Program MBG di Kalteng

Kendala Makan Bergizi Gratis di Kalteng, Tingginya Sisa Makanan ke Sulit Bangun SPPG di Lokasi Cocok

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kalteng mengalami sejumlah kendala, mulai dari tingginya sisa makanan hingga lokasi pembangunan SPPG yang sulit.

Penulis: Ahmad Supriandi | Editor: Haryanto
TRIBUNKALTENG.COM/AHMAD SUPRIANDI
Foto ilustrasi siswa SDN 1 Bukit Tunggal Palangka Raya, Kalteng tengah menikmati makanan yang disajikan dari program Makan Bergizi Gratis (MBG), Senin (13/1/2025) lalu. Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kalteng mengalami sejumlah kendala, mulai dari tingginya sisa makanan hingga lokasi pembangunan SPPG yang sulit. 

TRIBUNKALTENG.COM, PALANGKA RAYA - Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kalimantan Tengah mengalami sejumlah kendala, mulai dari tingginya sisa makanan hingga lokasi pembangunan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).

Hal itu terungkap dalam Monitoring dan Evaluasi (Monev) Pembangunan SPPG di Aula Rapat Bajakah Utama, Kantor Gubernur Kalteng, Kamis (21/8/2025).

Monev tersebut membahas kesiapan daerah dalam memenuhi kriteria pembangunan SPPG, termasuk kriteria umum lahan, distribusi, hingga penyediaan makanan bergizi bagi siswa di wilayah pelosok.

Baca juga: Sekolah Rakyat Palangka Raya Bakal Suplai Makanan Bergizi dari SPPG, 3 Kali Makan dan 2 Snack Sehari

Pada kesempatan tersebut, Asisten Setda Kalteng bidang Ekonomi dan Pembangunan (Ekbang), Herson B Aden memaparkan, kendala utama pembangunan SPPG bukan pada ketersediaan lahan, melainkan penentuan titik lokasi yang sesuai.

Ia menyebut, target penyediaan makanan bergizi untuk 3.000 siswa per hari sulit dipenuhi karena kepadatan penduduk Kalteng yang rendah.

Herson menambahkan, Kalteng memiliki luas wilayah 153 ribu kilometer persegi dengan jumlah penduduk sekira 2,8 juta jiwa. Artinya, kepadatan penduduk hanya 18 jiwa per kilometer persegi.

"Satu desa bisa hanya memiliki satu sekolah dengan murid 50 orang, sementara desa berikutnya bisa ditempuh hingga 3 jam perjalanan. Kalau makanan diangkut, ada risiko basi,” ungkapnya.

Herson mengatakan, terdapat sejumlah kriteria teknis yang harus dipenuhi dalam pembangunan SPPG, di antaranya lokasi tidak bermasalah secara hukum, berstatus hak milik atau hak pakai atas nama instansi pemerintah, sesuai tata ruang, tidak berada di kawasan gambut maupun rawan bencana, serta memiliki akses jalan beraspal.

Adapun desain SPPG terbagi dalam dua tipe, yaitu bangunan berukuran 20 meter x 20 meter yang mampu melayani hingga 3.500 pak per hari, dan bangunan berukuran 10 meter x 15 meter yang dapat melayani hingga 1.500 pak per hari. 

Herson juga menyebut, keduanya perlu dilengkapi kebutuhan daya listrik hingga 33 kVA dan sistem pengolahan air terpadu dengan kapasitas IPAL 8,47 m⊃3; per hari.

Sampai saat ini, lanjut Herson, program MBG baru berjalan di perkotaan. Namun, pelaksanaannya masih menghadapi tantangan, seperti tingginya angka sisa makanan hingga 60 persen karena perbedaan selera.

Karena itu, ia berharap, pemerintah pusat dapat mengantisipasi kendala tersebut.

Sementara itu, perwakilan Sekretariat Jenderal Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, Dwi Yani Anggun Sari menyampaikan, bersama Maluku Utara, Kalteng masuk ke dalam batch 3 pemantauan pembangunan SPPG.

Dwi mengatakan, pihaknya bersinergi dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Satker BGN untuk memfasilitasi kabupaten/kota melalui pemerintah provinsi.

"Jika ada kendala dalam pemenuhan kriteria umum lahan, akan kami sampaikan kepada pimpinan, sementara kewenangan penilaian tetap ada di PU dan BGN,” tuturnya.

Sumber: Tribun Kalteng
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved