Idul Fitri 1442

Arti Minal Aidin Wal Faidzin Ternyata Bukan Mohon Maaf Lahir dan Batin, Yang Tepat Ucapan Ini

Ucapan Minal Aidin Wal Faidzinternyata bukan berarti minta maaf lahir dan batin, kalimat itu memiliki arti dan makna yang lain

Editor: Dwi Sudarlan
Istimewa
Ilustrasi Idul Fitri 1442 H 

TRIBUNKALTENG.COM - Ucapan Minal Aidin Wal Faidzinternyata bukan berarti minta maaf lahir dan batin, kalimat itu memiliki arti dan makna yang lain.

Setiap Lebaran atau Hari Raya Idul Fitri, umat Islam saling mengucapkan selamat ditambahi kalimat Minal Aidin Wal Faidzin yang diartikan minta maaf lahir dan batin.

Sebagian orang mengira, arti dari kata Minal Aidin Wal Faaidzin adalah meminta maaf dalam bahasa Arab.

Padahal, arti sebenarnya bukanlah seperti itu.

Baca juga: Ucapan yang Benar Minal Aidin Wal Faidzin atau Taqabbalallahu Minna Waminkum? Ini Penjelasannya

Baca juga: Lirik Sholawat Antassalam yang Viral di TikTok, Sholawat Obat Hati yang Gelisah

Baca juga: Ingin Istri Cepat Hamil dan Segera Punya Anak? Amalkan Doa Nabi Zakaria dan Doa Nabi Ibrahim Ini

Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah IAIN Surakarta, Khasan Ibaidillah, mengatakan ucapan 'Maaf Lahir Batin' yang diikuti dengan Minal Aidin Wal Faaidzin membuat sebagian orang mengira kalimat itu bermakna permintaan maaf. 

"Menjelang Lebaran sering banyak mendapat kiriman pesan Minal Aidzin Wal Faidzin, Mohon Maaf Lahir dan Batin."

"Ini bagi sebagian orang mungkin akan berpandangan bisa jadi Mohon Maaf Lahir dan Batin adalah arti dari Minal Aidzin Wal Faidzin."

"Nah mungkin ini ya kekurang tepatan dari ucapan Bahasa Arab kemudian kata sambung, atau kalimat sambung yang digunakan."

"Seolah-olah semakna, padahal berbeda," kata Khasan dikutip dari Program Oase di kanal YouTube Tribunnews.com, Jumat (8/5/2021).

Khasan menerangkan, di masa sahabat Nabi, ucapan selamat Idul Fitri diikuti dengan doa. 

Adapun doa yang sering diucapkan yakni Taqobalallahu Minna Wa Minkum Taqobbal Ya Karim.

Kemudian ucapan tersebut disambung dengan wa ja’alanaallaahu wa iyyaakum minal ‘aaidin wal faaiziin.

"Pada zaman sahabat itu memang yang lebih banyak diucapkan adalah mendoakan."

"Sering disebutkan bahwa Taqobalallahu minna wa minkum taqobbal ya karim. Ini sebenarnya yang sering."

"Kemudian disambung wa ja’alanaallaahu wa iyyaakum minal ‘aaidin wal faaiziin. Nah inilah kata panjangnya yang sebenarnya kalau kita tarik," sambungnya.

Khasan melanjutkan, taqobalallahu minna wa minkum taqobbal ya karim adalah bentuk doa.

Dalam doa itu, kita mendoakan orang yang disebutkan atau yang didoakan itu.

"Taqobalallahu minna wa minkum taqobbal ya karim. Ini adalah bentuk doa di mana kita mendoakan orang yang kita sebutkan atau yang kita doakan itu."

"Semoga amal baiknya diterima oleh Allah dan Yang Maha Karim."

"Kemudian ja’alanaallaahu wa iyyaakum minal ‘aaidin wal faaiziin, ini adalah doa semoga kita semuanya dijadikan menjadi orang-orang yang minal ‘aaidina, orang-orang yang kembali kepada kebaikan."

"Kembali kepada kesucian, kembali kepada fitrah. Dan wal faaiziin, itu menjadi bagian orang-orang yang beruntung," tutur Khasan.

Jadi dapat disimpulkan bahwa ucapan minal aidin wal faidzin berarti doa agar kita menjadi bagian orang-orang yang kembali kepada hal-hal yang baik, kepada kesucian dan menjadi orang yang beruntung. 

"Maka sebenarnya kalau kita tarik dari minal aidin wal faaidzin ini adalah doa agar kita menjadi bagian orang-orang yang kembali kepada hal-hal yang baik."

"Kembali menjadi orang yang lebih baik, kembali kepada kesucian, kembali kepada fitrah kita, dan semoga kita menjadi orang-orang yang beruntung di kemudian hari."

"Makanya memang ucapan ini dengan kata sambung yang sering dipakai, seolah-olah artinya adalah mohon maaf lahir dan batin," kata dia.

Kemenag Tetapkan 1 Syawal pada Kamis, 13 Mei 2021

Pemerintah melalui Kementerian Agama secara resmi telah menetapkan Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1442 H jatuh pada Kamis, 13 Mei 2021. 

Keputusan itu diambil setelah Kemenag menggelar Sidang Isbat pada Selasa (11/5/2021)

“Sidang isbat secara bulat menetapkan 1 Syawal 1442 H jatuh pada hari Kamis, 13 Mei 2021,” ujar Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dalam konferensi pers yang digelar usai Sidang Isbat 1 Syawal 1442 H di kantor Kemenag Jakarta. 

Menurut Menag, sidang menyepakati keputusan tersebut karena dua hal.

"Pertama, kita telah mendengar paparan Tim Unifikasi Kalender Hijriyah Kemenag yang menyatakan tinggi hilal di seluruh Indonesia di bawah ufuk, yaitu berkisar dari minus 5,6 sampai dengan minus 4,4 derajat," kata Menag.

Dengan posisi demikian, maka secara astronomis atau hisab, hilal tidak dimungkinkan untuk dilihat.

Hal ini selanjutnya terkonfirmasi oleh pernyataan para perukyah yang diturunkan Kemenag.

Pada tahun ini, rukyah dilaksanakan Kemenag pada 88 titik di Indonesia.

"Kita mendengar laporan dari sejumlah perukyah hilal bekerja di bawah sumpah, mulai dari provinsi Aceh hingga Papua. Di 88 titik tersebut, tidak ada satu pun perukyah dapat melihat hilal," ujar Menag.

Karena dua alasan tersebut, Sidang Isbat menyepakati untuk mengistikmalkan (menyempurnakan) bulan Ramadan menjadi 30 hari sehingga tanggal 1 Syawal 1442 H jatuh pada hari Kamis, 13 Mei 2021.

"Jadi, Rabu besok umat Islam di Indonesia masih akan menjalani ibadah puasa Ramadan, selanjutnya malam Kamis akan takbiran menyambut Idulfitri," jelas Menag.

"Karena masih pandemi, saya tidak bosan-bosan untuk mengingatkan untuk tetap mematuhi protokol kesehatan," lanjutnya.

Baca juga: Konflik Internal KPK Makin Panas, Novel Baswedan Melawan, Jubir Bilang Tak Ada Nonaktif

Baca juga: TADARUS RAMADHAN 2021: Surah Al Jinn, Kisah Para Jin yang Mengakui Kebesaran Allah SWT

Panduan Sholat Idul Fitri 1442 H

Terkait pelaksanaan salat Idul Fitri di tengah pandemi yang masih berlangsung, Kemenag telah mengeluarkan panduan. 

Melalui panduan itu diharapkan pelaksanaan Salat idul Fitri diselenggarakan dengan aman dan nyaman serta mencegah penyebaran Covid-19.

"Edaran ini mengatur kegiatan malam takbiran dan Salat Idulditri yang diselenggarakan di masjid dan lapangan terbuka,” kata Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, di Jakarta, Kamis (06/05/2021), dikutip dari laman Sekretariat Kabinet.

Merujuk panduan itu, terdapat sejumlah ketentuan untuk pelaksaan Salat idul Fitri 1442H.

Di antaranya, salat Idul Fitri di lapangan atau masjid diperbolehkan untuk wilayah dengan zona hijau dan kuning.

Sementara untuk daerah zona merah dan oranye, salat Idul Fitri diminta dilakukan di rumah masing-masing.

Selain itu, pelaksanaan salat Idul Fitri di lapangan harus dikoordinasikan dengan Pemda dan Satgas Covid-19 serta harus menerapkan protokol kesehatan.

Berikut panduan lengkap salat Idul Fitri 1442 H yang dikeluarkan Kemenag: 

1. Salat Idulfitri 1 Syawal 1442 H/2021 M di daerah yang memiliki tingkat penyebaran COVID-19 tergolong tinggi (zona merah dan zona oranye) agar dilakukan di rumah masing-masing, sejalan dengan fatwa Majelis Ulama Indonesia dan ormas-ormas Islam lainnya.

2. Salat Idulfitri 1 Syawal 1442 H/2021 M dapat diadakan di masjid dan lapangan hanya di daerah yang dinyatakan aman dari COVID-19, yaitu zona hijau dan zona kuning berdasarkan penetapan pihak berwenang.

3. Dalam hal Salat Idulfitri dilaksanakan di masjid dan lapangan, wajib memperhatikan standar protokol kesehatan COVID-19 secara ketat dan mengindahkan ketentuan sebagai berikut:

a. Salat Idul fitri dilakukan sesuai rukun Salat dan Khutbah Idulfitri diikuti oleh seluruh jemaah yang hadir;

b. Jemaah Salat Idulfitri yang hadir tidak boleh melebihi 50 persen dari kapasitas tempat agar memungkinkan untuk menjaga jarak antarshaf dan antarjemaah;

c. Panitia Salat Idulfitri dianjurkan menggunakan alat pengecek suhu dalam rangka memastikan kondisi sehat jemaah yang hadir;

d. Bagi para lanjut usia (lansia) atau orang dalam kondisi kurang sehat, baru sembuh dari sakit atau dari perjalanan, disarankan tidak menghadiri Salat Idulfitri di masjid dan lapangan;

e. Seluruh jemaah agar tetap memakai masker selama pelaksanaan Salat Idulfitri dan selama menyimak Khutbah Idulfitri di masjid dan lapangan;

f. Khutbah Idulfitri dilakukan secara singkat dengan tetap memenuhi rukun khutbah, paling lama 20 menit;

g. Mimbar yang digunakan dalam penyelenggaraan Salat Idulfitri di masjid dan lapangan agar dilengkapi pembatas transparan antara khatib dan jemaah; dan

h. Seusai pelaksanaan Salat Idulfitri jemaah kembali ke rumah dengan tertib dan menghindari berjabat tangan dengan bersentuhan secara fisik.

4. Panitia Hari Besar Islam/Panitia Salat Idulfitri sebelum menggelar Salat Idulfitri di masjid dan lapangan terbuka wajib berkoordinasi dengan pemerintah daerah, Satuan Tugas Penanganan COVID-19, dan unsur keamanan setempat untuk mengetahui informasi status zonasi dan menyiapkan tenaga pengawas agar standar protokol kesehatan COVID-19 dijalankan dengan baik, aman, dan terkendali. (*)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Bukan Bermakna Minta Maaf, Ini Arti Ucapan Minal Aidin Wal Faaiziin di Hari Raya Idul Fitri 2021 

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved