Tolak UU Cipta Kerja
Aturan Bank Tanah Dalam UU Cipta Kerja Dikuatirkan Makin Pertajam Konflik Agraria
Organisasi Kemahasiswaan Kalsel Khawatir Aturan Bank Tanah Dalam UU Cipta Kerja Makin Pertajam Konflik Agraria
Editor: Edi Nugroho
TRIBUNKALTENG.COM, BANJARMASIN - Omnibus Law Undang-Undang (UU) Cipta Kerja terus menuai reaksi dari berbagai kalangan di Indonesia meski Presiden RI, Joko Widodo sudah menyampaikan penjelasan akan pentingnya dan manfaat UU tersebut.
Presiden juga sekaligus meluruskan isu-isu yang tidak benar terkait UU Cipta Kerja dalam siaran langsung jumpa pers via kanal YouTube Sekretariat Presiden, Jumat (9/10/2020).
Reaksi skpetis dan penolakan tetap saja mengalir, termasuk dari organisasi kemahasiswaan dan pemuda di Kalimantan Selatan (Kalsel).
• Warga Tala Kalsel Menjerit, Elpiji Subsidi Tiga Kilogram Tembus Rp40 Ribu
Dari sederet hal yang diatur dalam UU Cipta Kerja, Ketua Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Kalsel, Luthfi Rahman juga menyoroti terkait dibuatnya dasar hukum pembentukan Bank Tanah melalui UU tersebut.
Luthfi yang mewakili organisasinya dalam Kelompok Gabungan Organisasi Kemahasiswaan, Cipayung Plus se-Kalsel ini meyakini hal tersebut akan memicu semakin tajamnya konflik agraria yang terjadi antara masyarakat kecil dan pengusaha-pengusaha besar.
• Warga Tala Kalsel Menjerit, Elpiji Subsidi Tiga Kilogram Tembus Rp40 Ribu
Padahal menurutnya, ketimpangan penguasaan aset termasuk lahan di Indonesia saat ini saja sudah begitu besar.
"Saat ini saja sudah sangat timpang, 1 persen penduduk menguasai 68 persen aset yang ada di Indonesia, termasuk aset berupa tanah," kata Luthfi.
Dengan adanya Bank Tanah yang akan mengusai 30 persen aset lahan di Indonesia yang bisa memberikan hak guna tanah kepada investor untuk diberdayakan menurutnya makin memperparah konflik agraria di Indonesia.
Hal ini pun kata Luthfi membuat pihaknya makin meyakini bahwa UU Cipta Kerja memang akan memiliki dampak positif terhadap oligarki-oligarki di Indonesia.
"Kami sepakat menolak UU Cipta Kerja, karena kami berpendapat ini hanya menguntungkan oligarki di Indonesia," tegasnya. (Tribunkalteng.com/Achmad Maudhody)