Listrik dan Musik Mati Mendadak, Pertandingan Tinju Internasional Ricuh, Panitia Mengaku Dianiaya
Sementara itu, pihak panitia mengaku terpaksa kabur karena mendapat ancaman dan penganiayaan dari sekelompok orang.
TRIBUNKALTENG.COM - Dari 24 partai pertandingan yang direncanakan, tinju internasional yang bertajuk Big Fight 2 di Lapangan Gelora Samador Maumere, hanya bisa melaksanakan dua partai.
Itu terjadi setelah penonton yang menyaksikan pertandingan, terlibat kericuhan.
Peristiwa yang terjadi Sabtu (3/8/2019), berawal ketika musik dan lampu tiba-tiba mati bersamaan ketika pertandingan tinju berlangsung.
Namun karena para penonton di Lapangan Gelora Samador Maumere sudah ricuh, kondisi itu tidak bisa lagi ditangani.
Sementara itu, pihak panitia mengaku terpaksa kabur karena mendapat ancaman dan penganiayaan dari sekelompok orang.
• Kejutan Game Free Fire 17 Agustus 2019, Bagi-bagi Magic Cube Gratis Event 17 Agustus Booyah Merdeka
• Koneksi Cinta Taurus dan Pisces, Ramalan Zodiak Cinta 15 Agustus 2019, Kecocokan Capricorn & Libra
• Piala Super Eropa 2019 - Chelsea Vs Liverpool, Frank Lampard Kerahkan Seluruh Kemampuan The Reds
• Diseret 800 Meter, Briptu Heidar Sempat Berusaha Kabur Lalu Tewas Ditembak Anggota KKB di Papua
• Link Live Streaming Kalteng Putra vs Persipura Jayapura Rabu Siang, Prediksi Pemain di Liga 1 2019
Berikut fakta lengkapnya di bawah ini:
1. Gara-gara musik dan lampu mati mendadak
Petrik Juang Rebong, promotor pertandingan, menjelaskan, lampu dan musik yang tiba-tiba mati sebetulnya bisa segera diperbaiki dan diganti dengan peralatan sound system secepat mungkin.
Tetapi, hal itu tak mungkin dilakukan pihak panitia karena para penonton terlanjur mengamuk dan membuat kericuhan.
"Mau ganti sound tidak bisa lagi. Saya utamakan keselamatan official dan petinju. Masyarakat jadi bingung. Artinya di situ memang saya dijebak dalam situasi yang kacau," jelasnya.
2. Dari 24 partai pertandingan, hanya 2 yang terlaksana
Gara-gara kericuhan tersebut, panitia hanya berhasil menggelar 2 partai pertandingan. Sebelumnya, panitia merencanakan akan mengelar 24 partai pertandingan di acara tinju bertaraf internasional tersebut.
Seperti diketahui, para penonton mendadak marah dan kesal saat lampu dan musik di lokasi pertandingan mati bersamaan.
Upaya panitia dan aparat keamanan untuk mengendalikan situasi semakin berat saat jumlah penonton yang begitu banyak.
3. Panitia mengaku dianiaya pasca-kericuhan
Petrik mengaku, sejak Sabtu malam, dirinya keluar dari Kota Maumere untuk menyelamatkan diri.
Hal itu dilakukan karena sekelompok orang menganiaya dirinya pasca-insiden penghentian pertandingan tinju tersebut.
"Mereka aniaya saya karena saya dianggap menghentikan tinju, tidak bertanggung jawab, dan menipu publik Kabupaten Sikka," sambungnya. Ia membantah terkait isu dan tudingan dirinya membawa kabur uang tiket.
4. Penjelasan panitia saat tak bisa dihubungi
Petrik menerangkan, sekelompok orang yang menganiaya dirinya juga merampas telepon genggam miliknya. Untuk itu, dirinya memilih keluar dari Kota Maumere untuk menyelamatkan diri.
"Senin (5/8/2019), sekelompok pemuda tak dikenal menginjak dan menyayat tangan saya dengan benda tajam. Handphone saya diambil di lorong pasar Geliting Maumere. Itulah makanya nomor saya tidak aktif selama ini," terangnya kepada Kompas.com.
5. Bantah melarikan uang tiket
Petrik menerangkan, saat kericuhan terjadi aparat kepolisian dan dirinya segera menghalau massa agar tidak boleh masuk dalam lapangan.
Setelah itu, dirinya meminta panitia untuk mengembalikan tiket yang dimiliki penonton di dalam stadion.
"Saat mulai ricuh, saya perintahkan loket tiket untuk kembalikan uang tiket penonton. Tentu dengan catatan mereka punya bukti tiket yang dirobek. Taksiran saya, jumlah uang tiket yang dikembalikan malam itu sekitar Rp 7 juta. Waktu itu belum begitu banyak penonton yang beli tiket. Meskipun penonton di luar stadion memang sudah banyak," terangnya. (KOMPAS.com/Nansianus Taris)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com