Demo Aliansi Masyarakat Dayak

Mediasi di Kantor Gubernur, Aliansi Masyarakat Dayak Bersatu Soroti PT Kapuas Maju Jaya Tak Ada HGU

Mediasi di kantor Gubernur Kalteng antara pemprov dan Aliansi Masyarakat Dayak Bersatu, menyikapi permasalahan plasma di Kalteng, dan PT KMJ

TRIBUNKALTENG.COM/ MUHAMMAD IQBAL ZULKARNAIN
WAWANCARA - Perwakilan Aliansi Masyarakat Dayak Bersatu, Cornelis saat diwawancarai awak media usai mediasi dengan Pemerintah Provinsi Kalteng di depan Kantor Gubernur Kalimantan Tengah, Rabu (12/11/2025). 
Ringkasan Berita:
  •  Aliansi Masyarakat Dayak Bersatu menyoroti PT Kapuas Maju Jaya, yang menurutnya belum memiliki HGU namun tetap beroperasi di lapangan.
  • Pada mediasi, di Aula Jayang Tingang, Kantor Gubernur Kalteng Rabu (12/11/2025), pihaknya pertanyakan komitmen perusahaan terkait pemenuhan lahan plasma 20 persen.
  • Perwakilan Aliansi Masyarakat Dayak Bersatu Cornelis ancam bila tuntutan masyarakat terkait plasma dan keadilan lahan tidak segera direspons, gerakan masyarakat Dayak akan semakin meluas.
  •  

TRIBUNKALTENG.COM, PALANGKA RAYA – Puluhan masyarakat yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Dayak Bersatu, akhirnya diterima untuk melakukan mediasi, di Aula Jayang Tingang Lantai I, Kantor Gubernur Kalteng, Rabu (12/11/2025).

Perwakilan Aliansi Masyarakat Dayak Bersatu, Cornelis menilai, banyak perusahaan perkebunan di Kalimantan Tengah selama ini sengaja menyamakan konsep plasma dengan Corporate Social Responsibility (CSR).

Menurutnya, hal ini menjadi salah satu akar persoalan yang membuat kewajiban perusahaan terhadap masyarakat sekitar tidak dijalankan secara benar.

“Plasma dan CSR itu berbeda. CSR sifatnya sosial dan umum, sementara plasma adalah bentuk kemitraan ekonomi yang konkret. Plasma adalah bagian dari hasil usaha perkebunan yang wajib dibagikan kepada masyarakat sekitar,” tegas Cornelis, Rabu (12/11/2025).

Cornelis menjelaskan, perusahaan yang memiliki Hak Guna Usaha (HGU) seluas 5.000 hektare, misalnya, wajib mengalokasikan 20 persen dari lahan tersebut untuk masyarakat sekitar sebagai plasma.

“Penerima manfaatnya pun harus penduduk di sekitar wilayah perusahaan, bukan orang luar daerah. Kalau ada orang dari luar tiba-tiba dapat jatah plasma karena dekat dengan pihak perusahaan, itu jelas keliru,” ujarnya.

Ia menilai, selama ini banyak perusahaan mencoba berkelit dengan alasan telah melaksanakan CSR.

Padahal, kata dia, pelaksanaan CSR tidak bisa menggantikan kewajiban plasma yang diatur dalam undang-undang.

“Banyak perusahaan beralasan sudah jalankan CSR. Padahal yang diwajibkan oleh pasal 58 undang-undang adalah plasma 20 persen, dan itu bersifat wajib. Kalau tidak dijalankan, ada sanksi hukum, bahkan bisa sampai pencabutan HGU,” tegasnya.

Cornelis juga menyoroti salah satu perusahaan, PT KMJ (Kapuas Maju Jaya), yang menurutnya belum memiliki HGU namun tetap beroperasi di lapangan.

“Mereka hanya punya IUP, izin usaha, bukan HGU. Kalau cuma punya IUP tapi tidak ada HGU, berarti mereka menguasai lahan tanpa dasar hukum yang sah,” katanya.

Ia menduga, ada kemungkinan permainan antara perusahaan dan oknum di pemerintahan yang membuat pelanggaran seperti ini bisa terjadi.

Baca juga: Breaking News, Aksi Aliansi Masyarakat Dayak di Kantor Gubernur, Tuntut Plasma dan Pembebasan Rekan

Baca juga: Tuntut Plasma 20 Persen, Aliansi Masyarakat Dayak Bersatu Mediasi dengan Pemprov Kalteng

“Kalau ingin menegakkan hukum dan memperbaiki tata kelola pemerintahan, hal-hal seperti ini harus dibongkar. Kalau tidak, masalah plasma dan lahan akan terus berulang,” ucapnya.

Cornelis menambahkan, bila tuntutan masyarakat terkait plasma dan keadilan lahan tidak segera direspons, gerakan masyarakat Dayak akan semakin meluas.

“Tahun 2026 akan menjadi awal gerakan besar pemberdayaan orang Dayak. Kami ingin martabat Dayak dijaga, bukan diabaikan,” pungkasnya.

Sumber: Tribun Kalteng
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved