Berita Palangkaraya

Kasus Dugaan Korupsi Pertamina, Dosen Hukum UPR Sebut Konsumen Dirugikan Berhak Menggugat

Praktisi hukum sekaligus dosen di Fakultas Hukum Universitas Palangka Raya (UPR) Hilyatul Asfia sebut masyarakat bisa menggugat merasa dirugikan

Penulis: Ahmad Supriandi | Editor: Sri Mariati
Dok Pribadi untuk Tribunkalteng.com
MENYOROTI KORUPSI- Dosen hukum UPR, Hilyatul Asfia, menyoroti kasus dugaan korupsi pada PT Pertamina. Dia menyebut, konsumen yang dirugikan berhak menggugat dan menuntut ganti rugi, Kamis (27/2/2025). 

TRIBUNKALTENG.COM, PALANGKA RAYA - Praktisi hukum sekaligus dosen di Fakultas Hukum Universitas Palangka Raya (UPR) Hilyatul Asfia, menyoroti kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang, pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKS) 2018-2023. 

Hilyatul Asfia mengatakan, negara bertanggung jawab dalam melindungi konsumen dari kerugian akibat peredaran Pertamax oplosan

"Konsumen yang dirugikan berhak menggugat dan menuntut ganti rugi dari PT Pertamina melalui mekanisme hukum yang telah diatur, termasuk gugatan kelompok (class action), jika mengalami kerugian serupa," ujar Asfia, Kamis (27/2/2025). 

Sebagai informasi, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan (RS) sebagai tersangka kasus dugaan korupsi ini. 

Selain RS, Kejagung menetapkan enam tersangka lainnya, yakni Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, Yoki Firnandi (YF), SDS selaku Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, dan AP selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional. 

Kemudian, MKAR selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa, DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, dan GRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak. 

Pasca penetapan 7 tersangka itu, Kejagung kembali menetapkan dua tersangka baru, yakni Maya Kusmaya selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga dan Edward Corne selaku VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga. 

Akibat kasus ini, negara mengalami kerugian hingga Rp193,7 triliun. 

Asfia menyebut, tindakan itu mencerminkan pengabaian terhadap hak konsumen sebagaimana diatur dalam Pasal 4 Ayat 9 Undang-Undang Perlindungan Konsumen. 

Baca juga: VIRAL Tagar Pertamax Trending di X, Dugaan Korupsi Rp 193 T Pertamina Ramai Diulas di Medsos

Baca juga: Soal Korupsi Pertamina Rugikan Masyarakat, Ini Kata Pengamat Ekonomi UPR

Pasal tersebut, jelasnya, menjamin hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi, atau penggantian ketika barang atau jasa yang diterima, tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya. 

"Oleh karena itu, negara harus menegakkan regulasi secara ketat guna memastikan perlindungan konsumen dan menjaga kepercayaan publik terhadap distribusi bahan bakar," tutup Asfia.

Sumber: Tribun Kalteng
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved