Kabar Kalsel
Warung Makan Kedapatan Menggunakan Elpiji 3 Kg, Ini yang Terjadi
Dua rumah makan kedapatan menggunakan tabung gas elpiji tiga kilogram untuk warga miskin itu sebanyak tiga tabung per hari.

TRIBUNKALTENG.COM, BANJARMASIN – Langka dan mahalnya gal eliji 3 kilogram, Pemko Banjarmasin bersama PT Pertamina Sales Area Banjarmasin melakukan razia ke beberapa warung dan rumah makan di kawasan Jalan Brigjen Hasan Basri, Banjarmasin Utara, Senin (17/9) sore.
Hasilnya, beberapa warung makan yang seharusnya menggunakan gas nonsubsidi kedapatan menggunakan gas elpiji berukuran tiga kilogram yang bukan peruntukkannya.
Dua rumah makan kedapatan menggunakan tabung gas elpiji tiga kilogram untuk warga miskin itu sebanyak tiga tabung per hari.
Baca: Gas elpiji Mahal, Warga Banjarmasin Rela Antre Berjam-jam
Baca: Nilai Tukar Rupiah Rp 14.915 per Dolar, Impor BBM Picu Defisit Rp 24 Triliun
Baca: Jangan Asal Daftar CPNS 2018 di sscn.bkn.go.id, Ini Sembilan Syarat Wajib Dipenuhi!
Jika dihitung per bulan maka mencapai 90 tabung untuk satu warung.
Angka itu jelas bukan angka main-main.
Mengingat tabung elpiji tiga kilogram sempat langka dan mahal di Banjarmasin.

Harga eceran tertinggi gas yang harusnya Rp 17.500 per tabung sempat mencapai Rp 45 ribu.
Richard, satu pengelola rumah makan yang kedapatan menggunakan elpiji 3 kilogram, sempat bersikeras pada petugas tak ingin mengganti tabung elpiji 3 kilogram.
Dia berdalih, pemilik rumah makan sedang berada di luar daerah.
Alasan lain, tabung elpiji yang ada di dapur bukan miliknya, tapi milik penjual yang mengantar ke rumah makan.
“Yang mengantar itu warung saja. Saya tidak ingin repot. Satu tabung saya beli Rp 33 ribu terbaru ada Rp 27 ribu per tabung. Dalam sehari kami mengonsumsi tiga tabung. Jadi kalau habis nanti diantar lagi,” ucapnya.
Menurut dia, usahanya masih baru dan kecil, dan belum bisa berganti ke tabung nonsubsidi.
“Kalau diganti bagaimana ini tabung orang semua,” dalihnya.
Adu mulut sempat terjadi antara petugas Bagian Ekonomi Setdako Pemko Banjarmasin, PT Pertamina, dan Richard.
Lily Dwiyanti, Kabag Ekonomi Setdako Banjarmasin pun mewarning jika Richard masih bersikeras tak ingin mengganti tabungnya dengan tabung nonsubsidi, pihaknya berwenang mencabut izin usaha perdagangan.
Lucunya, pengelola rumah makan itu tidak dapat menunjukkan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP).
Dia justru menunjukan surat kepengurusan izin bukan SIUP.
“Surat izinnya sudah ada kok. Tapi lagi dibawa oleh pemiliknya,” kilahnya.
Rumah makan yang dikelolanya buka sejak empat bulan lalu.
Omsetnya sehari tak main-main.
Meski per bungkus hanya dibanderol harga Rp 13 ribu, namun omset yang dihasilkan per hari mencapai Rp 3 juta.
Jelas itu bukan omset main-main.
Mengingat nominal yang diperbolehkan Pertamina untuk menggunakan tabung elpiji 3 kilogram hanya usaha kecil yang omsetnya tidak lebih dari Rp 1 juta per hari.
Lantaran terus didesak, Richard akhirnya mengalah mengganti ke delapan tabung tiga kilogram miliknya dengan bright gas yang dibawa PT Pertamina.
Bahkan, PT Pertamina memberikan penukaran gas gratis bagi pedagang.
Syaratnya cukup dua tabung tiga kilogram ditukar satu tabung bright gas ukuran 5,5 kilogram.
“Ya mau tidak mau, saya tukar,” ucap lelaki itu. (Banjarmsinpost edisi cetak)