Banjir Kalsel
Banjir Kalsel, Tiga Gunung di Meratus Hantakan Retak, Berpontensi Longsor
Selain Gunung Magalum yang sudah longsor saat banjir bandang di Kabupaten Hulu Sungai Tengah, saat ini ada dua gunung lainnya di pegunungan Meratus
Penulis: Hanani | Editor: edi_nugroho
Editor: Edi Nugroho
TRIBUNKALTENG.COM, BARABAI- Selain Gunung Magalum yang sudah longsor saat banjir bandang di Kabupaten Hulu Sungai Tengah, saat ini ada dua gunung lainnya di pegunungan Meratus, Mangkiling Desa Datar Ajab, Kecamatan Hantakan, juga dilaporkan sudah mengalami retak berupa rekahan di tebingnya, sehingga berpotensi longsor.
Tokoh masyarakat Hantakan kelahiran Pantai Mangkiling, yang kini tinggal di Desa Alat, mengatakan tiga gunung yang tebingnya sudah muncul rekahan tersebut adalah Gunung Harungan, dan Pindihan.
“Satunya gunung Magalum, sudah tinggal separuh,”kata manatan Kades Mangkiling itu kepada banjarmasinpost.co.id, Sabtu (27/2/2021. DI khawatirkan, jika gunung-gunung tersebut longsor, bakal menutup daerah aliran sungai (DAS) Barabai.
Baca juga: Keluhan Sampah Kalsel, Merasa Terganggu Tumpukan Sampah, Warga Sungai Andai Tutup TPS
Desa Datarajab sendiri merupakan induk dari anak-anak desa (dusun) dibagian hulu, ujung kecamatan Hantakan.
Dari paling atas, yaitu PantaiUwang, turun ke Bayuana, Mangkiling, Rantau Parupuk, .lalu Datarajab. Adapun Gunung terjauh, kata Sumiati adalah gunung Manjunghur dan Pariuk. Di anak-anak desa tersebut merupakan hutan yang berstatus hutan lindung.
Di bawah dari kawasan hutan lindung merupakan hutan msyarakat, yang kayunya boleh dimanfaatkan secara terbatas untuk kebutuhan warga adat. Seperti membangun rumah dan mencari kayu bakar.
Menurut Sumiati, aksi penebangan hutan di wilayah atas tersebut telah berlangsung lama tanpa ada tindakan tegas aparat yang berwenang menegakkan hukum.
Sumiatipun menyatakan, keberatan jika ada pihak yang menyalahkan masyarak tidak bisa menjaga hutan.
Menurutnya, yang patut disalahkan, adalah pihak-pihak yang melindungi atau membiarkan penebangan tersebut terus dilakukan.
“Masyarakat itu tidak punya kekuasaan. Kalaupun ada oknum masyarakat terlibat, karena mereka tidak mengerti dampak luas yang ditimbulkan. Juga tergiur ajakan luar. Apalagi di tengah kondisi ekonomi yang sulit,”kata Sumiati.
Ditambahkan, selama tidak ada yang mengajak, atau membujuk, tidak pernah ada penebangan kayu hutan oleh masyarakat sendiri untuk kepentingan komesil, jika tidak diajari pihak oknum yang ingin mencari keuntungan pribadi tanpa peduli dampak luasnya terhadap lingkungan. (Tribunkalteng.com/hanani)