkebunan juga merusak ekosistem seharusnya berfungsi sebagai penyerap air hujan.
"Masyarakat seringkali tidak menyadari bahwa tindakan mereka secara kolektif dapat memperburuk kondisi banjir sudah ada," katanya.
Lebih lanjut, edukasi dan kampanye kesadaran lingkungan, dilakukan pemerintah dan organisasi non-pemerintah belum sepenuhnya berhasil mengubah perilaku masyarakat tersebut.
Perubahan iklim global menyebabkan cuaca ekstrem semakin memperparah kondisi Banjir di Palangkaraya.
Dalam beberapa tahun terakhir, intensitas dan durasi musim hujan menjadi semakin tidak terprediksi, dengan curah hujan lebih tinggi dalam waktu yang lebih singkat.
Siklus El Nini dan La Nina, juga menurutnya, semakin tidak teratur juga memberikan dampak signifikan terhadap pola curah hujan di Kalimantan.
Daerah biasanya tidak terkena banjir kini mulai mengalami genangan air ketika hujan lebat.
"Perubahan suhu global juga menyebabkan pencairan es di kutub yang berkontribusi pada kenaikan permukaan air laut, pada gilirannya mempengaruhi tinggi muka air di sungai-sungai, termasuk Sungai Kahayan," terangnya.
Respon Pemerintah Kurang Cepat?
Ujar Mandarin, respons pemerintah juga terkesan yang kurang cepat dan efektif dalam menangani banjir juga menjadi faktor yang memperburuk dampak bencana tersebut.
Sistem peringatan dini banjir yang belum optimal membuat masyarakat tidak memiliki waktu yang cukup untuk melakukan evakuasi dan mengamankan harta benda mereka.
Infrastruktur tanggap bencana seperti perahu karet, tempat pengungsian, dan pasokan makanan darurat seringkali tidak memadai untuk melayani seluruh penduduk yang terkena dampak banjir.
"Koordinasi antar instansi pemerintah dalam penanganan banjir juga seringkali terhambat oleh birokrasi dan ego sektoral," bebernya.
Akibatnya, bantuan yang diberikan seringkali terlambat sampai ke tangan masyarakat yang membutuhkan.
Solusi Mengatasi Banjir
Berikut solusi jangka panjang untuk mengatasi banjir di Palangka Raya, Menurut Pengamat Infrastruktur Kalteng Mandarin Guntur :
1. Membutuhkan pendekatan yang komprehensif dan melibatkan berbagai pemangku kepentingan.
2. Pengerukan Sungai Kahayan harus dilakukan secara berkala dan diimbangi dengan upaya konservasi di daerah hulu untuk mencegah erosi tanah.
3. Perencanaan tata kota perlu direvisi untuk mengalokasikan lebih banyak ruang terbuka hijau dan area resapan air, serta melarang pembangunan di daerah rawan banjir.
4. Sosialisasi tentang pentingnya membangun rumah dengan desain panggung yang adaptif terhadap kondisi lokal perlu digalakkan di kalangan masyarakat.
5. Kampanye kesadaran lingkungan untuk mengurangi pembuangan sampah ke sungai dan saluran air juga perlu ditingkatkan.
6. Keterlibatan masyarakat dalam upaya pencegahan dan penanggulangan banjir di Palangka Raya sangat penting untuk keberhasilan program-program yang diimplementasikan.
7. Masyarakat perlu dilibatkan dalam pemantauan kondisi sungai dan saluran drainase, serta dalam kegiatan gotong royong untuk membersihkan lingkungan.
8. Pengetahuan lokal tentang pola banjir dan cara-cara tradisional untuk beradaptasi dengan banjir perlu didokumentasikan dan diintegrasikan dalam kebijakan penanggulangan bencana.
9. Sistem asuransi banjir juga perlu dikembangkan untuk membantu masyarakat memulihkan kondisi ekonomi mereka pasca banjir.
"Dengan pendekatan yang terintegrasi dan partisipatif, diharapkan dampak banjir di Palangka Raya dapat diminimalisir dan ketahanan masyarakat terhadap bencana dapat ditingkatkan," tutup Mandarin Guntur.
Palangka Raya Resmi Jadi Tuan Rumah Kongres GMNI XXIII Tahun 2028, Ada Historisnya |
![]() |
---|
Tak Ada Anggaran Tambahan, Pemprov Targetkan RTH Eks KONI Kalteng Selesai Paling Lambat Desember |
![]() |
---|
Panen Jagung di Pekarangan Polresta Palangka Raya, Achmad Zaini: Bukti Bisa Bertani di Tengah Kota |
![]() |
---|
Simpan 24 Paket Sabu, Napi Rutan Kelas IIA Ditangkap Satresnarkoba Polresta Palangka Raya |
![]() |
---|
Pemprov Kalteng Bakal Kaji Pelanggaran Aturan dan Kerusakan Lingkungan oleh 7 Perusahaan Tambang |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.