Selebrita
Jeremy Teti Sebut LGBT Bisa Sewa Rahim, Ibu Hamil Ini Dibikin Geram
Ucapan Jeremi Teti 2 tahun yang lalu itu ternyata menyulut emosi seorang ibu hamil bernama Ninin Kholida.
Susah kayaknya memahamkan kalian bahwa istri itu butuh suami sebagai 'pemimpin' dalam semua maknanya?
Kalian pikir selain suaminya bisa melakukan itu dengan tulus dan penuh cinta? Sehingga cinta pun bisa diganti dengan sewa
Pantas saja kalian tak menghormati institusi pernikahan. Jika hubungan laki perempuan cuma kalian artikan sebagai hubungan kelamin. Sudah tahu zygot itu penyatuan sperma dan sel telur? Tapi mau diklaim anak kalen berdua para jamaah sperma dan meniadakan eksistensi serta peran sel telur dari perempuannya dengan tak menganggapnya 'ada' karena telah bayar sewa? Mikir!
Ucapan tetty di tv itu seolah-olah mau bilang kalau kaum gey itu #takbutuhibu kecuali sebagai tempat sewa rahim...
Coba teriakkan kalimat #sayatakbutuhibu itu sama kaum kalian dengan penuh kesombongan. Padahal saat kalian positif kena HIV/AIDS atau penyakit kelamin lain yang sabar merawat kalian yang tinggal tulang itu ya ibu yang kalian bilang takbutuh itu. Mikir!
Peradaban manusia seperti apa yang ingin kalian bangun dari hubungan anak dan ibu yang tanpa ikatan rasa cinta ?
Kalian bayar ibunya sebagai ongkos sewa
Lalu si ibu dengan tega melepas anaknya ke pasangan gey dengan tega tanpa perlu merasa sedih atau rindu?
Ini hubungan anak ibu macam apa ?
Ketika suatu saat si anak datang ke ibu biologisnya lalu berkata :
'aku anak yang lahir dari rahimmu'
Apa yang kalian harap diucapkan si ibu sama anaknya ?
'Pergilah sana. 2 lelaki itu telah membayarku. Sekarang aku tak ada urusan denganmu. Masa sewaku denganmu sudah habis!' Kata ibu itu pada anaknya tanpa rasa. Tanpa cinta.
'Hubungan kita tak lebih tentang uang! Jangan harap apapun dariku!
Itulah peradaban penuh kemajuan yang kalian inginkan !
Coba tetty katakan itu pada ibumu! Coba serahkan sejumlah uang padanya untuk ganti rugi karena telah 'meminjamkan' rahimnya untuk tempat tinggalmu sewaktu bayi!
Katakan pada kami jika ia tersenyum dan tak tersinggung
Lagipula kalian pikir sanggup bayar berapa triliun untuk menyewa rahim seorang ibu ?
Untuk membayar semua rasa sakit, lelah selama 9 bulan lebih?
Kalian pikir sanggup membayar rasa sakit saat kontraksi hingga pembukaan sempurna? Ketika bayi melewati lubang sempit vagina hingga tercabik luka luka penuh darah berliter liter ?
Mau bayar berapa untuk kerelaan seorang ibu yang bersedia dibius lama, digunting perutnya berlapis lapis ? Tanpa jaminan bahwa ia akan tetap hidup setelah melakukan semua itu ?
Kalian akan bayar berapa untuk semua rasa sakit yang masjh terasa bertahun tahun setelah operasi sesar?
Kalian pikir bayi manusia itu hanya butuh makan dan uang ?
Jika kalian pikir hubungan orang tua anak hanya sekedar tentang hubungan sewa menyewa dengan uang yang tak seberapa
Tahulah kami kini mengapa kalian mengganggap manusia tak lebih dari pemuasan nafsu selangkangan semata yang menghalalkan segala cara
Ah, bahkan hewan saja tahu cara menghormati ibu bapaknya
Ninin Kholida
Mereka ini sekarang lagi nglunjak. Jika saat ini mereka mulai mewacanakan sewa rahim, bukan mustahil gerakan mereka di indonesia akan memperjuangkan lebih massif u melegalkan nikah sesama jenis dan adopsi anak u psgn sesama jenis.... hati2 kasih panggung dan jangan salah pilih pemimpin!!.
Bukan wacana tunggal di ruang hampa
Saya tidak menyangka bahwa tulisan yang saya tulis secara spontan di dinding FB saya akan menjadi viral dalam dua hari ini hingga dibagikan hampir 30ribu kali, belum termasuk di beberapa website dan akun instagram. Benar bahwa tulisan itu memang tulisan ibu hamil yang barangkali sensitive, wajar jika ada yang mengatakan saya alay dan terlalu mendramatisir ucapan JT.
Silahkan berpikir demikian, namun ketahuilah bahwa ibu yang sedang hamil berada pada posisi yang sangat menghayati fitrah keibuannya. Hamil adalah sebuah ‘training’ panjang selama 9 bulan, masa pelatihan khusus yang ALLah berikan pada seorang perempuan untuk mengasah berbagai emosi jiwa dan menghayati berbagai hal untuk mempersiapkannya menyambut kelahiran anak manusia. Saya menulisnya dalam keadaan menangis, marah, prihatin dan banyak berdoa, sesekali mengelus-elus perut yang merasakan tendangan halus bayi di perut saya. Saya tidak bisa menjamin bahwa masih akan hidup selepas melahirkan anak saya atau tidak, tidak ada yang tahu selain ALLah SWt. Namun saya berharap bisa mendampingi dan mendidik mereka di jaman yang fitnahnya makin merajalela ini.