TRIBUNKALTENG.COM, PANGKALAN BUN - Puluhan Massa aksi yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa dan Rakyat Kotawaringin Barat (Kobar), juga menggelar unjuk rasa di Sekretariat KPU di Jalan Iskandar, Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah (Kalteng), Jumat (23/8/2024).
Aksi unjuk rasa belakangan sedang ramai dilakukan oleh seluruh elemen masyarakat di Indonesia.
Aksi demonstrasi itu, dilakukan sejak Kamis (22/8/2024) buntut dari pembahasan Revisi UU Pilkada yang dilakukan Badan Legislasi (Baleg) DPR RI.
Baleg membahas RUU Pilkada pada Rabu (21/8/2024) atau satu hari setelah Mahkamah Konstitusi (MK) membacakan putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 tentang ketentuan ambang batas pencalonan kepala daerah serta putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024 terkait perhitungang minimum usia calon kepala daerah.
Langkah yang diambil Baleg itu dinilai sebagai upaya untuk menganulir putusan MK, meski kemudian RUU Pilkasa batal disahkan usai mendapat banyak protes.
Namun, pembatalan itu tak lantas membuat aksi demonstrasi mereda. Di Kobar misalnya, mahasiswa dan masyarakat tetap melakukan unjuk rasa.
Presiden BEM Universitas Antakusuma (Untama), Andre Rolis mengungkapkan, belum percaya jika RUU Pilkada benar-benar dibatalkan.
Apalagi, kata Andre, DPR RI pernah mengesahkan UU Cipta Kerja saat tengah malam pada 2019 lalu.
"Sebagai bagian dari rakyat yang ditindas oligarki selama puluhan tahun, kami telah belajar dari pengalaman pahit itu," kata Andre.
Menurut Andre, upaya pengesahan RUU Pilkada ini bukan satu-satunya penyimpangan kekuasaan.
Dalam prosesnya banyak UU krusial yang dikebut dalam satu malam. Sebut saja UU Cipta Kerja, UU Minerba, revisi UU KPK, UU Ibu Kota Negara (IKN) tanpa adanya asas transparansi dan partisipasi masyarakat yang berarti.
Padahal, lanjut Andre, ada banyak RUU yang lebih genting untuk kepentingan masyarakat. Misalnya, RUU Perampasan Aset, Perlindungan Data Pribadi serta RUU Masyarakat adat yang telah bertahun-tahun ditunda.
"Kami muak, berkali-kali kami harus menyaksikan penyimpangan kekuasaan dalam proses legislasi seperti yang terjadi hari ini," ujarnya.
Alvin, Wakil Presiden BEM Untama menyinggung soal pentingnya megawasi pemerintahan Presiden Jokowi yang tinggal dua bulan lagi.
Pasalnya, Jokowi disebut-sebut sebagai aktor di balik kebijakan yang menyengsarakan rakyat. Begitu juga dengan RUU Pilkada yang dinilai memudahkan anaknya Kaesang Pangarep maju di Pilkada Jateng.
Alvin melanjutkan, jika tidak ada kontrol rakyat yang berarti, ia dan kawan-kawannya khawatir pemerintah bakal mengebut sejumlah RUU yang antidemokrasi lainnya.
"Misalnya, RUU tentang Penyiaran yang akan memberangus pilar-pilar demokrasi," bebernya.
Baca juga: Turunkan 170 Personil Gabungan Jaga Keamanan saat Aksi Massa di DPRD Kalteng
Melihat fenomena ini, Debora, satu di antara orator aksi, menyimpulkan bahwa DPR RI dan pemerintah telah menjadi pembangkang demokrasi di negara ini.
"Sekaligus melanggengkan dan acuh pada ketidakadilan yang dirasakan rakyat Indonesia,"
Maka dari itu, kata Debora lagi, Aliansi Mahasiswa dan Rakyat Kotawaringin Barat menyerukan perlawanan atas keserakahan kekuasaan yang telah dipraktikan oleh DPR RI dan pemerintah saat ini.
Tak hanya mengecam DPR RI dan pemerintah saja, Aliansi Mahasiswa dan Rakyat Kobar juga mendorong KPU untuk mematuhi putusan MK.
"Kami juga mengutuk brutalitas aparat kepolisian terhadap masyarakat yang turun aksi dalam mengawal Indonesia darurat demokrasi," ujar Debora.
Aksi serupa juga terjadi di Palangkaraya. Mahasiswa dan masyarakat menegaskan DPR RI dan KPU harus menjalankan putuasan MK. (*)