Dewan Pers Berencana Membentuk Satgas Media untuk Perangi Media Abal-abal

Stanley menambahkan, Dewan Pers juga akan melarang penggunaan nama-nama lembaga penegakan hukum sebagai nama media.

Editor: Mustain Khaitami
surya.co.id/eben haezer panca
Ketua Dewan Pers Stanley Yoseph Adi Prasetyo ketika berbicara dalam diskusi dan workshop di Surabaya, Jumat (24/8/2018). 

TRIBUNKALTENG.COM, SURABAYA - Kerap mengaku sebagai pers namun kerja jurnalistiknya tidak ditujukan untuk itikad baik. Hal itu membuat Dewan Pers berencana membentuk satgas media untuk melakukan verifikasi dan penindakan terhadap media-media abal-abal tersebut.

Ketua Dewan Pers, Yoseph Stanley Adi Prasetyo dalam diskusi yang digelar Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan informatika (BAKTI) dan Dewan Pers di Surabaya, Jumat (24/8/ 2018), menyebut Satgas Media perlu dibentuk mengingat di masa mendatang pertumbuhan media online akan semakin tinggi seiring dengan diwujudkannya Palapa Ring.

Palapa Ring merupakan megaproyek pembangunan jaringan serat optik nasional yang menjangkau 34 provinsi, 440 kota/kabupaten di seluruh Indonesia dengan total panjang kabel laut mencapai 35.280 kilometer, dan kabel di daratan sejauh 21.807 kilometer.

Baca: Pemain Timnas Putri China Cetak 9 Gol di Sepak Bola Asian Games 2018

Baca: Kemarin Tambah Emas dari Dayung, Berikut Daftar Perolehan Medali Indonesia di Asian Games 2018

Baca: Idrus Marham Jadi Tersangka Korupsi, KPK: Diduga Menerima Janji 1,5 Juta Dolar AS

"Jangan sampai upaya pemerintah mewujudkan Palapa Ring ini disalah manfaatkan untuk kepentingan-kepentingan yang tidak benar, khususnya dalam kaitan dengan pers di Indonesia," kata Stanley.

Menurut dia, salah satu kerja Satgas Media adalah melakukan verifikasi terhadap perusahaan-perusahaan pers.

Saat ini di Indonesia, terdapat sekitar 47 ribu media. Dari jumlah tersebut, sebanyak 43 ribu di antaranya adalah media online.

"Dari seluruh media yang ada, yang baru terverifikasi sekitar 2.200-an," sambungnya.

Stanley menambahkan, Dewan Pers juga akan melarang penggunaan nama-nama lembaga penegakan hukum sebagai nama media.

"Sekarang ini masih ada media-media yang menggunakan embel-embel nama KPK, BIN, BNN, dan lain sebagainya. Itu akan kami take down biar wartawannya tidak ngaku-ngaku sebagai penyidik, lalu ujung-ujungnya minta uang," tambah mantan Komisioner Komnas HAM tersebut.

Dorong Media Daftar Badan Hukum

Sementara itu, Imam Wahyudi, anggota Dewan Pers yang juga turut hadir di diskusi tersebut mendorong agar media-media yang sudah ada segera mendaftar badan hukum sehingga dapat diakui sebagai perusahaan pers yang terverifikasi.

Menurut Imam, sesuai UU Pers nomor 40 tahun 1999, perusahaan pers harus berbentuk badan hukum. Dengan diakui sebagai perusahaan pers, maka segala perkara delik pers yang dialami perusahaan tersebut dapat diselesaikan dengan UU tersebut dan tidak dibawa ke ranah pidana.

Imam tak menyangkali bahwa ada jurnalis-jurnalis profesional dan independen yang kemudian menciptakan media sendiri dengan konten yang sudah memenuhi kriteria produk jurnalistik.

"Kalau seperti itu, kami sangat mendorong agar segera mengurus badan hukum. Gampang kok mengurusnya," ujar Imam.

Sekretaris Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya, Eben Haezer berpendapat, munculnya media-media baru yang dikelola secara indie oleh para jurnalis profesional merupakan hal yang lumrah terjadi seiring dengan pertumbuhan teknologi informasi.

Halaman
12
Sumber: Surya
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved